PP Sudah Diteken Jokowi, LPSK Hitung Kompensasi Korban Terorisme
loading...
A
A
A
JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban ( LPSK ) mengapresiasi terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35/2020 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan kepada Saksi dan Korban. Beleid yang merupakan perubahan PP Nomor 7/2018 ini diharapkan dapat akan menjadi jalan untuk mengoptimalkan pemenuhan hak korban, khususnya para korban terorisme.
Secara umum, materi anyar dalam PP yang diteken Presiden Joko Widodo pada 7 Juli 2020 ini meliputi beberapa hal. Selain tata cara permohonan, penentuan jumlah kerugian dan pembayaran kompensasi bagi korban terorisme, diatur pula syarat, tata cara pengajuan permohonan bantuan medis, rehabilitasi psikologis, dan psikososial.
PP 35 juga mengatur kompensasi bagi korban terorisme masa lalu. Dengan demikian, ada kesempatan bagi korban tindak pidana terorisme masa lalu untuk mendapatkan hak-haknya di luar proses peradilan.
(Baca: Jokowi Teken PP 35/2020, Semua Korban Terorisme Berhak Dapat Kompensasi)
Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo mengatakan, pada masa lalu putusan hakim dalam mengadili perkara terorisme belum banyak menyentuh pemenuhan hak bagi para korban. LPSK mencatat cukup banyak korban terorisme masa lalu yang belum menerima kompensasi dari negara.
“Patut diakui ini merupakan terobosan besar dalam sistem hukum Indonesia karena biasanya kompensasi baru didapatkan melalui putusan pengadilan” kata Hasto dalam rilis yang diterima Senin (21/7/2020).
Setelah terbitnya PP, tugas berat LPSK di antaranya menentukan besaran kerugian bagi korban terorisme masa lalu yang meliputi luka, meninggal dunia, hilang pendapatan atau harta benda. ”Untuk korban masa lalu yang mengalami luka maka terlebih dahulu akan dihitung derajat lukanya,” ujarnya.
(Baca: 45 Korban Penyiksaan Oknum Aparat Minta Perlindungan LPSK)
Langkah selanjutnya LPSK akan berkoordinasi sejumlah pihak, seperti Kementerian Keuangan dalam soal persetujuan besaran kompensasi yang telah dihitung sambil melihat ketersediaan anggaran untuk membayarkan kompensasi tersebut. Begitu juga dengan BNPT untuk penyamaan data serta terkait Surat Keterangan Korban.
LPSK sendiri melalui UU 31/2014 telah memberikan perlindungan kepada korban terorisme yang terjadi di masa lalu. Bentuknya bantuan medis, psikologis dan psikososial. Sejumlah korban terorisme mulai dari peristiwa bom Bali I dan II, bom kedubes Australia, bom hotel JW Marriot, bom Thamrin, bom Kampung Melayu hingga bom Samarinda tercatat telah menerima ragam bantuan tersebut.
Lihat Juga: 6 Menteri Perdagangan Sedekade Terakhir, Nomor 2 Jadi Tersangka Dugaan Korupsi Importasi Gula
Secara umum, materi anyar dalam PP yang diteken Presiden Joko Widodo pada 7 Juli 2020 ini meliputi beberapa hal. Selain tata cara permohonan, penentuan jumlah kerugian dan pembayaran kompensasi bagi korban terorisme, diatur pula syarat, tata cara pengajuan permohonan bantuan medis, rehabilitasi psikologis, dan psikososial.
PP 35 juga mengatur kompensasi bagi korban terorisme masa lalu. Dengan demikian, ada kesempatan bagi korban tindak pidana terorisme masa lalu untuk mendapatkan hak-haknya di luar proses peradilan.
(Baca: Jokowi Teken PP 35/2020, Semua Korban Terorisme Berhak Dapat Kompensasi)
Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo mengatakan, pada masa lalu putusan hakim dalam mengadili perkara terorisme belum banyak menyentuh pemenuhan hak bagi para korban. LPSK mencatat cukup banyak korban terorisme masa lalu yang belum menerima kompensasi dari negara.
“Patut diakui ini merupakan terobosan besar dalam sistem hukum Indonesia karena biasanya kompensasi baru didapatkan melalui putusan pengadilan” kata Hasto dalam rilis yang diterima Senin (21/7/2020).
Setelah terbitnya PP, tugas berat LPSK di antaranya menentukan besaran kerugian bagi korban terorisme masa lalu yang meliputi luka, meninggal dunia, hilang pendapatan atau harta benda. ”Untuk korban masa lalu yang mengalami luka maka terlebih dahulu akan dihitung derajat lukanya,” ujarnya.
(Baca: 45 Korban Penyiksaan Oknum Aparat Minta Perlindungan LPSK)
Langkah selanjutnya LPSK akan berkoordinasi sejumlah pihak, seperti Kementerian Keuangan dalam soal persetujuan besaran kompensasi yang telah dihitung sambil melihat ketersediaan anggaran untuk membayarkan kompensasi tersebut. Begitu juga dengan BNPT untuk penyamaan data serta terkait Surat Keterangan Korban.
LPSK sendiri melalui UU 31/2014 telah memberikan perlindungan kepada korban terorisme yang terjadi di masa lalu. Bentuknya bantuan medis, psikologis dan psikososial. Sejumlah korban terorisme mulai dari peristiwa bom Bali I dan II, bom kedubes Australia, bom hotel JW Marriot, bom Thamrin, bom Kampung Melayu hingga bom Samarinda tercatat telah menerima ragam bantuan tersebut.
Lihat Juga: 6 Menteri Perdagangan Sedekade Terakhir, Nomor 2 Jadi Tersangka Dugaan Korupsi Importasi Gula
(muh)