Dari Mana Datangnya Tawa
loading...
A
A
A
Kemala Atmojo
Peminat Filsafat, Hukum, dan Seni
Melihat beberapa tayangan stand up comedy melalui YouTube, saya optimistis kita memiliki bakat-bakat muda yang penuh harapan. Sebagian besar tayangan itu berasal dari acara perlombaan atau potongan acara tertentu. Sehingga durasinya sangat pendek. Saya belum pernah melihat stand up comedy kita yang berdurasi panjang seperti yang dapat kita saksikan pada tayangan khusus stand up comedy yang ada di Netflix, misalnya.
Padahal, kita semua suka humor. Sejak dulu, kita mengenal ludruk, ketoprak, Srimulat – dan sejenisnya – yang bisa membuat kita tertawa. Aneka joke atau lelucon dalam kehidupan sehari-hari juga kerap membuat kita tertawa. Di Amerika Serikat, serial televisi Friends beberapa kali dinobatkan sebagai acara paling populer, antara lain karena dialog dan adegannya sering lucu.
Selama ini, ada orang yang membedakan antara levity (keceriaan), humor, dan komedi. Levity adalah cara berpikir atau mindset dalam hidup untuk menghadirkan kebahagiaan kepada diri sendiri dan orang lain. Ketika orientasinya adalah keceriaan, maka hal-hal kecil yang kita lakukan bisa saja membuat hidup lebih berwarna.
Sedangkan humor adalah hal-hal yang dilakukan dengan sadar untuk menyalurkan keceriaan tersebut.Humor itu keterampilan yang sangat mendasar untuk menghadirkan kebahagiaan kepada diri sendiri atau orang lain. Sedangkan komedi adalah kemampuan berhumor yang dilatih secara terus-menerus sampai menjadi ahli atau profesional. Hasilnya bisa dalam format stand up comedy, komik strip, film, atau musik, dan tari komedi.
Itu dari sisi pelakunya. Tetapi, apa sih sebenarnya yang membuat orang tertawa? Dari mana datangnya tawa itu?
Jika dicari-cari, rupanya humor ada teorinya juga. Pertama, teori keunggulan (superiority theories). Menurut teori ini, inti dari humor adalah rasa unggul, lebih baik, lebih tinggi atau lebih sempurna pada diri seseorang dalam menghadapi suatu keadaan yang mengandung kekurangan atau kelemahan. Di sini, munculnya reaksi tawa seseorang karena mendadak ia memperoleh perasaan unggul saat menghadapi atau melihat pihak lain yang melakukan kekeliruan atau mengalami hal yang tidak menguntungkan.
Banyak orang tertawa, misalnya, melihat badut yang terpeleset kulit pisang, lalu terbentur tiang dan tertimpa tangga. Pendeknya, orang tertawa karena melihat ekspresi, ucapan, atau tindakan aneh lain yang dianggap sebuah ketololan. Perasaan superior berwujud, lalu tawa itu muncul atas kemalangan atau kekurangan orang lain.
Model humor di atas -- sering disebut sebagai slapstick -- kerap dipakai oleh banyak komedian Indonesia dari dulu hingga kini. Banyak komedian kita menggunakan jurus ini, misalnya dengan sengaja menampilkan diri sebagai orang yang bodoh, teraniaya, menonjolkan kekurangan fisik, agar orang tertawa. Saya tidak tahu, apakah para komedian itu dengan sadar menggunakan jenis ini karena menyadari siapa penontonnya, atau justru hanya sebatas itu kemampuannya. Padahal, humor jenis ini dianggap paling mudah untuk dilakukan.
Kedua, teori ketidaksesuaian (incongruity theories). Teori ini menjelaskan bahwa tawa timbul karena adanya perubahan yang sekonyong-konyong dari suatu situasi yang sangat diharapkan menjadi suatu hal yang sama sekali tidak diduga atau tidak pada tempatnya. Tawa terjadi karena harapan yang dikacaukan (frustrated expectation), sehingga seseorang dari suatu sikap mental tertentu dilempar ke dalam sikap mental yang lain sama sekali. Jadi tawa merupakan respon terhadap persepsi ketidaksesuaian.
