Google Doodle Tampilkan Raden Ayu Lasminingrat, Ini Sosoknya

Rabu, 29 Maret 2023 - 05:10 WIB
loading...
Google Doodle Tampilkan Raden Ayu Lasminingrat, Ini Sosoknya
Google Doodle menampilkan Aktivis Perempuan dan Cendikiawan Sunda Raden Ayu Lasminingrat dalam rangka merayakan ulang tahunnya yang ke-169. Foto/Dinas Kebudayaan DIY
A A A
JAKARTA - Google Doodle menampilkan Aktivis Perempuan dan Cendikiawan Sunda Raden Ayu Lasminingrat dalam rangka merayakan ulang tahunnya yang ke-169. Google menilai Raden Ayu Lasminingrat sebagai tokoh yang telah membuka jalan bagi generasi perempuan Indonesia.

"Doodle buatan tangan hari ini merayakan ulang tahun ke-169 penulis dan cendekiawan Sunda Lasminingrat yang membuka jalan bagi generasi perempuan Indonesia di masa depan," tulis Google, Rabu (29/3/2023).



Google Doodle Tampilkan Raden Ayu Lasminingrat, Ini Sosoknya


Dalam Google Doodle ditampilkan wajah Raden Ayu Lasminingrat serta sejumlah ornamen seperti siswa yang menerima pelajaran dari guru di bawah pondok, tangga dan burung, tangan yang sedang menulis, serta bunga dan matahari yang bersinar.

"Terima kasih Lasminingrat yang telah mendedikasikan hidupnya untuk pemberdayaan perempuan Indonesia dan menjadi pelopor pendidikan perempuan," tulis Google kembali.

Dikutip dari laman Google, Doodle merupakan perubahan logo Google yang asyik, mengejutkan, dan kadang spontan untuk merayakan liburan dan peristiwa penting, serta memperingati kehidupan para seniman, pelopor, dan ilmuwan terkenal.

Ide untuk orat-oret (Doodle) datang dari sejumlah sumber, termasuk karyawan, dan pengguna Google. Proses pemilihan ide bertujuan untuk merayakan ulang tahun serta perayaan yang menarik dan mencerminkan kepribadian maupun kecintaan Google akan inovasi.

Bagi Google, membuat orat-oret telah menjadi upaya kelompok untuk memeriahkan beranda Google dan membawa senyum ke wajah para pengguna Google di seluruh dunia. Tim ini telah menciptakan lebih dari 5.000 coretan untuk halaman beranda Google di seluruh dunia.

Lantas, seperti apa sosok Raden Ayu Lasminingrat sehingga Google tertarik menampilkan Doodle ulang tahunnya yang ke-169? Dikutip dari laman budaya.jogjaprov.go.id, Rabu (29/3/2023), Lasminingrat merupakan salah satu tokoh perempuan yang berjuang di bidang pendidikan sekaligus representasi kaum perempuan dalam memperjuangkan kesetaraan gender yang pada zamannya masih tertinggal.

Lasminingrat merupakan putri seorang Ulama atau Kiai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lahir pada tahun 1843 di Garut dengan nama Soehara, Lasminingrat yang memiliki kecerdasan luar biasa dengan mendapat pendidikan di sekolah Belanda di daerah Sumedang. Untuk melanjutkan pendidikannya di Sumedang, ia harus dipisahkan dari keluarganya dan diasuh oleh teman ayahnya, Levyson Norman.

Berkat didikan Norman, Lasminingrat tercatat sebagai perempuan pribumi satu-satunya yang fasih menulis dan membaca serta berbahasa Belanda pada masanya. Perjuangan Lasminingrat diawali dari dunia kepenulisan.

Lasminingrat menggunakan kemampuan literasinya untuk mengadaptasi dongeng Eropa ke dalam bahasa Sunda. Lasminingrat mendidik anak-anak melalui buku bacaan berbahasa Sunda, pendidikan moral, agama, ilmu alam, psikologi, dan sosiologi.

