Dampak Perjalanan Sembahyang Leluhur Ma Ying-jeou terhadap Hubungan Lintas Selat Taiwan-China

Senin, 03 April 2023 - 18:45 WIB
loading...
Dampak Perjalanan Sembahyang Leluhur Ma Ying-jeou terhadap Hubungan Lintas Selat Taiwan-China
Harryanto Aryodiguno. Foto/Istimewa
A A A
Harryanto Aryodiguno Ph.D
Assistant Professor International Relations Study at President University, Indonesia

LANGKAH mantan Presiden Republic of China ( Taiwan ) Ma Ying-jeou pulang ke Daratan China dalam rangka sembahyang leluhur memiliki implikasi simbolik dan politik. Implikasi yang muncul signifikan.

Secara simbolik, kepulangan ini menandakan upaya untuk menghormati leluhur dan meningkatkan hubungan antara Daratan China dan Taiwan. Namun, secara politik, kunjungan ini dapat memicu perdebatan tentang hubungan antara KMT (Kuomintang) dan DPP (Partai Progresif Demokrat), isu kemerdekaan Taiwan, dan hubungan lintas selat.

Kedatangan Ma juga menunjukkan bahwa KMT, yang memerintah Taiwan selama beberapa dekade sebelum kekuasaan DPP, masih memegang keyakinan dalam hubungan dengan Daratan China. Namun, hal ini juga menunjukkan perbedaan pandangan antara KMT dan DPP, yang menentang unifikasi dengan Daratan China dan mendukung kemerdekaan Taiwan. Momentum Ma ke China dapat menimbulkan ketegangan dalam hubungan antara kedua partai dan meningkatkan ketidakpercayaan publik terhadap KMT.

Isu kemerdekaan Taiwan juga dapat terpicu oleh kunjungan mantan Presiden Ma. DPP dapat menganggap kunjungan ini sebagai upaya untuk melemahkan dukungan masyarakat terhadap kemerdekaan Taiwan dan memperkuat klaim China atas wilayah Taiwan. Di sisi lain, KMT dapat menggunakan ziarah ke makam leluhur ini sebagai kesempatan untuk memperjuangkan hubungan lebih dekat dengan Daratan China, yang dapat membantu mereka memenangkan dukungan publik.



Kedatangan Ma Ying-jeou ke Daratan China dapat dianggap sebagai tindakan yang mendukung pendekatan pro-China dalam hubungan lintas selat, yang dapat memperburuk hubungan antara Taiwan dan China. Di sisi lain, juga dapat dilihat sebagai upaya untuk meningkatkan hubungan antara Taiwan dan China, yang dapat membawa manfaat bagi kedua belah pihak.

Intinya, mudiknya mantan Presiden ROC Taiwan Ma Ying-jeou ke Daratan China dalam rangka sembahyang leluhur memiliki implikasi simbolik dan politik yang kompleks. Meskipun dapat memperkuat hubungan antara Daratan China dan Taiwan, kepulangan ini juga dapat memicu ketegangan dalam hubungan antara KMT dan DPP atau partai yang berkuasa di Taiwan saat ini, memperburuk isu kemerdekaan Taiwan, dan memperburuk hubungan lintas selat.

Keputusan Ma Ying-jeou untuk mengunjungi daratan China dalam rangka sembahyang leluhur pasti akan mendapatkan kritik dari beberapa kekuatan politik di Taiwan, terutama dari Partai Progresif Demokratik atau DPP. Ma Ying-jeou pernah memimpin Taiwan sebagai presiden selama dua periode, dari 2008 hingga 2016. Selama masa jabatannya, Ma melakukan pendekatan dengan daratan China dengan slogan "tidak ada unifikasi, tidak ada kemerdekaan, dan tidak ada pengerahan kekuatan militer" dalam hubungan antara Taiwan dan China. Dia juga memperjuangkan hubungan ekonomi yang lebih erat dengan China, termasuk dengan menandatangani Persetujuan Kerja Sama Ekonomi Komprehensif (ECFA) pada 2010.

Ma Ying-jeou mengunjungi daratan China dalam rangka sembahyang leluhur menunjukkan bahwa ia memiliki keyakinan dan kemauan politik yang kuat dalam pendekatan yang lebih dekat dengan China. Hal ini menunjukkan bahwa Ma Ying-jeou memiliki keterampilan dan kemampuan untuk menavigasi hubungan yang kompleks antara kedua belah pihak.

Namun, kritik terhadap keputusan Ma Ying-jeou juga dapat mengacu pada kemungkinan tujuan politiknya dalam kunjungan tersebut, seperti menentang kunjungan Presiden Tsai Ing-wen ke Amerika Serikat. Hal ini memang dapat menjadi alasan yang masuk akal, mengingat hubungan politik yang tegang antara China dan Amerika Serikat, serta posisi Taiwan sebagai objek dalam hubungan tersebut.

Secara keseluruhan, keputusan Ma Ying-jeou untuk mengunjungi daratan China dalam rangka sembahyang leluhur dapat diinterpretasikan dalam berbagai cara oleh berbagai kekuatan politik. Namun, fakta bahwa dia masih memiliki pengaruh politik dan keyakinan dalam pendekatan yang lebih dekat dengan China menunjukkan bahwa dia tetap menjadi tokoh politik yang berpengaruh di Taiwan.

