Pemerataan melalui Proyek Strategis Nasional
loading...
A
A
A
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
Pembangunan merupakan proses yang melibatkan berbagai perubahan mendasar dalam sikap masyarakat, stuktur sosial, dan lembaga nasional serta pengurangan ketimpangan, percepatan pertumbuhan, dan penanggulangan kemiskinan. Para ekonom menyebutkan bahwa terdapat dua hal terpenting dalam pembangunan, yakni menyangkut proses pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan.
Simon Kuznet melalui teorinya meyakini bahwa pada tahap awal pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan akan memburuk atau tidak merata. Akan tetapi, di tahap selanjutnya, tatkala pembangunan mulai menyentuh banyak aspek maka distribusi pendapatannya akan mengalami peningkatan.
Di sisi lain, Myrdal dalam teorinya menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi kerap melebarkan jurang ketimpangan antara masyarakat ekonomi kelas atas dan bawah. Hal ini terjadi karena adanya akumulasi modal dan kemajuan teknologi yang cenderung meningkatkan konsentrasi penguasaan sumberdaya dan kapital oleh para kelompok “elit” masyarakat.
Sebaliknya, non-pemilik modal akan tetap berada dalam garis kemiskinan. Fenomena tersebut dalam ekonomi disebut denganbackwash effect, di mana investasi akan lebih mendekati pusat-pusat pertumbuhan dan mendorong wilayah tersebut tumbuh lebih tinggi dari wilayah lainnya.
Di Indonesia, permasalahan ketimpangan wilayah hingga kini masih terjadi. Sudah menjadi isu umum bahwa pembangunan wilayah antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) telah terjadi kesenjangan.
Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2022 mencatat bahwa struktur ekonomi Indonesia secara spasial masih terkonsentrasi di pulau Jawa dan Sumatera dengan kontribusi masing-masing sebesar 56,48% dan 22,04% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Semenara wilayah lainnya seperti Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara, Maluku dan Papua hanya di bawah 10% dari PDB.
Pun demikian sumber pertumbuhan ekonomi tertinggi masih terjadi di pulau Jawa dengan DKI Jakarta di uruttan teratas yakni 1,48%. Pertumbuhan di wilayah ibu kota ditopang sektor perdagangan serta informasi dan komunikasi. Kemudian di Jawa Timur 1,35%, dan Jawa Barat 1,25%.
Dengan komposisi seperti di atas, maka sudah saatnya ada pusat pertumbuhan baru di luar Jawa dan Sumatera. Ini bukan perkara mudah namun tetap harus diupayakan demi menurunkan tingkat ketimpangan antar wilayah dan antar masyarakat di Indonesia.
Pusat pertumbuhan baru ini bisa terwujud jika infrastruktur, iklim usaha, hingga ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai tersedia dalam suatu wilayah. Infrastruktur juga akan membantu masyrakat menjadi lebih terkoneksi sehingga memudahkan terbentuknya pasar-pasar baru dan membuka lapangan kerja.
Demi mewujudkan adanya pertumbuhan-pertumbuhan baru di Indonesia, pemerintah memiliki sejumlah Proyek Strategis Nasional (PSN). Proyek ini terdiri atas pembangunan jalan, air bersih, listrik hingga pendidikan yang dilakukan di berbagai wilayah di Tanah Air.
Melalui PSN, diharapkan program pembangunan dapat memicu sektor lain untuk tumbuh, dan berintegrasi dengan kepentingan daerah. Oleh karena itu, program ini harus didukung oleh pembiayaan yang tepat melibatkan pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta atau bahkan masyarakat.
Ikhwal pembiayaan, ini menjadi tantangan tersendiri yang hingga kini belum usai. Imbasnya, jumlah PSN direvisi dari semula 208 proyek menjadi 200 proyek yang ditargetkan rampung pada semester I/2024.
Penyesuaian ini dilakukan lantaran masih ada sejumlah kendala dalam pencapaian target penyelesaian di 2024. Perubahan jumlah PSN ini bakal tertuang dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang akan diterbitkan dalam waktu dekat.