Dia menyisipkan cerita yang disadur dari bahasa asing yang disesuaikan dengan kultur Sunda dan bahasa yang mudah dimengerti. Ia berhasil menyadurkan banyak cerita karya Grimm yang popular di Eropa. Tujuan penyaduran itu tidak lain agar kaumnya dapat membaca karya-karya penulis Eropa tersebut dan mengambil hikmahnya oleh kaum perempuan Sunda.

Kumpulan sadurannya itu kemudian diterbitkan untuk pertama kalinya pada tahun 1875 oleh percetakan milik pemerintah, Landsdrukkerji dengan judul Tjarita Erman. Pada tahun berikutnya atau tahun 1876 terbit karyanya yang kedua yang diberi judul Warnasari atawa Roepa-roepa Dongeng pun terbit.

Kedua karyanya tersebut telah menjadi salah satu buku pelajaran bukan saja di Garut, tetapi tersebar hingga daerah luar Jawa yang diterjemahkan dalam Bahasa Melayu.
Karyanya Warnasari jilid 1 dan 2 bahkan terkenal luas di seluruh Indonesia.

Setelah menikah dengan Bupati Garut Raden Adipati Aria Wiratanudatar VII, perhatian Lasminingrat beralih ke bidang pendidikan bagi kaum perempuan Sunda. Pada tahun 1907, Lasminingrat mendirikan Sakola Kautamaan Istri atau Sekolah Keutamaan Istri di lingkungan Ruang Gamelan, Pendopo Garut.

Awalnya dibuka terbatas untuk lingkungan para priyayi atau bangsawan lokal saja dengan materi pelajaran berupa baca, tulis, dan pemberdayaan perempuan. Selanjutnya tahun 1911 sekolah tersebut pindah ke Jalan Ranggalawe.

Tak disangka, sekolah yang dibangunnya berkembang. Jumlah muridnya mencapai 200 orang dan lima kelas dibangun di sebelah pendopo. Sekolah ini akhirnya mendapatkan pengesahan dari Pemerintah Hindia Belanda pada 1913 melalui akta nomor 12 tertanggal 12 Februari 1913.

Pihak pemerintah kolonial menganggap jasa dan peranan Lasminingrat besar dalam membangun pendidikan untuk kaum bumiputera-bumiputeri oleh karenanya ia diberi penghargaan dan kompensasi tetap bulanan selama mengajar. Pada 1934, cabang-cabang Sekolah Keutamaan Istri dibangun di kota Wetan Garut, Cikajang, dan Bayongbong.

Lasminingrat masih aktif meskipun tidak langsung dalam dunia pendidikan hingga usia 80 tahun. Ia menghembuskan nafas terakhirnya 10 April 1948 dalam usia 94 tahun dan kemudian dikebumikan tepat di belakang Mesjid Agung Garut.

Namun sayangnya tidak banyak orang mengetahui atau mengenal Lasminingrat, yang disebut oleh “Sang Pemula” sebagai pribadi perempuan yang berada di luar zamannya. Tokoh perempuan intelektual pertama di Indonesia.

Saat Lasminingrat berkarya 1875, tokoh Wanita seperti RA Kartini (1879), Raden Dewi Sartika (1884), dan Rahman El-Yunusiyah (1900) yang telah diangkat menjadi Pahlawan Nasional bahkan belum lahir. Namun, namanya jarang disebut baik dalam sejarah pergerakan kaum perempuan maupun dalam sejarah nasional Indonesia.



Namanya tenggelam di bawah nama ketiga tokoh tersebut. Dia kalah tenar dengan tokoh perempuan lainnya yang muncul setelah ketiga tokoh itu. Bahkan kiprahnya di pelajaran sejarah pun sangat sedikit dibahas.

Namun semangat dan karyanya tidak ikut tenggelam. Hingga kini, lebih dari 1 abad kemudian, mimpinya masih terus mengalir di darah setiap perempuan Sunda.
(kri)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1117 seconds (0.1#10.140)