Jaga Keselamatan Pasien, BPOM Dorong Terbangunnya Sistem Farmakovigilans yang Efektif
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kejadian gagal ginjal akut progresif atipikal yang terjadi pada anak-anak beberapa waktu lalu menjadi pembelajaran mengenai pentingnya pengawasan dan pemantauan keamanan penggunaan obat .
Dalam rangka membangun kesadaran tenaga kesehatan dan industri farmasi mengenai pentingnya farmakovigilans dalam pemantauan keamanan obat beredar, BPOM menggelar Talkshow Farmakovigilans yang mengusung tema "Membangun Sistem Farmakovigilans yang Efektif untuk Mengawal Penggunaan Obat Dalam Rangka Keselamatan Pasien (Patient Safety)”, Senin (20/03/2023).
Menurut World Health Organizations (WHO), Farmakovigilans didefinisikan sebagai aktivitas deteksi, penilaian, pencegahan, pemahaman terkait efek samping obat dan permasalahan lain dalam penggunaan suatu obat. Melalui farmakovigilans kita dapat mengidentifikasi risiko dan faktor risiko yang menimbulkan Kejadian Tidak Diinginkan/Efek Samping Obat (KTD/ESO).
Farmakovigilans dapat mencegah terjadinya dampak bahaya lebih lanjut dari penggunaan obat sebagai upaya perlindungan kesehatan masyarakat. BPOM sebagai otoritas pengawasan obat dan makanan di Indonesia melakukan pengawasan khasiat, keamanan, dan mutu obat secara komprehensif sepanjang product life cycle, baik pada tahap sebelum beredar (pre-market) dan selama produk beredar (post-market).
Farmakovigilans merupakan bagian dari pengawasan post-market obat. BPOM berperan sebagai Pusat Farmakovigilans/MESO Nasional yang mempunyai fungsi melakukan pengawalan keamanan obat beredar melalui aktivitas farmakovigilans secara berkesinambungan.
“Tentunya BPOM tidak dapat bekerja sendiri dalam mengawal keamanan obat tersebut. Dukungan peran aktif dari semua key players yang terlibat sangat kami perlukan, yaitu Industri Farmasi, tenaga kesehatan, dan pasien atau masyarakat sebagai pengguna obat,” ujar Kepala BPOM RI Penny K Lukito dikutip, Selasa (21/3/2023).
Kepala BPOM menjelaskan bahwa implementasi farmakovigilans merupakan suatu sistem yang berkesinambungan. Tenaga kesehatan sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan, berperan penting untuk mendeteksi dan melaporkan adanya permasalahan dalam penggunaan obat.
"Rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya pun memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan jaminan keselamatan pasien. Oleh karena itu, penerapan farmakovigilans harus menjadi bagian dari pelayanan kesehatan agar dapat berjalan efektif mengawal keselamatan pasien," paparnya.
Industri farmasi juga tidak terlepas dari perannya dalam pemantauan keamanan obat yang diproduksi dan diedarkan. Sebagaimana telah diatur dalam Peraturan BPOM Nomor 15 Tahun 2022 tentang Penerapan Farmakovigilans, Industri Farmasi wajib melaksanakan farmakovigilans dengan membangun sistem, struktur, dan aktivitas termasuk pelaporan farmakovigilans ke BPOM.
“Masyarakat juga menjadi bagian dari sistem ini. Karena itu, masyarakat perlu dibekali dengan pemahaman tentang obat dan hal-hal yang perlu diperhatikan, termasuk apabila mengalami KTD atau ESO. Di sinilah pentingnya ada kegiatan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi yang kami harapkan dapat dikawal oleh asosiasi profesi kesehatan untuk terus dilakukan. Salah satunya seperti melalui talkshow yang diadakan pada hari ini,” jelas Penny.
Pelaporan KTD/ESO menjadi indikator penting yang menunjukkan bagaimana pemantauan keamanan obat di suatu negara berjalan dengan baik. Sayangnya, dalam peta global pelaporan KTD/ESO, pelaporan di Indonesia masih terkategori sangat rendah, yaitu kurang dari 10.000 laporan per tahun.
