Dubes Akui Banyak Sekolah di Jepang Tutup, Pemicunya Gaya Hidup
loading...
A
A
A
JAKARTA - Duta Besar Jepang untuk Indonesia Kanasugi Kenji mengakui banyak sekolah yang tutup di negaranya. Salah satunya adalah SMP Yumoto di Ten-ei, di daerah pegunungan utara Jepang. Informasi tutupnya sekolah berusia 76 tahun itu viral di media massa.
Kanasugi menjelaskan tutupnya sekolah di Jepang lantarannya turunnya angka kelahiran. Fenomena ini menyebabkan banyak sekolah di Jepang digabung.
"Itu benar karena penurunan tingkat kelahiran. Dua sekolah menyatu menjadi satu. Jadi, jumlah sekolah menurun," ujar Kanasugi saat acara buka bersama di Kediaman Resmi Duta Besar Jepang untuk Republik Indonesia, Jakarta Selatan, Jumat (14/4/2023).
Menurut Kanasugi, turunnya jumlah kelahiran dikarenakan gaya hidup generasi muda yang menginginkan hidup sendiri. Selain merasa berat memiliki anak, generasi muda Jepang juga senang menjadi lajang selamanya.
"Tapi saya kira orang-orang muda membentuk gaya hidup. Jadi, mereka lebih suka tetap melajang dan menikmati kehidupan mereka," kata dia.
Pemerintah Jepang terus menggalakkan program untuk meningkatkan jumlah pernikahan. Kanasugi menjelaskan, pada masa pemerintahan Perdana Menteri Fumio Kishida anggaran untuk program anak ditingkatkan. Selain itu, badan pemerintah baru yang akan dibentuk menangani masalah ini.
"Tetapi kami berupaya sebisa-bisanya untuk meningkatkan angka kelahiran. Kami menganjurkan kaum muda untuk menikah dan memiliki lebih banyak anak. Mereka harus mengubah gaya hidup mereka sepenuhnya," ujar dia.
Lihat Juga: Sekolah Harus Jadi Tempat Nyaman untuk Siswa, Bebas dari Intoleransi, Kekerasan, dan Bullying
Kanasugi menjelaskan tutupnya sekolah di Jepang lantarannya turunnya angka kelahiran. Fenomena ini menyebabkan banyak sekolah di Jepang digabung.
"Itu benar karena penurunan tingkat kelahiran. Dua sekolah menyatu menjadi satu. Jadi, jumlah sekolah menurun," ujar Kanasugi saat acara buka bersama di Kediaman Resmi Duta Besar Jepang untuk Republik Indonesia, Jakarta Selatan, Jumat (14/4/2023).
Menurut Kanasugi, turunnya jumlah kelahiran dikarenakan gaya hidup generasi muda yang menginginkan hidup sendiri. Selain merasa berat memiliki anak, generasi muda Jepang juga senang menjadi lajang selamanya.
"Tapi saya kira orang-orang muda membentuk gaya hidup. Jadi, mereka lebih suka tetap melajang dan menikmati kehidupan mereka," kata dia.
Pemerintah Jepang terus menggalakkan program untuk meningkatkan jumlah pernikahan. Kanasugi menjelaskan, pada masa pemerintahan Perdana Menteri Fumio Kishida anggaran untuk program anak ditingkatkan. Selain itu, badan pemerintah baru yang akan dibentuk menangani masalah ini.
"Tetapi kami berupaya sebisa-bisanya untuk meningkatkan angka kelahiran. Kami menganjurkan kaum muda untuk menikah dan memiliki lebih banyak anak. Mereka harus mengubah gaya hidup mereka sepenuhnya," ujar dia.
Lihat Juga: Sekolah Harus Jadi Tempat Nyaman untuk Siswa, Bebas dari Intoleransi, Kekerasan, dan Bullying
(muh)