Kunjungan Ma Ying-jeou ke daratan China sejalan dengan kebijakan umum Beijing saat ini, yaitu mempromosikan pertukaran lintas selat dan mendinginkan konflik di Selat Taiwan. Ini dapat dianggap sebagai upaya untuk menciptakan stabilitas dan meningkatkan kerja sama ekonomi antara kedua belah pihak.

Namun, terkait dengan sikap dari pejabat Beijing terhadap kedatangan Ma Ying-jeou di daratan China, dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pandangan politik pihak-pihak yang ada di sana dan kemungkinan pengaruh yang dimiliki Ma Ying-jeou pada Front Unifikasi. Daratan China mungkin menghormati kemauan politik Ma Ying-jeou, tetapi tidak ingin menggunakan kunjungannya sebagai mesin penggerak untuk Persatuan seluruh China atau melibatkan diri dalam politik Taiwan yang sensitif.

Upaya untuk menciptakan keseimbangan antara mempromosikan hubungan yang lebih dekat antara Taiwan dan China dengan menghormati pandangan politik dan budaya yang berbeda di kedua belah pihak akan menjadi tantangan yang kompleks. Namun, upaya untuk membangun dialog dan kerja sama antara kedua belah pihak sangat penting untuk mencapai tujuan ini dan untuk menciptakan stabilitas jangka panjang di kawasan Asia Timur.

Sikap politik Ma Ying-jeou dan keputusannya untuk mengunjungi daratan China masih kontroversial dan dapat diinterpretasikan berbeda oleh berbagai pihak. Ada yang mendukung keputusannya dan menganggapnya sebagai tindakan yang positif untuk mempromosikan perdamaian dan kerja sama lintas selat, sementara ada pula yang menentang keputusannya dan menganggapnya sebagai tindakan yang dapat mengancam kedaulatan dan integritas Taiwan.

Oleh karena itu, dalam mengatasi masalah politik dan masa depan Taiwan, penting untuk mempertimbangkan pandangan yang berbeda dan mencari solusi yang menguntungkan semua pihak. Dialog dan kerja sama yang terbuka dan jujur antara Taiwan dan China perlu didorong dan dibangun atas dasar kesetaraan, rasa hormat, dan kepercayaan. Dalam hal ini, sikap rendah hati dan hati-hati dari kedua belah pihak dapat menjadi kunci untuk memajukan hubungan lintas selat dan memperkuat perdamaian dan kestabilan di kawasan tersebut.

Pendukung gerakan kemerdekaan Taiwan berpandangan bahwa sifat Ma Ying-jeou yang anti-Jepang merupakan tindakan mengkhianati Taiwan adalah pandangan yang keliru dan tidak akurat. Ma Ying-jeou selalu menekankan peran dan kontribusi bangsa China dalam perang perlawanan dan pentingnya kerja sama antara Kuomintang dan Partai Komunis dalam menghadapi agresi Jepang. Hal ini juga mencerminkan pandangan historis dan politik Ma Ying-jeou terhadap perang saudara antara Kuomintang dan Partai Komunis serta sejarah perang anti-Jepang di Republik China.

Selain itu, gerakan pro kemerdekaan Taiwan menekankan agar perlu dicatat bahwa Ma Ying-jeou tidak menunjukkan dukungan terhadap gerakan kemerdekaan Taiwan, dan ia mendukung konsep "Satu China" sebagai dasar bagi hubungan antara Taiwan dan China daratan. Dia percaya bahwa dialog damai dan kerja sama saling menguntungkan antara kedua sisi Selat Taiwan adalah cara terbaik untuk mempromosikan kesejahteraan dan kemajuan di wilayah tersebut.

Kembali ke kunjungan atau mudiknya mantan Presiden ROC Taiwan ini ke Daratan China. Perjalanan sembahyang leluhur Ma Ying-jeou memiliki makna simbolis dan dampak terhadap hubungan lintas selat.

Secara simbolis, tindakan ini menunjukkan pentingnya warisan budaya dan sejarah Tionghoa dalam identitas Taiwan, dan juga menunjukkan pentingnya hubungan antara Taiwan dan China. Dalam hal ini, perjalanan ini dapat dilihat sebagai langkah untuk meningkatkan pemahaman dan hubungan antara kedua sisi Selat Taiwan.

Namun, perjalanan ini juga memiliki dampak politik dan dapat dianggap sebagai upaya Ma Ying-jeou untuk memperkuat posisi politiknya. Kritikus dari partai pro kemerdekaan menilai tindakan ini sebagai bentuk penghargaan terhadap Kuomintang dan keterikatan Ma Ying-jeou terhadap China, dan menuduhnya memperkuat hubungan dengan China pada saat ketegangan lintas selat meningkat. Oleh karena itu, perjalanan ini dapat memicu ketegangan politik di Taiwan.

Namun, kita harus melihat tindakan Ma Ying-jeou secara objektif dan tidak jatuh ke dalam bias kognitif yang emosional. Kita harus memahami makna simbolis dari perjalanan ini dan juga mengakui dampak politiknya.

Secara keseluruhan, tindakan ini memperlihatkan pentingnya menjaga hubungan yang stabil dan damai antara kedua sisi Selat Taiwan dan setiap tindakan yang dapat meningkatkan pemahaman dan hubungan antara kedua sisi yang harus diapresiasi dan ditingkatkan untuk mendukung penyatuan kembali dua China yang terpisah.
(zik)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1914 seconds (0.1#10.140)