Dari Mana Datangnya Tawa
loading...
A
A
A
Ketiga, teori pembebasan (relief theories). Menurut teori ini, inti humor adalah pembebasan atau pelepasan dari kekangan yang terdapat pada diri seseorang. Karena ada berbagai pembatasan dan larangan yang ditentukan oleh masyarakat atau pemerintah, dorongan-dorongan batin alamiah dalam diri manusia mendapat tekanan. Nah, bilamana kekangan itu dapat dilepaskan, misalnya melalui sindiran jenaka, maka meledaklah perasaan orang dalam bentuk tawa.
Di situ humor berfungsi untuk membantu meredakan ketegangan. Maka jika kita sering mendengar bahwa humor disebut sebagai “katup pelepas”, kira-kira dari teori inilah ucapan itu berasal. Humor jenis ini yang menurut saya masih perlu dikembangkan di sini. Humor jenis ini terasa segar, kontekstual, membebaskan, dan kadang perlu ada referensi untuk bisa menikmatinya.
Tentu masih ada beberapa teori lain. Jurus-jurus khusus untuk humor verbal juga terus dikembangkan. Tetapi, apapun teori dan jurus yang digunakan, yang paling penting adalah kejujuran dan kemauan untuk terus belajar. Ini agar humor tidak sekadar memancing tawa, tetapi juga mencerdaskan.
Tentu kita akan bangga jika suatu kali muncul komika Indonesia bisa sekelas Trevor Noah, Wanda Sykes, Ellen Degeneres, dan lain-lain. Saya yakin para komika kita tidak akan kekurangan ide. Sebab di negeri ini banyak hal, misalnya di bidang penegakan hukum dan politik yang lucu dan bisa kita tertawakan. Ucapan, komentar, atau retorika beberapa narasumber dalam dialog di televisi yang sebenarnya sudah lucu juga bisa dipakai atau ditiru sebagai bahan untuk menghibur orang.
Di situ humor berfungsi untuk membantu meredakan ketegangan. Maka jika kita sering mendengar bahwa humor disebut sebagai “katup pelepas”, kira-kira dari teori inilah ucapan itu berasal. Humor jenis ini yang menurut saya masih perlu dikembangkan di sini. Humor jenis ini terasa segar, kontekstual, membebaskan, dan kadang perlu ada referensi untuk bisa menikmatinya.
Tentu masih ada beberapa teori lain. Jurus-jurus khusus untuk humor verbal juga terus dikembangkan. Tetapi, apapun teori dan jurus yang digunakan, yang paling penting adalah kejujuran dan kemauan untuk terus belajar. Ini agar humor tidak sekadar memancing tawa, tetapi juga mencerdaskan.
Tentu kita akan bangga jika suatu kali muncul komika Indonesia bisa sekelas Trevor Noah, Wanda Sykes, Ellen Degeneres, dan lain-lain. Saya yakin para komika kita tidak akan kekurangan ide. Sebab di negeri ini banyak hal, misalnya di bidang penegakan hukum dan politik yang lucu dan bisa kita tertawakan. Ucapan, komentar, atau retorika beberapa narasumber dalam dialog di televisi yang sebenarnya sudah lucu juga bisa dipakai atau ditiru sebagai bahan untuk menghibur orang.
(wur)