Terkait sumber pembiayaan, salah satu tantangan utamanya adalah bagaimana melakukan pembangunan dengan cost relatif murah dan berkelanjutan(sustainable). Ini tidak mudah mengingat besarnya jumlah pembiayaan yang dibutuhkan serta kian tingginya tingkat kompetisi antarnegara dalam mendapatkan dana investasi murah.
Sebagai permbandingan, kebutuhan pendanaan pembangunan untuk pembangunan infrastruktur selama 2015-2019 memerlukan modal hingga Rp5.519,4 triliun, atau tak kurang Rp1.103,9 triliun per tahun.
Dilihat dari postur kasar alokasi belanja pada APBN, saat ini anggaran untuk kebutuhan infrastruktur hanya tersedia sekitar 17,6% dari total kebutuhan. Oleh sebab itu, pendanaan pembangunan infrastruktur memerlukan dukungan dari sumber pembiayaan lain dari pihak swasta, baik dalam maupun luar negeri.
Selanjutnya, tantangan lain yang dihadapi dalam PSN ialah kelembagaan, terutama terutama kurangnya koordinasi antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat yang berimbas pada polemik perizinan dan pembebasan lahan.
Data Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) Tahun 2022 mencatat bahwa dari 208 proyek, terdapat 31 proyek yang terkendala perizinan, di antaranya belum terbitnya perpanjangan penetapan lokasi, keterlambatan penerbitan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dan masih menunggureviewdan persetujuan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).
Selain itu, data KPPIP (2022) juga mencatat bahwa terdapat 41 proyek yang berkaitan dengan pengadaan tanah karena belum selesainya proses pembebasan tanah, belum terbit izin pelepasan kawasan hutan, pengadaan tanah karakteristik khusus dan adanya sengketa lahan. Terlebih, KPPIP mencatat bahwa dalam pelaksanaan 208 Proyek tersebut yang menjadi permasalahan terbesar, yakni sebanyak 27%-nya, merupakan isu pengadaan lahan.
Sinergi Pemerintah dan Kolaborasi Swasta
Koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah harus dilakukan sejak awal ketika memulai proses perencanaan. Keterlibatan daerah ditingkatkan, sehingga kesinambungan proyek-proyek tersebut berjalan dengan baik dan masyarakat langsung merasakan manfaatnya.
Pada sisi pembiayaan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus mendorong perluasan peran PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) dalam pembiayaan pembangunan dan pemulihan ekonomi. Peran sentral PT SMI adalah pada pembiayaan proyek infrastruktur dan proyek pembangunan sektor lainnya melalui berbagai skema pinjaman dan creative financing. PT SMI selama ini berhasil membiayai berbagai proyek energi terbarukan, irigasi, rumah sakit, perumahan, serta sektor lainnya.
Selain itu, kerja sama antara Pemerintah dan swasta atau dikenal sebagaiPublic Private Partnership(PPP) juga mampu menjadi solusi yang digunakan dengan variasi skema yang beragam.
Tak hanya itu, perkembangan pasar modal pun menambah alternatif pembiayaan infrastruktur, termasuk dengan diterbitkannya obligasi proyek (project bond) yang juga dimaksudkan untuk menciptakan pasar yang likuid.
Menurut Scott-Quin & Cano (2015) dalam S. Li et al. (2017), pembiayaan skema PPP melalui penerbitan obligasi mengalami peningkatan seperti terlihat di wilayah Eropa dengan porsi penerbitan yang hanya 3% pada tahun 2008 menjadi 27% pada tahun 2013. Artinya, pemerintah juga dapat menerbitkan obligasi proyek yang hasilnya dimanfaatkan oleh pihak swasta untuk membangun proyek infrastruktur yang dibutuhkan Pemerintah.
