KPU: Kampanye Rapat Umum Harus Izin Satgas Corona
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Dewa Wiarsa Raka Sandi mengatakan, KPU mendapatkan banyak masukan mengenai kampanye bentuk lainnya yakni, kampanye rapat umum yang masih diperbolehkan dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 6/2020 tentang Penyelenggaraan Pilkada Dalam Kondisi Non Bencana Alam/Covid-19 yang dianggap berpotensi menjadi klaster penularan virus Corona (Covid-19).
(Baca juga: Update, 1.207 WNI di Luar Negeri Positif Covid-19)
Namun, dia menjelaskan bahwa bahwa KPU tidak bisa begitu saja menghilangkan itu karena Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Pilkada (UU Pilkada) masih mengatur soal varian kampanye itu. Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) 2/2020 hanya memperluas makna bencana non alam.
"Substansi tentang kampanye termasuk kampanye bentuk lainnya sudah diatur dalam UU Pilkada 10/2016, diatur juga dalam PKPU induk tentang Kampanye lalu PKPU 6/2020. Kecuali nanti ada perppu baru, tentu KPU punya dasar hukum untuk mengubah bentuk-bentuk kampanye. Maka itu masalahnya. KPU berterima kasih atas masukan berbagai pihak," kata Raka saat dihubungi SINDO Media, Kamis (23/7/2020).
Namun, Raka melanjutkan, KPU sudah bersurat kepada Komisi II DPR dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang mana, KPU sedang mengubah PKPU Nomor 4/2017 tentang Kampanye Pilkada. Dan itu sedang disusun rancangannnya dan nanti dikonsultasikan juga dengan Kemenkumham dan Komisi II DPR. KPU juga akan membuat pedoman teknis tenang tata cara penyelenggaraan kampanye.
"Dan ini akan menjadi pedoman bagi KPU provinsi dan kabupaten/kota beserta jajaran untuk bagaimana kemudian mengatur penyelenggaraan kampanye," terangnya. (Baca juga: Berimbang, Positif Covid-19 Tambah 1.906 Sembuh Naik 1.909)
Raka menguraikan, dalam PKPU Kampanye Pilkada yang baru nanti akan ada pengaturan teknis pelaksanaan kampanye. Misalnya kampanye rapat umum, di dalam PKPU 6/2020 Pasal 62 kampanye rapat umum kan didorong melalui media daring, karena platform daring pun memungkinkan dengan ratusan bahkan ribuan peserta.
"Untuk pengawasannya, Bawaslu juga dipersilahkan hadir di kampanye itu, begitu juga dengan pegiat pemilu atau pemantau bisa mengikuti kampanye itu melalui link yang dibagikan oleh pihak terkait karena kampanye itu kegiatan yang terbuka menurut saya," papar Raka.
Sementara, sambung dia, kalau rapat umum itu dilakukan secara tatap muka langsung, sudah diatur bahwa kampanye rapat umum bisa dilakukan kalau Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 sudah menyatakan bahwa suatu daerah atau suatu wilayah bebas Covid-19 dan ketentuan itu tertulis dalam PKPU-nya.
"Saya meyakini bahwa gugus tugas sebagai otoritas terkait tidak akan sembarangan mengeluarkan otoritas itu, sebab kalau sembarangan dan terjadi musibah tentu dia harus bertanggung jawab," imbuhnya.
Kemudian lanjut dia, meskipun sudah ada rekomendasi, keputusan untuk dilaksanakan atau tidaknya rapat umum itu diputuskan dalam rapat koordinasi antara KPU, Bawaslu, tim kampanye paslon, unsur Satgas dan unsur kesehatan. Jadi intinya bahwa karena UU dan regulasi sebelumnya memungkinkan dilakukan rapat umum itu maka, itu menurut PKPU dimungkinkan tetapi pengaturan dan pembatasannya melihat kondisi objektif dari perkembangan pandemi yang terjadi di Indonesia
"Jadi saya kira konsepnya tetap memeberlakukan protokol Covid secara ketat," tegasnya.
Sehingga, Raka menambahkan, kalau ingin mengubah tata cara kampanye secara signifikan, opsinya menyediakan payung hukum lewat perubahan terbatas UU 10/2016 misalnya, tata cara kampanye dilakukan dengan peneysuaian. Tetapi, karena masalah waktu dan tidak memungkinkan maka pemberlakuan protokol kesehatan dilakukan secara ketat dan masing-masing pihak mentaati. Dan dalam PKPU 6/2020 mekanismenya Bawaslu bisa mengambil tindakan tegas.