“Ke depan, kami mengharapkan adanya peningkatan pelaporan KTD/ESO, baik yang diterima dari tenaga kesehatan maupun dari industri farmasi,” kata dia.
Pada kesempatan ini, Kepala BPOM kembali me-launching Aplikasi e-MESO Mobile. Aplikasi ini merupakan sistem pelaporan farmakovigilans hasil pengembangan dari aplikasi pelaporan e-MESO secara elektronik yang sebelumnya telah tersedia dalam versi website (diakses melalui situs https://e-meso.pom.go.id).
Pengembangan ini bertujuan untuk memudahkan penggunaan aplikasi e-MESO Mobile agar dapat menjangkau lebih banyak pengguna, serta memungkinkan untuk diakses kapan saja dan di mana saja melalui perangkat seluler. Aplikasi ini diperuntukkan bagi tenaga kesehatan dan industri farmasi untuk melaporkan KTD/ESO ke BPOM.
Hasil dari kegiatan hari ini diharapkan dapat mendapatkan masukan dari berbagai pihak untuk upaya strategis yang diperlukan agar sistem farmakovigilans dapat berjalan efektif dengan perkuatan program lebih terstruktur dan mengoptimalkan dukungan sinergi lintas sektor. Selain itu, talkshow ini juga diharapkan dapat memberikan pemahaman lebih komprehensif pentingnya membangun sistem farmakovigilans guna perlindungan pasien di Indonesia.
Talkshow ini diikuti secara hybrid oleh sekitar 300 peserta luring dan 1.000 peserta daring yang berasal dari Kementerian/Lembaga, tim ahli, asosiasi profesi kesehatan, akademisi, Badan Akreditasi Rumah Sakit, tenaga kesehatan, industri farmasi, platform telemedicine, serta Unit Pelaksana Teknis (UPT) BPPOM dari seluruh Indonesia.
Kegiatan ini menghadirkan narasumber yang merupakan pakar dan/atau praktisi farmakovigilans dari BPOM, Kementerian Kesehatan, serta asosiasi profesi kesehatan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Talkshow diselenggarakan dengan metode diskusi interaktif mengenai pentingnya farmakovigilans, peran dari masing-masing pihak dan upaya strategis yang perlu dilakukan untuk mendukung keberhasilan penerapan farmakovigilans dalam mengawal keselamatan pasien.
Dalam rangka membangun kesadaran tenaga kesehatan dan industri farmasi mengenai pentingnya farmakovigilans dalam pemantauan keamanan obat beredar, BPOM menggelar Talkshow Farmakovigilans yang mengusung tema "Membangun Sistem Farmakovigilans yang Efektif untuk Mengawal Penggunaan Obat Dalam Rangka Keselamatan Pasien (Patient Safety)”, Senin (20/03/2023).
Menurut World Health Organizations (WHO), Farmakovigilans didefinisikan sebagai aktivitas deteksi, penilaian, pencegahan, pemahaman terkait efek samping obat dan permasalahan lain dalam penggunaan suatu obat. Melalui farmakovigilans kita dapat mengidentifikasi risiko dan faktor risiko yang menimbulkan Kejadian Tidak Diinginkan/Efek Samping Obat (KTD/ESO).
Farmakovigilans dapat mencegah terjadinya dampak bahaya lebih lanjut dari penggunaan obat sebagai upaya perlindungan kesehatan masyarakat. BPOM sebagai otoritas pengawasan obat dan makanan di Indonesia melakukan pengawasan khasiat, keamanan, dan mutu obat secara komprehensif sepanjang product life cycle, baik pada tahap sebelum beredar (pre-market) dan selama produk beredar (post-market).
Farmakovigilans merupakan bagian dari pengawasan post-market obat. BPOM berperan sebagai Pusat Farmakovigilans/MESO Nasional yang mempunyai fungsi melakukan pengawalan keamanan obat beredar melalui aktivitas farmakovigilans secara berkesinambungan.
“Tentunya BPOM tidak dapat bekerja sendiri dalam mengawal keamanan obat tersebut. Dukungan peran aktif dari semua key players yang terlibat sangat kami perlukan, yaitu Industri Farmasi, tenaga kesehatan, dan pasien atau masyarakat sebagai pengguna obat,” ujar Kepala BPOM RI Penny K Lukito dikutip, Selasa (21/3/2023).
