Penembakan Kantor MUI Teror bagi Umat Islam, Motif Harus Diusut Tuntas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Hukum dan HAM Ikhsan Abdullah mendesak aparat penegak hukum segera mendalami motif penembakan di kantor MUI Pusat. Ikhsan yakin penembakan ini sebagai bentuk teror terhadap organisasi ulama yang harus dikutuk keras.
"Berbagai motif penyerangan ini harus didalami. Karena ini bukan kejadian by accident, tapi ada rangkaian tindakan pelaku sebelumnya. Harus dicari benang merah, motif dan tujuannya apa," ujar Ikhsan kepada Sindonews.com, Selasa (2/5/2023).
Ikhsan membeberkan bahwa pelaku yang asal Lampung ini pernah berkirim surat ke MUI ditujukan kepada Ketua Umum pada Juni 2022 lalu. Inti suratnya adalah minta pengakuan MUI bahwa dirinya sebagai nabi. Karena permintaan yang absurd itu, komisi MUI tidak sempat membahas dan merespons.
"Setelah beberapa lama tidak mendapat respons, pelaku kirim surat lagi dan ingin menemui langsung Ketua Umum MUI di kantor pusat Jakarta," katanya.
Singkat cerita, lanjut Ikhsan, pelaku tidak berhasil menemui Ketua MUI KH Miftachul Ahyar. Ketika datang ke kantor MUI hanya ditemui staf sekretariat dan menyerahkan surat kedua.
"Selang beberapa waktu kirim surat lagi dan ditembuskan ke Polda Metro Jaya dengan permintaan sama, ingin dipertemukan dengan Ketum MUI. Jadi sudah tiga kali pelaku bolak-balik Lampung-MUI untuk tujuan itu," kata Ikhsan.
Lantas pecah kejadian tadi pagi. Pelaku melakukan penembakan ke Gedung MUI dari luar, mengenai kaca dan melukai beberapa staf dan anggota keamanan MUI. Nah, setelah tertangkap, kata Ikhsan, pelaku berpura pura pingsan dan gila.
"Sekarang dapat kabar pelaku sudah meninggal. Padahal ada saat ditangkap dia masih hidup," katanya.
Selain itu, penembakan terjadi bertepatan dengan jadwal rapat pimpinan MUI yang digelar setiap Selasa. Rapim dihadiri oleh pengurus lengkap, tiga wakil ketua umum dan sekjen hadir dalam rapat yang digelar di lantai 4 kantor MUI.
"Alhamdulilah pengurus dan para ulama yang hadir aman. Tapi ini menimbulkan pertanyaan, kok pelaku seolah-olah tahu kapan jadwal rapim pengurus MUI Pusat diadakan. Ini yang harus didalami oleh aparat," kata Ikhsan.
Apalagi, kata Ikhsan, sebelumnya telah terjadi penyerangan juga di kantor MUI Lampung sebelum Ramadan lalu. Modusnya sama. Serangan menyebabkan kaca depan kantor MUI Lampung pecah. Dari sini harus diselidik lebih lanjut apakah dua serangan ke kantor MUI ini ada kaitannya apa tidak. Pelakunya juga harus diungkap, satu kelompok atau tidak.
"Tapi saya yakin ini teror ke MUI yang harus diusut dengan tuntas," ujar Ikhsan.
Wasekjen MUI bidang Hukum dan HAM ini juga mengutuk tindakan teror dengan dalih apa pun yang dilakukan oleh pelaku. Menurutnya, tindakan tersebut tidak mencerminkan Islam Wasathiyah.
Ikhsan menganggap pelaku yang telah tewas mengaku nabi jelas-jelas menyalahi syariat Islam. Selain itu, juga ada fakta dan data bahwa pelaku memiliki niat untuk melakukan tindakan pelanggaran hukum berupa ancaman kekerasan terhadap pimpinan MUI dan petinggi negara.
"Tindakan pelaku penembakan kantor MUI Pusat adalah bentuk teror terhadap umat Islam," katanya.