PSN sejatinya merupakan upaya untuk kepentingan strategis dalam mendorong pertumbuhan dan pemerataan pembangunan guna menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sinergi dan kolaborasi antarsektor dengan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat Indonesia diharapkan menjadi kunci yang dapat mendorong akselerasi penyelesaian PSN sehingga bermanfaat bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Semoga
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
Pembangunan merupakan proses yang melibatkan berbagai perubahan mendasar dalam sikap masyarakat, stuktur sosial, dan lembaga nasional serta pengurangan ketimpangan, percepatan pertumbuhan, dan penanggulangan kemiskinan. Para ekonom menyebutkan bahwa terdapat dua hal terpenting dalam pembangunan, yakni menyangkut proses pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan.
Simon Kuznet melalui teorinya meyakini bahwa pada tahap awal pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan akan memburuk atau tidak merata. Akan tetapi, di tahap selanjutnya, tatkala pembangunan mulai menyentuh banyak aspek maka distribusi pendapatannya akan mengalami peningkatan.
Di sisi lain, Myrdal dalam teorinya menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi kerap melebarkan jurang ketimpangan antara masyarakat ekonomi kelas atas dan bawah. Hal ini terjadi karena adanya akumulasi modal dan kemajuan teknologi yang cenderung meningkatkan konsentrasi penguasaan sumberdaya dan kapital oleh para kelompok “elit” masyarakat.
Sebaliknya, non-pemilik modal akan tetap berada dalam garis kemiskinan. Fenomena tersebut dalam ekonomi disebut denganbackwash effect, di mana investasi akan lebih mendekati pusat-pusat pertumbuhan dan mendorong wilayah tersebut tumbuh lebih tinggi dari wilayah lainnya.
Di Indonesia, permasalahan ketimpangan wilayah hingga kini masih terjadi. Sudah menjadi isu umum bahwa pembangunan wilayah antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) telah terjadi kesenjangan.
Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2022 mencatat bahwa struktur ekonomi Indonesia secara spasial masih terkonsentrasi di pulau Jawa dan Sumatera dengan kontribusi masing-masing sebesar 56,48% dan 22,04% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Semenara wilayah lainnya seperti Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara, Maluku dan Papua hanya di bawah 10% dari PDB.
Pun demikian sumber pertumbuhan ekonomi tertinggi masih terjadi di pulau Jawa dengan DKI Jakarta di uruttan teratas yakni 1,48%. Pertumbuhan di wilayah ibu kota ditopang sektor perdagangan serta informasi dan komunikasi. Kemudian di Jawa Timur 1,35%, dan Jawa Barat 1,25%.
Dengan komposisi seperti di atas, maka sudah saatnya ada pusat pertumbuhan baru di luar Jawa dan Sumatera. Ini bukan perkara mudah namun tetap harus diupayakan demi menurunkan tingkat ketimpangan antar wilayah dan antar masyarakat di Indonesia.
Pusat pertumbuhan baru ini bisa terwujud jika infrastruktur, iklim usaha, hingga ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai tersedia dalam suatu wilayah. Infrastruktur juga akan membantu masyrakat menjadi lebih terkoneksi sehingga memudahkan terbentuknya pasar-pasar baru dan membuka lapangan kerja.
Demi mewujudkan adanya pertumbuhan-pertumbuhan baru di Indonesia, pemerintah memiliki sejumlah Proyek Strategis Nasional (PSN). Proyek ini terdiri atas pembangunan jalan, air bersih, listrik hingga pendidikan yang dilakukan di berbagai wilayah di Tanah Air.
Melalui PSN, diharapkan program pembangunan dapat memicu sektor lain untuk tumbuh, dan berintegrasi dengan kepentingan daerah. Oleh karena itu, program ini harus didukung oleh pembiayaan yang tepat melibatkan pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta atau bahkan masyarakat.
Ikhwal pembiayaan, ini menjadi tantangan tersendiri yang hingga kini belum usai. Imbasnya, jumlah PSN direvisi dari semula 208 proyek menjadi 200 proyek yang ditargetkan rampung pada semester I/2024.
Penyesuaian ini dilakukan lantaran masih ada sejumlah kendala dalam pencapaian target penyelesaian di 2024. Perubahan jumlah PSN ini bakal tertuang dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang akan diterbitkan dalam waktu dekat.