Peminat Filsafat, Hukum, dan Seni
Melihat beberapa tayangan stand up comedy melalui YouTube, saya optimistis kita memiliki bakat-bakat muda yang penuh harapan. Sebagian besar tayangan itu berasal dari acara perlombaan atau potongan acara tertentu. Sehingga durasinya sangat pendek. Saya belum pernah melihat stand up comedy kita yang berdurasi panjang seperti yang dapat kita saksikan pada tayangan khusus stand up comedy yang ada di Netflix, misalnya.
Padahal, kita semua suka humor. Sejak dulu, kita mengenal ludruk, ketoprak, Srimulat – dan sejenisnya – yang bisa membuat kita tertawa. Aneka joke atau lelucon dalam kehidupan sehari-hari juga kerap membuat kita tertawa. Di Amerika Serikat, serial televisi Friends beberapa kali dinobatkan sebagai acara paling populer, antara lain karena dialog dan adegannya sering lucu.
Selama ini, ada orang yang membedakan antara levity (keceriaan), humor, dan komedi. Levity adalah cara berpikir atau mindset dalam hidup untuk menghadirkan kebahagiaan kepada diri sendiri dan orang lain. Ketika orientasinya adalah keceriaan, maka hal-hal kecil yang kita lakukan bisa saja membuat hidup lebih berwarna.
Sedangkan humor adalah hal-hal yang dilakukan dengan sadar untuk menyalurkan keceriaan tersebut.Humor itu keterampilan yang sangat mendasar untuk menghadirkan kebahagiaan kepada diri sendiri atau orang lain. Sedangkan komedi adalah kemampuan berhumor yang dilatih secara terus-menerus sampai menjadi ahli atau profesional. Hasilnya bisa dalam format stand up comedy, komik strip, film, atau musik, dan tari komedi.
Itu dari sisi pelakunya. Tetapi, apa sih sebenarnya yang membuat orang tertawa? Dari mana datangnya tawa itu?
Jika dicari-cari, rupanya humor ada teorinya juga. Pertama, teori keunggulan (superiority theories). Menurut teori ini, inti dari humor adalah rasa unggul, lebih baik, lebih tinggi atau lebih sempurna pada diri seseorang dalam menghadapi suatu keadaan yang mengandung kekurangan atau kelemahan. Di sini, munculnya reaksi tawa seseorang karena mendadak ia memperoleh perasaan unggul saat menghadapi atau melihat pihak lain yang melakukan kekeliruan atau mengalami hal yang tidak menguntungkan.
Banyak orang tertawa, misalnya, melihat badut yang terpeleset kulit pisang, lalu terbentur tiang dan tertimpa tangga. Pendeknya, orang tertawa karena melihat ekspresi, ucapan, atau tindakan aneh lain yang dianggap sebuah ketololan. Perasaan superior berwujud, lalu tawa itu muncul atas kemalangan atau kekurangan orang lain.
Model humor di atas -- sering disebut sebagai slapstick -- kerap dipakai oleh banyak komedian Indonesia dari dulu hingga kini. Banyak komedian kita menggunakan jurus ini, misalnya dengan sengaja menampilkan diri sebagai orang yang bodoh, teraniaya, menonjolkan kekurangan fisik, agar orang tertawa. Saya tidak tahu, apakah para komedian itu dengan sadar menggunakan jenis ini karena menyadari siapa penontonnya, atau justru hanya sebatas itu kemampuannya. Padahal, humor jenis ini dianggap paling mudah untuk dilakukan.
Kedua, teori ketidaksesuaian (incongruity theories). Teori ini menjelaskan bahwa tawa timbul karena adanya perubahan yang sekonyong-konyong dari suatu situasi yang sangat diharapkan menjadi suatu hal yang sama sekali tidak diduga atau tidak pada tempatnya. Tawa terjadi karena harapan yang dikacaukan (frustrated expectation), sehingga seseorang dari suatu sikap mental tertentu dilempar ke dalam sikap mental yang lain sama sekali. Jadi tawa merupakan respon terhadap persepsi ketidaksesuaian.