"UU kan ada aturannya, kampanye rapat umum jumlahnya sudah diatur jadi tidak terlalu sering jadi KPU tidak dianggap menghapus ketentuan dalam UU, ini berpotensi menjadi masalah di kemudian hari," pungkasnya.
(Baca juga: Update, 1.207 WNI di Luar Negeri Positif Covid-19)
Namun, dia menjelaskan bahwa bahwa KPU tidak bisa begitu saja menghilangkan itu karena Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Pilkada (UU Pilkada) masih mengatur soal varian kampanye itu. Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) 2/2020 hanya memperluas makna bencana non alam.
"Substansi tentang kampanye termasuk kampanye bentuk lainnya sudah diatur dalam UU Pilkada 10/2016, diatur juga dalam PKPU induk tentang Kampanye lalu PKPU 6/2020. Kecuali nanti ada perppu baru, tentu KPU punya dasar hukum untuk mengubah bentuk-bentuk kampanye. Maka itu masalahnya. KPU berterima kasih atas masukan berbagai pihak," kata Raka saat dihubungi SINDO Media, Kamis (23/7/2020).
Namun, Raka melanjutkan, KPU sudah bersurat kepada Komisi II DPR dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang mana, KPU sedang mengubah PKPU Nomor 4/2017 tentang Kampanye Pilkada. Dan itu sedang disusun rancangannnya dan nanti dikonsultasikan juga dengan Kemenkumham dan Komisi II DPR. KPU juga akan membuat pedoman teknis tenang tata cara penyelenggaraan kampanye.
"Dan ini akan menjadi pedoman bagi KPU provinsi dan kabupaten/kota beserta jajaran untuk bagaimana kemudian mengatur penyelenggaraan kampanye," terangnya. (Baca juga: Berimbang, Positif Covid-19 Tambah 1.906 Sembuh Naik 1.909)
Raka menguraikan, dalam PKPU Kampanye Pilkada yang baru nanti akan ada pengaturan teknis pelaksanaan kampanye. Misalnya kampanye rapat umum, di dalam PKPU 6/2020 Pasal 62 kampanye rapat umum kan didorong melalui media daring, karena platform daring pun memungkinkan dengan ratusan bahkan ribuan peserta.
"Untuk pengawasannya, Bawaslu juga dipersilahkan hadir di kampanye itu, begitu juga dengan pegiat pemilu atau pemantau bisa mengikuti kampanye itu melalui link yang dibagikan oleh pihak terkait karena kampanye itu kegiatan yang terbuka menurut saya," papar Raka.
Sementara, sambung dia, kalau rapat umum itu dilakukan secara tatap muka langsung, sudah diatur bahwa kampanye rapat umum bisa dilakukan kalau Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 sudah menyatakan bahwa suatu daerah atau suatu wilayah bebas Covid-19 dan ketentuan itu tertulis dalam PKPU-nya.
"Saya meyakini bahwa gugus tugas sebagai otoritas terkait tidak akan sembarangan mengeluarkan otoritas itu, sebab kalau sembarangan dan terjadi musibah tentu dia harus bertanggung jawab," imbuhnya.
Kemudian lanjut dia, meskipun sudah ada rekomendasi, keputusan untuk dilaksanakan atau tidaknya rapat umum itu diputuskan dalam rapat koordinasi antara KPU, Bawaslu, tim kampanye paslon, unsur Satgas dan unsur kesehatan. Jadi intinya bahwa karena UU dan regulasi sebelumnya memungkinkan dilakukan rapat umum itu maka, itu menurut PKPU dimungkinkan tetapi pengaturan dan pembatasannya melihat kondisi objektif dari perkembangan pandemi yang terjadi di Indonesia
"Jadi saya kira konsepnya tetap memeberlakukan protokol Covid secara ketat," tegasnya.
Sehingga, Raka menambahkan, kalau ingin mengubah tata cara kampanye secara signifikan, opsinya menyediakan payung hukum lewat perubahan terbatas UU 10/2016 misalnya, tata cara kampanye dilakukan dengan peneysuaian. Tetapi, karena masalah waktu dan tidak memungkinkan maka pemberlakuan protokol kesehatan dilakukan secara ketat dan masing-masing pihak mentaati. Dan dalam PKPU 6/2020 mekanismenya Bawaslu bisa mengambil tindakan tegas.
"UU kan ada aturannya, kampanye rapat umum jumlahnya sudah diatur jadi tidak terlalu sering jadi KPU tidak dianggap menghapus ketentuan dalam UU, ini berpotensi menjadi masalah di kemudian hari," pungkasnya.
(maf)