Kepala BPOM menjelaskan bahwa implementasi farmakovigilans merupakan suatu sistem yang berkesinambungan. Tenaga kesehatan sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan, berperan penting untuk mendeteksi dan melaporkan adanya permasalahan dalam penggunaan obat.
"Rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya pun memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan jaminan keselamatan pasien. Oleh karena itu, penerapan farmakovigilans harus menjadi bagian dari pelayanan kesehatan agar dapat berjalan efektif mengawal keselamatan pasien," paparnya.
Industri farmasi juga tidak terlepas dari perannya dalam pemantauan keamanan obat yang diproduksi dan diedarkan. Sebagaimana telah diatur dalam Peraturan BPOM Nomor 15 Tahun 2022 tentang Penerapan Farmakovigilans, Industri Farmasi wajib melaksanakan farmakovigilans dengan membangun sistem, struktur, dan aktivitas termasuk pelaporan farmakovigilans ke BPOM.
“Masyarakat juga menjadi bagian dari sistem ini. Karena itu, masyarakat perlu dibekali dengan pemahaman tentang obat dan hal-hal yang perlu diperhatikan, termasuk apabila mengalami KTD atau ESO. Di sinilah pentingnya ada kegiatan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi yang kami harapkan dapat dikawal oleh asosiasi profesi kesehatan untuk terus dilakukan. Salah satunya seperti melalui talkshow yang diadakan pada hari ini,” jelas Penny.
Pelaporan KTD/ESO menjadi indikator penting yang menunjukkan bagaimana pemantauan keamanan obat di suatu negara berjalan dengan baik. Sayangnya, dalam peta global pelaporan KTD/ESO, pelaporan di Indonesia masih terkategori sangat rendah, yaitu kurang dari 10.000 laporan per tahun.
“Ke depan, kami mengharapkan adanya peningkatan pelaporan KTD/ESO, baik yang diterima dari tenaga kesehatan maupun dari industri farmasi,” kata dia.
Pada kesempatan ini, Kepala BPOM kembali me-launching Aplikasi e-MESO Mobile. Aplikasi ini merupakan sistem pelaporan farmakovigilans hasil pengembangan dari aplikasi pelaporan e-MESO secara elektronik yang sebelumnya telah tersedia dalam versi website (diakses melalui situs https://e-meso.pom.go.id).
Pengembangan ini bertujuan untuk memudahkan penggunaan aplikasi e-MESO Mobile agar dapat menjangkau lebih banyak pengguna, serta memungkinkan untuk diakses kapan saja dan di mana saja melalui perangkat seluler. Aplikasi ini diperuntukkan bagi tenaga kesehatan dan industri farmasi untuk melaporkan KTD/ESO ke BPOM.
Hasil dari kegiatan hari ini diharapkan dapat mendapatkan masukan dari berbagai pihak untuk upaya strategis yang diperlukan agar sistem farmakovigilans dapat berjalan efektif dengan perkuatan program lebih terstruktur dan mengoptimalkan dukungan sinergi lintas sektor. Selain itu, talkshow ini juga diharapkan dapat memberikan pemahaman lebih komprehensif pentingnya membangun sistem farmakovigilans guna perlindungan pasien di Indonesia.
Talkshow ini diikuti secara hybrid oleh sekitar 300 peserta luring dan 1.000 peserta daring yang berasal dari Kementerian/Lembaga, tim ahli, asosiasi profesi kesehatan, akademisi, Badan Akreditasi Rumah Sakit, tenaga kesehatan, industri farmasi, platform telemedicine, serta Unit Pelaksana Teknis (UPT) BPPOM dari seluruh Indonesia.
Kegiatan ini menghadirkan narasumber yang merupakan pakar dan/atau praktisi farmakovigilans dari BPOM, Kementerian Kesehatan, serta asosiasi profesi kesehatan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Talkshow diselenggarakan dengan metode diskusi interaktif mengenai pentingnya farmakovigilans, peran dari masing-masing pihak dan upaya strategis yang perlu dilakukan untuk mendukung keberhasilan penerapan farmakovigilans dalam mengawal keselamatan pasien.
(kri)