Terkait sumber pembiayaan, salah satu tantangan utamanya adalah bagaimana melakukan pembangunan dengan cost relatif murah dan berkelanjutan(sustainable). Ini tidak mudah mengingat besarnya jumlah pembiayaan yang dibutuhkan serta kian tingginya tingkat kompetisi antarnegara dalam mendapatkan dana investasi murah.
Sebagai permbandingan, kebutuhan pendanaan pembangunan untuk pembangunan infrastruktur selama 2015-2019 memerlukan modal hingga Rp5.519,4 triliun, atau tak kurang Rp1.103,9 triliun per tahun.
Dilihat dari postur kasar alokasi belanja pada APBN, saat ini anggaran untuk kebutuhan infrastruktur hanya tersedia sekitar 17,6% dari total kebutuhan. Oleh sebab itu, pendanaan pembangunan infrastruktur memerlukan dukungan dari sumber pembiayaan lain dari pihak swasta, baik dalam maupun luar negeri.
Selanjutnya, tantangan lain yang dihadapi dalam PSN ialah kelembagaan, terutama terutama kurangnya koordinasi antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat yang berimbas pada polemik perizinan dan pembebasan lahan.
Data Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) Tahun 2022 mencatat bahwa dari 208 proyek, terdapat 31 proyek yang terkendala perizinan, di antaranya belum terbitnya perpanjangan penetapan lokasi, keterlambatan penerbitan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dan masih menunggureviewdan persetujuan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).
Selain itu, data KPPIP (2022) juga mencatat bahwa terdapat 41 proyek yang berkaitan dengan pengadaan tanah karena belum selesainya proses pembebasan tanah, belum terbit izin pelepasan kawasan hutan, pengadaan tanah karakteristik khusus dan adanya sengketa lahan. Terlebih, KPPIP mencatat bahwa dalam pelaksanaan 208 Proyek tersebut yang menjadi permasalahan terbesar, yakni sebanyak 27%-nya, merupakan isu pengadaan lahan.
Sinergi Pemerintah dan Kolaborasi Swasta
Koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah harus dilakukan sejak awal ketika memulai proses perencanaan. Keterlibatan daerah ditingkatkan, sehingga kesinambungan proyek-proyek tersebut berjalan dengan baik dan masyarakat langsung merasakan manfaatnya.
Pada sisi pembiayaan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus mendorong perluasan peran PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) dalam pembiayaan pembangunan dan pemulihan ekonomi. Peran sentral PT SMI adalah pada pembiayaan proyek infrastruktur dan proyek pembangunan sektor lainnya melalui berbagai skema pinjaman dan creative financing. PT SMI selama ini berhasil membiayai berbagai proyek energi terbarukan, irigasi, rumah sakit, perumahan, serta sektor lainnya.
Selain itu, kerja sama antara Pemerintah dan swasta atau dikenal sebagaiPublic Private Partnership(PPP) juga mampu menjadi solusi yang digunakan dengan variasi skema yang beragam.
Tak hanya itu, perkembangan pasar modal pun menambah alternatif pembiayaan infrastruktur, termasuk dengan diterbitkannya obligasi proyek (project bond) yang juga dimaksudkan untuk menciptakan pasar yang likuid.
Menurut Scott-Quin & Cano (2015) dalam S. Li et al. (2017), pembiayaan skema PPP melalui penerbitan obligasi mengalami peningkatan seperti terlihat di wilayah Eropa dengan porsi penerbitan yang hanya 3% pada tahun 2008 menjadi 27% pada tahun 2013. Artinya, pemerintah juga dapat menerbitkan obligasi proyek yang hasilnya dimanfaatkan oleh pihak swasta untuk membangun proyek infrastruktur yang dibutuhkan Pemerintah.
PSN sejatinya merupakan upaya untuk kepentingan strategis dalam mendorong pertumbuhan dan pemerataan pembangunan guna menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sinergi dan kolaborasi antarsektor dengan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat Indonesia diharapkan menjadi kunci yang dapat mendorong akselerasi penyelesaian PSN sehingga bermanfaat bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Semoga
(ynt)