Jangan Terlalu Lama Membiarkan BPJPH Menjadi Badan yang Mubazir

Jum'at, 24 Juli 2020 - 22:35 WIB
loading...
Jangan Terlalu Lama Membiarkan BPJPH Menjadi Badan yang Mubazir
FOTO/DOK.SINDOphoto/Isra Triansyah
A A A
DR H Ikhsan Abdullah, SH MH
Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch

PADA 17 Oktober 2017, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) resmi dibentuk dan di-launching sebagai badan yang lahir dan perwujudan dari amanat Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH). Sejak kelahiran UU JPH, 17 Oktober 2014, masyarakat telah lama menantikan kehadiran BPJPH. Ekspektasi dan harapan masyarakat yang cukup tinggi agar lembaga yang akan mengurusi produk halal ini dapat berfungsi sebagai regulator dan administratif hal-hal yang berkaitan dengan jaminan produk halal, juga diharapkan mampu mendorong pertumbuhan industri halal di Tanah Air, di samping sebagai badan yang dapat memberikan kemudahan bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UKM).

Indonesia Halal Watch (IHW) sebagai suatu lembaga pemantau produk halal, lahir satu tahun lebih awal dari UU JPH yakni 23 Januari 2013, sangat menaruh harapan dan keyakinan akan kehadiran lembaga tersebut dan akan berfungsi sebagaimana yang didambakan. Melalui berbagai ikhtiar dengan melakukan Seminar, edukasi, advokasi, Focus Group Discussion (FGD) dan kegiatan workshop, IHW secara konsisten menyuarakan pentingnya BPJPH segera dibentuk agar UU JPH dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan bermanfaat bagi umat.

Alhamdulillah, 14 Oktober 2017, BPJPH dibentuk dan di-launching oleh Kementerian Agama di Jakarta yang saat peluncurannya dihadiri Menteri Agama dan Prof Dr KH Ma'ruf Amin selaku Ketua Umum MUI. Pada hari yang penting itu, semua mata fokus pada perhatian sosok yang menahkodai BPJPH yakni Prof Ir Sukoso.

Seiring berjalannya waktu, memasuki 3 tahun BPJPH, kini tidak terdengar apa perannya bagi masyarakat dunia usaha dan industri karena sejak di-launching kemudian disusul dengan lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2019 Tentang Peraturan Pelaksanaan UU JPH tanggal 3 Mei 2019 dan menyusul regulasi lainnya yaitu Peraturan Menteri Agama Nomor 26 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal tertanggal 15 Oktober 2019, badan ini semakin tidak jelas perannya. Sertifikasi halal bukan menjadi sederhana dan murah, tetapi dirasakan oleh dunia usaha malah semakin sulit diperoleh dan tidak adanya kepastian berapa tarif dari sertifikasi halal. Ironisnya, masyarakat pun dipimpong ketika akan mendaftarkan atau melakukan registrasi halal.

Fakta ini ditandai Ketika pada tanggal 17 Oktober 2019, ketika mandatory sertifikasi halal sesuai amanat Pasal 4 UU JPH telah jatuh tempo, ternyata BPJPH sama sekali tidak mampu melayani masyarakat untuk menerima pendaftaran dan proses selanjutnya. Bahkan, registrasi yang sudah berpuluh tahun dilakukan LPPOM MUI dengan sistem daring/online melalui sistem CEROL itu harus dilakukan dengan cara manual dengan datang ke kantor BPJPH Pusat registrasi di Kantor BPJPH-Kementerian Agama, Jakarta. Keadaan ini masih ditambah lagi dengan tidak adanya kepastian bagi UKM, di mana mereka harus melakukan registrasi, karena form yang tersedia di BPJPH hanya untuk produk dari perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas. Sementara UKM, harus ke Kantor Wilayah Kementerian Agama di provinsinya masing- masing.

Beban dan bingung masyarakat bertambah lengkap ketika pelaku usaha UKM melakukan registrasi ke Kantor Wilayah Kementerian Agama di Provinsi, petugasnya pun tidak ada yang paham mengenai pendaftaran sertifikasi halal. Inilah babak belur tata kelola sertifikasi halal di Indonesia, yang sudah 30 tahun mampu dikelola baik dengan sistem yang sangat baik dan dapat dilakukan pendaftaran melalui online dilakukan MUI melalui LPPOM harus kembali mundur lagi dengan sistem 30 tahun ke belakang dan tidak memberikan kepastian apapun. Padahal prinsip-prinsip halal harus mengacu kepada Maqashid Syariah yaitu, prinsip perlindungan, keadilan, akuntabilitas dan transparansi.

Keadaan yang tidak menentu ini harus berjalan selama 2 bulan lamanya, yakni Oktober dan November 2019 Pemohon sertifikasi halal dihadapkan pada suatu ketidakpastian, sementara permintaan konsumen dan industri pada produk halal harus berjalan/continuous.

Alhamdulillah, Menteri Agama Bapak Fachrur Razi cepat merespons stagnasi ini demi menghindari keadaan yang lebih buruk. Menag lalu menerbitkan Keputusan Menteri Agama Nomor 982 tanggal 12 November 2019 tentang Layanan Sertifikasi Halal, yang intinya MUI melalui LPPOM MUI diberikan kewenangan Kembali untuk melakukan registrasi dan proses sertifikasi halal. Keadaan ini sedikit menentramkan masyarakat, terutama pelaku usaha dan industri.

Lalu di mana dan apa manfaat dari BPJPH?
Sebagai suatu badan yang dibiayai anggaran negara (APBN), BPJPH juga menggunakan gedung, fasilitas negara, manajemen yang di dalamnya adalah pegawai personalia yang jumlahnya cukup besar. Dalam waktu 3 tahun, tentu tidak sedikit biaya yang telah dikeluarkan APBN yang berasal dari pajak yang dibayar dengan keringat rakyat.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1973 seconds (0.1#10.140)