OSO Dukung Penerbitan PP 26 Tahun 2023, Ini Alasannya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang ( OSO ) mendukung terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut. Pemerintah pada Bab IV tentang Pemanfaatan Pasal 9 ayat 2 aturan terbaru tersebut mengizinkan kembali ekspor pasir laut.
"Pasir laut itu semua daerah menginginkan pasir di sungai dan laut yang dangkal (dikeruk)," kata OSO di usai menghadiri Upacara Hari Lahir Pancasila di Lapangan Monas, Jakarta, Kamis (1/6/2023).
OSO mengaku banyak menerima keluhan dari daerah terkait pendangkalan laut yang menyebabkan pelayaran terhambat. Akibat dari pendangkalan laut itu kapal-kapal besar tidak bisa melintas.
"Coba daerah Kalbar (Kalimantan Barat, red) itu sudah beratus tahun sungai masuk hanya 3.000 ton (berat) kapalnya. Sementara jumlah penduduknya sudah 5-6 juta. Bagaimana melayaninya," tuturnya.
OSO mengatakan jika tidak dikeruk, maka pendangkalan laut akan terus terjadi yang semakin memperparah dan membahayakan pelayaran. OSO setuju hasil pengerukan pasir laut tersebut dijual, agar ada nilai ekonominya.
"Jual saja (pasir laut) hasilnya untuk kemudian dibangun pelabuhan, dibangun segala macam," katanya.
OSO tidak sepakat dengan adanya anggapan bahwa dibukanya keran ekspor pasir laut bakal memperparah kerusakan lingkungan. Dia yakin, pemerintah melakukan pengawasan terhadap implementasi kebijakan tersebut.
Lagi pula kata dia, tidak ada lingkungan yang rusak akibat pengerukan pasir laut. "Saya mau tanya lingkungan yang mana yang rusak. Dia enggak ngerti lingkungan. Masa pasir itu menumpuk di daerah Singapura kita makin kejepit. Daratannya makin lama pindah ke tempat kita," pungkasnya.
"Pasir laut itu semua daerah menginginkan pasir di sungai dan laut yang dangkal (dikeruk)," kata OSO di usai menghadiri Upacara Hari Lahir Pancasila di Lapangan Monas, Jakarta, Kamis (1/6/2023).
OSO mengaku banyak menerima keluhan dari daerah terkait pendangkalan laut yang menyebabkan pelayaran terhambat. Akibat dari pendangkalan laut itu kapal-kapal besar tidak bisa melintas.
"Coba daerah Kalbar (Kalimantan Barat, red) itu sudah beratus tahun sungai masuk hanya 3.000 ton (berat) kapalnya. Sementara jumlah penduduknya sudah 5-6 juta. Bagaimana melayaninya," tuturnya.
OSO mengatakan jika tidak dikeruk, maka pendangkalan laut akan terus terjadi yang semakin memperparah dan membahayakan pelayaran. OSO setuju hasil pengerukan pasir laut tersebut dijual, agar ada nilai ekonominya.
"Jual saja (pasir laut) hasilnya untuk kemudian dibangun pelabuhan, dibangun segala macam," katanya.
OSO tidak sepakat dengan adanya anggapan bahwa dibukanya keran ekspor pasir laut bakal memperparah kerusakan lingkungan. Dia yakin, pemerintah melakukan pengawasan terhadap implementasi kebijakan tersebut.
Lagi pula kata dia, tidak ada lingkungan yang rusak akibat pengerukan pasir laut. "Saya mau tanya lingkungan yang mana yang rusak. Dia enggak ngerti lingkungan. Masa pasir itu menumpuk di daerah Singapura kita makin kejepit. Daratannya makin lama pindah ke tempat kita," pungkasnya.
(rca)