Lihat Juga: Kasus Agus Buntung, Polri Dinilai Sudah Lindungi Korban dan Penuhi Hak Kelompok Disabilitas
"Berbagai motif penyerangan ini harus didalami. Karena ini bukan kejadian by accident, tapi ada rangkaian tindakan pelaku sebelumnya. Harus dicari benang merah, motif dan tujuannya apa," ujar Ikhsan kepada Sindonews.com, Selasa (2/5/2023).
Ikhsan membeberkan bahwa pelaku yang asal Lampung ini pernah berkirim surat ke MUI ditujukan kepada Ketua Umum pada Juni 2022 lalu. Inti suratnya adalah minta pengakuan MUI bahwa dirinya sebagai nabi. Karena permintaan yang absurd itu, komisi MUI tidak sempat membahas dan merespons.
"Setelah beberapa lama tidak mendapat respons, pelaku kirim surat lagi dan ingin menemui langsung Ketua Umum MUI di kantor pusat Jakarta," katanya.
Singkat cerita, lanjut Ikhsan, pelaku tidak berhasil menemui Ketua MUI KH Miftachul Ahyar. Ketika datang ke kantor MUI hanya ditemui staf sekretariat dan menyerahkan surat kedua.
"Selang beberapa waktu kirim surat lagi dan ditembuskan ke Polda Metro Jaya dengan permintaan sama, ingin dipertemukan dengan Ketum MUI. Jadi sudah tiga kali pelaku bolak-balik Lampung-MUI untuk tujuan itu," kata Ikhsan.
Lantas pecah kejadian tadi pagi. Pelaku melakukan penembakan ke Gedung MUI dari luar, mengenai kaca dan melukai beberapa staf dan anggota keamanan MUI. Nah, setelah tertangkap, kata Ikhsan, pelaku berpura pura pingsan dan gila.
"Sekarang dapat kabar pelaku sudah meninggal. Padahal ada saat ditangkap dia masih hidup," katanya.
Selain itu, penembakan terjadi bertepatan dengan jadwal rapat pimpinan MUI yang digelar setiap Selasa. Rapim dihadiri oleh pengurus lengkap, tiga wakil ketua umum dan sekjen hadir dalam rapat yang digelar di lantai 4 kantor MUI.
"Alhamdulilah pengurus dan para ulama yang hadir aman. Tapi ini menimbulkan pertanyaan, kok pelaku seolah-olah tahu kapan jadwal rapim pengurus MUI Pusat diadakan. Ini yang harus didalami oleh aparat," kata Ikhsan.
Apalagi, kata Ikhsan, sebelumnya telah terjadi penyerangan juga di kantor MUI Lampung sebelum Ramadan lalu. Modusnya sama. Serangan menyebabkan kaca depan kantor MUI Lampung pecah. Dari sini harus diselidik lebih lanjut apakah dua serangan ke kantor MUI ini ada kaitannya apa tidak. Pelakunya juga harus diungkap, satu kelompok atau tidak.
"Tapi saya yakin ini teror ke MUI yang harus diusut dengan tuntas," ujar Ikhsan.
Wasekjen MUI bidang Hukum dan HAM ini juga mengutuk tindakan teror dengan dalih apa pun yang dilakukan oleh pelaku. Menurutnya, tindakan tersebut tidak mencerminkan Islam Wasathiyah.
Ikhsan menganggap pelaku yang telah tewas mengaku nabi jelas-jelas menyalahi syariat Islam. Selain itu, juga ada fakta dan data bahwa pelaku memiliki niat untuk melakukan tindakan pelanggaran hukum berupa ancaman kekerasan terhadap pimpinan MUI dan petinggi negara.
"Tindakan pelaku penembakan kantor MUI Pusat adalah bentuk teror terhadap umat Islam," katanya.
Lihat Juga: Kasus Agus Buntung, Polri Dinilai Sudah Lindungi Korban dan Penuhi Hak Kelompok Disabilitas
(abd)