Perbudakan di Laut Terus Berlanjut, Pemerintah Dinilai Gagal Lindungi ABK

Jum'at, 24 Juli 2020 - 03:56 WIB
loading...
Perbudakan di Laut Terus...
FOTO/SINDOnews/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Bisnis kotor perbudakan modern di laut terus berlanjut. Ironisnya lagi, hal itu kerap membuat anak buah kapal (ABK) asal Indonesia mengalami siksaan hingga berujung kematian.

Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Hariyanto Suwarno mengatakan, berdasarkan analisis pengaduan kasus, pihaknya mencatat sejak 2015 hingga saat ini sedikitnya ada 11 ABK Indonesia yang menjadi korban kerja paksa dan meninggal dunia di atas kapal ikan berbendera asing. (Baca juga: Lindungi ABK Indonesia, Menaker Tegaskan RPP Awak Kapal Dipercepat)

“Praktik pelanggaran hak asasi manusia (HAM) tersebut juga terkait erat dengan kejahatan perikanan ilegal yang membahayakan kelestarian ekosistem laut,” kata Hariyanto dalam keterangan pers yang diperoleh SINDOnews, Kamis (23/7/2020) malam.

Berdasarkan investigasi SBMI bersama Greenpeace Indonesia selama lebih dari dua tahun terakhir mengungkap adanya penyebaran asal ABK perikanan yang diberangkatkan ke luar negeri. Sebagian besar ABK berasal dari Pulau Jawa, diikuti oleh Sumatera, Indonesia bagian Timur, dan Kalimantan.

“Kita menemukan pola yang jelas bahwa proses perekrutan dan pemberangkatan sangat terpusat di Pulau Jawa, terutama Provinsi Jawa Tengah,” paparnya. (Baca juga: Kesejahteraan Belum Membaik, Pekerjaan sebagai Nelayan Kian Ditinggalkan)

Juru kampanye Laut Greenpeace Indonesia Afdillah menjelaskan bahwa praktik perbudakan modern di laut tersebut tidak bisa dipisahkan dari kejahatan perikanan ilegal. Hasil investigasi juga menunjukkan sebagian besar kapal-kapal ikan juga sering melakukan alih muat ikan di tengah laut (transhipment at sea) secara ilegal, mematikan sistem pemantauan kapal, dan juga menargetkan hiu untuk diambil siripnya (shark finning).

Beberapa kapal malah ada yang berganti-ganti nama dan bendera tanpa pemberitahuan kepada otoritas terkait. “Semakin lama kapal ikan berada di laut dan tidak dapat terpantau, semakin besar kemungkinan kejahatan praktik kerja paksa dan perikanan ilegal terjadi,” ujar Afdillah.

Menurut dia, ABK ikan Indonesia termasuk kelompok pekerja yang paling rentan menjadi korban perbudakan modern atau perdagangan orang (human trafficking) yang merupakan kejahatan luar biasa. Aksi itu terjadi karena kondisi kerja yang buruk, ruang gerak, akses komunikasi, dan pengawasan pihak berwenang yang sangat terbatas.

Merujuk pada laporan investigasi SBMI dan Greenpeace pada Maret 2020 yang berjudul “Jeratan Bisnis Kotor Perbudakan Modern di Laut”, ABK ikan Indonesia rentan mengalami 11 jenis pelanggaran Konvensi ILO terkait kerja paksa.

“Padahal pemerintah Indonesia sudah memiliki undang-undang yang lebih maju untuk melindungi ABK, yaitu Undang-Undang Nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI), pengganti Undang Undang Nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Pelindungan TKI di Luar Negeri,” ujarnya.

Dalam Pasal 4 huruf (c) UU PPMI 18/2017 disebutkan, pekerja migran Indonesia (PMI) juga meliputi pelaut awak kapal dan pelaut perikanan. Kemudian, Pasal 64 juga mengamanatkan penerbitan peraturan pelaksana dalam bentuk peraturan pemerintah (PP).

“Seharusnya sudah diterbitkan selambat-lambatnya pada 22 November 2019 atau 2 tahun sejak diterbitkannya UU PPMI sesuai Pasal 90 UU PPMI. Sangat disayangkan hingga saat ini pengesahan rancangan PP tersebut tidak jelas nasibnya,” keluhnya.
(nbs)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Lanjut Baca Berita Terkait Lainnya
Berita Terkait
55 Perawat Profesional...
55 Perawat Profesional Indonesia Dikirim ke Austria
Wamen Christina: Kementerian...
Wamen Christina: Kementerian P2MI Siap Layani dan Lindungi Pekerja Migran
Di Forum Buruh Internasional,...
Di Forum Buruh Internasional, RI Dorong Perlindungan Pekerja di Tengah Ancaman Digital
Pemulangan 2 Jenazah...
Pemulangan 2 Jenazah WNI dari Taiwan Lancar, Uya Kuya: Perlihatkan Eratnya Solidaritas
DPR Yakin RUU P2MI Cegah...
DPR Yakin RUU P2MI Cegah Pekerja Migran Jadi Korban TPPO dan Perbudakan
Serikat Pekerja Migran...
Serikat Pekerja Migran Apresiasi Pemulangan Korban Online Scam Myanmar
BNI, Kementerian PKP,...
BNI, Kementerian PKP, KP2MI, dan BP Tapera Hadirkan KPR Terjangkau bagi PMI
Pekerja Migran Indonesia...
Pekerja Migran Indonesia Diminta Waspada Terhadap Pinjol Ilegal dan Investasi Bodong
Wamen P2MI Tegaskan...
Wamen P2MI Tegaskan Pemerintah Serius Urus Pekerja Migran Indonesia
Rekomendasi
Film Baru Ungkap Identitas...
Film Baru Ungkap Identitas Penembak Jitu Israel Pembunuh Jurnalis Shireen Abu Akleh
Ini Pidato Pertama Paus...
Ini Pidato Pertama Paus Leo XIV usai Terpilih
Petani Tebu di Budugsidorejo...
Petani Tebu di Budugsidorejo Jombang Panen Perdana Musim Giling 2025
Berita Terkini
Peringatan Hari Raya...
Peringatan Hari Raya Waisak 2025 Dipusatkan di Candi Borobudur, Terbangkan 2.569 Lampion
32 Pati TNI Naik Pangkat,...
32 Pati TNI Naik Pangkat, Kristomei Sianturi Sandang Bintang Dua
Kesaksian Satpam DPP...
Kesaksian Satpam DPP PDIP: Didatangi Orang Tak Dikenal, Berujung Ketemu Harun Masiku
Tanggapi RUU Pemilu,...
Tanggapi RUU Pemilu, Megawati: Niatkan Buat Negara, Bukan Beli Kekuasaan
Cegah Perceraian, Kemenag...
Cegah Perceraian, Kemenag Latih Penghulu dan Penyuluh Jadi Fasilitator Literasi Keuangan
Cerita Staf Hasto Merasa...
Cerita Staf Hasto Merasa Ditipu Penyidik KPK Berujung Penyitaan HP
Infografis
Jet Tempur F/A-18 AS...
Jet Tempur F/A-18 AS Seharga Rp1 Triliun Hilang di Laut Merah
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved