PPP Tak Bisa Dorong PDIP Gabung Koalisi Besar, Ini Penyebabnya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Koalisi Besar yang digagas lima partai hingga kini belum resmi terbentuk. Karena itu, Partai Persatuan Pembangunan ( PPP ) menyebut tidak mungkin partainya mendorong Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDIP ) untuk masuk atau bergabung ke Koalisi Besar .
"Sekarang nggak mungkin kita dorong dia (PDIP) masuk ke Koalisi Besar, sementara Koalisi Besar belum terbentuk," kata Juru Bicara PPP Usman Tokan kepada wartawan, Jumat (14/4/2023).
Dia menyatakan, PPP sebagai salah satu parpol yang memiliki kedekatan dengan PDIP pun tidak bisa memaksakan kehendak agar partai berlambang banteng moncong putih itu bergabung atau berkoalisi.
Menurut dia, wajar apabila PDIP hingga kini belum menentukan arah kerja sama politik jelang Pemilu 2024. Pasalnya, PDIP tetap bisa mengusung calon presiden dan calon wakil presiden tanpa berkoalisi.
"Kalau PDIP waktunya masih cukup kemudian PDIP bisa usung sendiri, jadi wajar saja kalau sampai hari ini dia masih belum melakukan langkah ke publik. Jadi itu hal yang wajar," ujarnya.
Diketahui, hingga kini belum menentukan arah koalisi Pilpres 2024. Partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri ini diperkirakan akan memecah Koalisi Besar agar kadernya bisa ikut bertarung di Pilpres 2024.
Menurut pengamat politik dari Universitas Nasional (Unas) Robi Nurhadi, sikap PDIP jelang Pilpres 2024 masih mengundang pertanyaan: antara mempertahankan gengsi politik parpol besar bertiket capres, kurang komunikatif dalam manuver politik, atau justru sedang membangun strategi king maker.
Saat ini lima parpol yakni Partai Golkar, Partai Gerindra, PKB, PAN, dan PPP menggagas Koalisi Besar. Belum jelas siapa yang akan menjadi capres, tetapi nama Prabowo Subianto menjadi yang terdepan. Sementara, tiga parpol yakni Nasdem, Demokrat, dan PKS telah meneken Piagam Koalisi Perubahan untuk Persatuan yang mencapreskan Anies Baswedan.
"Kalau PDIP majukan capresnya tanpa koalisi, potensi kekalahannya cenderung besar. Untungnya lebih ke internal PDIP, yaitu konsolidasi menguat, dinasti politik dapat dipertahankan," ujar Robi kepada SINDOnews, Kamis (13/4/2023).
Jika PDIP memutuskan akan berkoalisi, lanjut Robi, pilihannya hanya dua. "Gabung dengan Koalisi Besar atau memecah Koalisi Besar menjadi 'Koalisi Sedang'. Menarik kembali KIB (Koalisi Indonesia Bersatu), atau memecah sebagian KIB. Dan itu potensial terjadi," kata Robi yang juga Dosen FISIP Unas.
Robi mengatakan, ketimbang maju sendiri dan kalah lalu menjadi oposisi, PDIP cenderung ingin mempertahankan kekuasaan saat ini, bahkan kalau perlu memperluasnya. Masalahnya, kalau bergabung dengan Koalisi Besar, gengsi politik PDIP menjadi turun karena kemungkinan hanya dapat pos cawapres. Jadi, potensinya PDIP cenderung melakukan langkah koalisi dengan memecah Koalisi Besar tersebut.
"Maka, PDIP cenderung akan majukan capresnya dengan menggandeng wakil dari parpol Islam seperti PPP. Artinya, PDIP akan memecah Koalisi Besar. Langkah ini lebih dekat kemungkinannya. PDIP untung secara internal dan dinasti, mitranya juga untung gengsi dan peluang politik ke depannya dengan posisi cawapres. Masalahnya adalah soal dana pemenangannya."
Namun, persoalan dana ini bisa teratasi jika Sandiaga Salahuddin Uno jadi hijrah dari Partai Gerindra ke PPP. "Ada kemungkinan PDIP koalisi dengan PPP. Antara Puan-Sandi atau Ganjar-Sandi. Kalau kepentingannya dinasti, maka formasinya Puan-Sandi. Meski itu hal yang tidak populis, saya melihat kecenderungan tersebut lebih kuat," kata Robi.
"Sekarang nggak mungkin kita dorong dia (PDIP) masuk ke Koalisi Besar, sementara Koalisi Besar belum terbentuk," kata Juru Bicara PPP Usman Tokan kepada wartawan, Jumat (14/4/2023).
Dia menyatakan, PPP sebagai salah satu parpol yang memiliki kedekatan dengan PDIP pun tidak bisa memaksakan kehendak agar partai berlambang banteng moncong putih itu bergabung atau berkoalisi.
Menurut dia, wajar apabila PDIP hingga kini belum menentukan arah kerja sama politik jelang Pemilu 2024. Pasalnya, PDIP tetap bisa mengusung calon presiden dan calon wakil presiden tanpa berkoalisi.
"Kalau PDIP waktunya masih cukup kemudian PDIP bisa usung sendiri, jadi wajar saja kalau sampai hari ini dia masih belum melakukan langkah ke publik. Jadi itu hal yang wajar," ujarnya.
Diketahui, hingga kini belum menentukan arah koalisi Pilpres 2024. Partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri ini diperkirakan akan memecah Koalisi Besar agar kadernya bisa ikut bertarung di Pilpres 2024.
Menurut pengamat politik dari Universitas Nasional (Unas) Robi Nurhadi, sikap PDIP jelang Pilpres 2024 masih mengundang pertanyaan: antara mempertahankan gengsi politik parpol besar bertiket capres, kurang komunikatif dalam manuver politik, atau justru sedang membangun strategi king maker.
Saat ini lima parpol yakni Partai Golkar, Partai Gerindra, PKB, PAN, dan PPP menggagas Koalisi Besar. Belum jelas siapa yang akan menjadi capres, tetapi nama Prabowo Subianto menjadi yang terdepan. Sementara, tiga parpol yakni Nasdem, Demokrat, dan PKS telah meneken Piagam Koalisi Perubahan untuk Persatuan yang mencapreskan Anies Baswedan.
"Kalau PDIP majukan capresnya tanpa koalisi, potensi kekalahannya cenderung besar. Untungnya lebih ke internal PDIP, yaitu konsolidasi menguat, dinasti politik dapat dipertahankan," ujar Robi kepada SINDOnews, Kamis (13/4/2023).
Jika PDIP memutuskan akan berkoalisi, lanjut Robi, pilihannya hanya dua. "Gabung dengan Koalisi Besar atau memecah Koalisi Besar menjadi 'Koalisi Sedang'. Menarik kembali KIB (Koalisi Indonesia Bersatu), atau memecah sebagian KIB. Dan itu potensial terjadi," kata Robi yang juga Dosen FISIP Unas.
Robi mengatakan, ketimbang maju sendiri dan kalah lalu menjadi oposisi, PDIP cenderung ingin mempertahankan kekuasaan saat ini, bahkan kalau perlu memperluasnya. Masalahnya, kalau bergabung dengan Koalisi Besar, gengsi politik PDIP menjadi turun karena kemungkinan hanya dapat pos cawapres. Jadi, potensinya PDIP cenderung melakukan langkah koalisi dengan memecah Koalisi Besar tersebut.
"Maka, PDIP cenderung akan majukan capresnya dengan menggandeng wakil dari parpol Islam seperti PPP. Artinya, PDIP akan memecah Koalisi Besar. Langkah ini lebih dekat kemungkinannya. PDIP untung secara internal dan dinasti, mitranya juga untung gengsi dan peluang politik ke depannya dengan posisi cawapres. Masalahnya adalah soal dana pemenangannya."
Namun, persoalan dana ini bisa teratasi jika Sandiaga Salahuddin Uno jadi hijrah dari Partai Gerindra ke PPP. "Ada kemungkinan PDIP koalisi dengan PPP. Antara Puan-Sandi atau Ganjar-Sandi. Kalau kepentingannya dinasti, maka formasinya Puan-Sandi. Meski itu hal yang tidak populis, saya melihat kecenderungan tersebut lebih kuat," kata Robi.
(zik)