Memahami Transaksi Rp300 Triliun
loading...
A
A
A
Carry Nadeak
Managing Director Center for Public Policy Studies
ANGKA Rp300 triliun menjadi trending setelah dilontarkan oleh Menko Polhukam Mahfud MD di tengah pusaran kasus Rafael Alun Trisambodo.
Jumlah (uang) tadi, yang diduga berputar di Kementerian Keuangan, berasal dari PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan). Lontaran tadi berefek ke segala arah dan menimbulkan kebingungan, bahkan di dalam Kementerian Keuangan sendiri.
Baca Juga: koran-sindo.com
Apakah semua transaksi yang dilaporkan PPATK hasil korupsi, hasil pencucian uang, atau kegiatan negatif lainnya? Belum tentu. Karena PPATK hanya mencatat keluar masuknya uang dari seluruh transaksi lembaga keuangan yang ada di Tanah Air.
Jumlah dana keluar masuk yang dihasilkan oleh transaksi lembaga keuangan tadi sudah pasti melebihi angka Rp300 triliun.
Dibutuhkan pendalaman lebih lanjut sebelum sampai pada kesimpulan bahwa transaksi yang tercatat tadi merupakan hasil korupsi. Sebelum sampai ke pendalaman, PPATK sebaiknya juga harus secara jelas menyebutkan sifat dari informasi yang dibagikannya, apakah merupakan laporan hasil analisa (LHA), atau laporan hasil korupsi, misalnya.
Data yang dimiliki PPATK memiliki stakeholder tersendiri, dan tidak semua pihak dapat mengaksesnya. PPATK tidak boleh mengumumkan transaksi tertentu kecuali kepada pihak-pihak yang disebutkan dalam Peraturan PPATK Nomor 15/2021 tentang Tata Cara Permintaan Informasi Ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
Pasal 5 ayat 1 Peraturan tersebut menyebutkan bahwa pihak dalam negeri yang dapat meminta informasi ke PPATK adalah instansi penegak hukum, lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap penyedia jasa keuangan, lembaga yang bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, dan lembaga lain yang terkait dengan pencegahan dan pemberantasan pidana tindak pencucian uang atau tindak pidana lain terkait dengan tindak pidana pencucian uang.
Instansi penegak hukum terdiri atas, Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum dan militer, Kepolisian RI, Kejaksaan RI, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN), Direktorat Jendral Pajak (DJP), Direktorat Jendral Bea & Cukai (DJBC), Polisi Militer atau Oditur Militer di lingkungan Tentara Nasional Indonesia, dan instansi yang oleh undang-undang diberi kewenangan untuk melakukan tindak pidana asal.
Managing Director Center for Public Policy Studies
ANGKA Rp300 triliun menjadi trending setelah dilontarkan oleh Menko Polhukam Mahfud MD di tengah pusaran kasus Rafael Alun Trisambodo.
Jumlah (uang) tadi, yang diduga berputar di Kementerian Keuangan, berasal dari PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan). Lontaran tadi berefek ke segala arah dan menimbulkan kebingungan, bahkan di dalam Kementerian Keuangan sendiri.
Baca Juga: koran-sindo.com
Apakah semua transaksi yang dilaporkan PPATK hasil korupsi, hasil pencucian uang, atau kegiatan negatif lainnya? Belum tentu. Karena PPATK hanya mencatat keluar masuknya uang dari seluruh transaksi lembaga keuangan yang ada di Tanah Air.
Jumlah dana keluar masuk yang dihasilkan oleh transaksi lembaga keuangan tadi sudah pasti melebihi angka Rp300 triliun.
Dibutuhkan pendalaman lebih lanjut sebelum sampai pada kesimpulan bahwa transaksi yang tercatat tadi merupakan hasil korupsi. Sebelum sampai ke pendalaman, PPATK sebaiknya juga harus secara jelas menyebutkan sifat dari informasi yang dibagikannya, apakah merupakan laporan hasil analisa (LHA), atau laporan hasil korupsi, misalnya.
Data yang dimiliki PPATK memiliki stakeholder tersendiri, dan tidak semua pihak dapat mengaksesnya. PPATK tidak boleh mengumumkan transaksi tertentu kecuali kepada pihak-pihak yang disebutkan dalam Peraturan PPATK Nomor 15/2021 tentang Tata Cara Permintaan Informasi Ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
Pasal 5 ayat 1 Peraturan tersebut menyebutkan bahwa pihak dalam negeri yang dapat meminta informasi ke PPATK adalah instansi penegak hukum, lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap penyedia jasa keuangan, lembaga yang bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, dan lembaga lain yang terkait dengan pencegahan dan pemberantasan pidana tindak pencucian uang atau tindak pidana lain terkait dengan tindak pidana pencucian uang.
Instansi penegak hukum terdiri atas, Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum dan militer, Kepolisian RI, Kejaksaan RI, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN), Direktorat Jendral Pajak (DJP), Direktorat Jendral Bea & Cukai (DJBC), Polisi Militer atau Oditur Militer di lingkungan Tentara Nasional Indonesia, dan instansi yang oleh undang-undang diberi kewenangan untuk melakukan tindak pidana asal.