Perkuat Keuangan Negara, RUU Perampasan Aset Perlu Segera Disahkan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset diharapkan bisa segera dibahas dan disahkan menjadi UU oleh DPR RI. UU Perampasan Aset diyakini mampu membuat keuangan negara semakin mapan.
Direktur Eksekutif Forum Masyarakat Peduli Aset Negara (Formapan) Indonesia, Sahat F Aritonang, mengatakan, DPR harus benar-benar menaruh perhatian serius pada RUU Perampasan Aset.
Sahat juga menekankan, RUU Perampasan Aset harus mengatur tentang pengelolaan aset yang dirampas. Hal ini agar keuangan negara mapan.
"Agar keuangan Indonesia mapan, maka aset rampasan ini harus dikelola dengan baik. Setelah perampasan aset, tentu terjadi gugat menggugat, itu yang harus kita dalami," ujar Sahat dalam keterangan tertulis, diterima Sabtu (1/7/2023).
Di sisi lain Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus ragu RUU Perampasan Aset bisa segera dibahas oleh DPR.
"Sejak Presiden mengirim Surpres awal Mei 2023, belum ada langkah apapun yang dibuat DPR untuk mengagendakan RUU ini dibawa ke Paripurna agar dibahas. Saya menduga RUU Perampasan Aset ini tunggu panggung yang tepat. Entah untuk dilanjutkan atau dihentikan," katanya.
Menurut pengamatan Lucius, DPR selalu mendahulukan pembahasan undang-undang yang berdampak elektoral, karena menjelang pemilu. "Lihat saja RUU Desa, cuma dalam hitungan hari dibahas. Ketika mereka butuh dukungan Kepala Desa, mudah sekali dirubah masa jabatannya menjadi 9 tahun. Mudah, kemudian meminta sesuatu sebagai reward kepada para kepala desa," ucapnya.
"Jadi pasti bukan waktu yang tepat untuk membahas ini (RUU Perampasan Aset) sebelum Februari 2024," lanjutnya.
Praktisi Hukum Denny Kailimang menilai, RUU Perampasan Aset memiliki semangat yang positif. Sebab, Pasal 5 UU Perampasan Aset mengatur tentang aparat negara dapat merampas aset, meski masih dalam bentuk dugaan penyelewengan.
"Ada baiknya sebenarnya ini. Jadi kalau ada tetangga kita yang pejabat punya mobil kira-kira enggak sesuai, kita bisa melaporkan," kata Denny.
Sementara Mantan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein menjelaskan, RUU Perampasan Aset bukan untuk menghukum pelaku, melainkan merampas aset tindak pidana untuk dijadikan milik negara.
Pada perkara perampasan aset, kata Yunus, jaksa sebagai pengacara negara hanya melawan aset, tanpa harus menghukum pelaku. "Bisa karena pelakunya masih diburu, meninggal, sakit permanen, atau ada situasi yang tidak memungkinkan untuk diadili orangnya," tukasnya.
Direktur Eksekutif Forum Masyarakat Peduli Aset Negara (Formapan) Indonesia, Sahat F Aritonang, mengatakan, DPR harus benar-benar menaruh perhatian serius pada RUU Perampasan Aset.
Sahat juga menekankan, RUU Perampasan Aset harus mengatur tentang pengelolaan aset yang dirampas. Hal ini agar keuangan negara mapan.
"Agar keuangan Indonesia mapan, maka aset rampasan ini harus dikelola dengan baik. Setelah perampasan aset, tentu terjadi gugat menggugat, itu yang harus kita dalami," ujar Sahat dalam keterangan tertulis, diterima Sabtu (1/7/2023).
Di sisi lain Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus ragu RUU Perampasan Aset bisa segera dibahas oleh DPR.
"Sejak Presiden mengirim Surpres awal Mei 2023, belum ada langkah apapun yang dibuat DPR untuk mengagendakan RUU ini dibawa ke Paripurna agar dibahas. Saya menduga RUU Perampasan Aset ini tunggu panggung yang tepat. Entah untuk dilanjutkan atau dihentikan," katanya.
Menurut pengamatan Lucius, DPR selalu mendahulukan pembahasan undang-undang yang berdampak elektoral, karena menjelang pemilu. "Lihat saja RUU Desa, cuma dalam hitungan hari dibahas. Ketika mereka butuh dukungan Kepala Desa, mudah sekali dirubah masa jabatannya menjadi 9 tahun. Mudah, kemudian meminta sesuatu sebagai reward kepada para kepala desa," ucapnya.
"Jadi pasti bukan waktu yang tepat untuk membahas ini (RUU Perampasan Aset) sebelum Februari 2024," lanjutnya.
Praktisi Hukum Denny Kailimang menilai, RUU Perampasan Aset memiliki semangat yang positif. Sebab, Pasal 5 UU Perampasan Aset mengatur tentang aparat negara dapat merampas aset, meski masih dalam bentuk dugaan penyelewengan.
"Ada baiknya sebenarnya ini. Jadi kalau ada tetangga kita yang pejabat punya mobil kira-kira enggak sesuai, kita bisa melaporkan," kata Denny.
Sementara Mantan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein menjelaskan, RUU Perampasan Aset bukan untuk menghukum pelaku, melainkan merampas aset tindak pidana untuk dijadikan milik negara.
Pada perkara perampasan aset, kata Yunus, jaksa sebagai pengacara negara hanya melawan aset, tanpa harus menghukum pelaku. "Bisa karena pelakunya masih diburu, meninggal, sakit permanen, atau ada situasi yang tidak memungkinkan untuk diadili orangnya," tukasnya.
(thm)