Antara Publikasi dan Privasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kemala Atmojo
Peminat Filsafat, Hukum, dan Seni
Di dunia hiburan, khususnya film, ada dua kata yang sering diucapkan “secara bersamaan”, yakni publikasi dan privasi. Di satu sisi, para pesohor memerlukan publikasi dalam arti pemberitaan agar namanya terus eksis, tapi di sisi lain privasi mereka ingin atau tetap harus dilindungi.
Untuk mempromosikan film barunya, seorang produser, misalnya, biasa mengadakan konferensi pers dengan mengundang sejumlah wartawan. Dari sana para jurnalis mendapat bahan untuk ditulis di medianya masing-masing, dan biasanya yang muncul adalah berita baik atau yang bersifat promosi. Tapi bukan publikasi atau promosi semacam itu yang hendak kita bicarakan di sini – meski ada hubungannya.
Kini, kata publicity dalam arti publisitas telah berkembang menjadi salah satu hak yang harus dilindungi, terutama ketika menyangkut kegiatan yang mempunyai nilai ekonomi. Sekarang, jika Anda ingin menjual film melalui distributor asing, besar kemungkinan akan ditanya: “Apakah Anda punya publicity right dari artis utama film Anda?” Maka Anda harus menunjukkan surat tersebut dari si artis atau kontrak yang di dalamnya termaktub soal “hak publisitas” itu.
Jadi harus dibedakan antara publikasi sebagai eksposure di media massa yang selama ini kita kenal, dengan publisitas sebagai hak yang bernilai ekonomi. Sebagai hak, dalam arti tertentu, publisitas dapat digambarkan sebagai hak eksploitatif yang mirip dengan hak cipta dan merek dagang, di mana seorang individu mempertahankan hak untuk mengeksploitasi nilai ekonomi dari kepribadiannya.
Dengan kata lain, hak publisitas (right of publicity) merujuk pada hak hukum individu untuk mengendalikan penggunaan komersial dari namanya, gambar, wajah, suara, dan ciri-ciri lainnya yang mengidentifikasi dirinya. Hak ini memungkinkan individu untuk mencegah orang lain menggunakan identitas pribadinya untuk tujuan komersial tanpa izin mereka.
Hak publisitas biasanya dikaitkan dengan selebriti dan tokoh publik, tetapi juga dapat berlaku untuk individu biasa. Hak ini diakui oleh banyak negara mirip seperti kekayaan intelektual dan dilindungi oleh hukum dan peraturan.
Di Amerika Serikat, hak publisitas diakui secara bervariasi dari satu negara bagian ke negara bagian lainnya. Beberapa negara bagian memiliki perlindungan yang kuat untuk hak ini, sedangkan yang lain memiliki perlindungan yang lebih lemah atau tidak ada undang-undang khusus. Hak publisitas sering digunakan dalam kasus yang melibatkan penggunaan tidak sah dari nama atau gambar seseorang dalam iklan, penggunaan merek dagang, atau aktivitas komersial lainnya tanpa izin mereka.
Sekarang apa yang dimaksud dengan privasi? Sebagai sebuah hak, hal ini sudah lama menjadi bahan diskusi di dalam ruang-ruang sidang pengadilan di Inggris dan kemudian di Amerika Serikat. Hingga kemudian Samuel Warren dan Louis Brandeis menulis konsepsi hukum hak atas privasi dalam Harvard Law Review Vol. IV, 15 Desember 1890.
Tulisan dengan judul “The Right to Privacy” inilah yang pertama kali merumuskan hak atas privasi sebagai sebuah hak hukum. Tulisan ini muncul ketika koran‐koran mulai mencetak gambar orang untuk pertama kalinya. Menurut Jay Shanker, David E. Guinn, Harold Orenstein dalam Entertainment Law & Business, tulisan kedua orang itu sangat berpengaruh dalam sejarah hukum privasi.
Peminat Filsafat, Hukum, dan Seni
Di dunia hiburan, khususnya film, ada dua kata yang sering diucapkan “secara bersamaan”, yakni publikasi dan privasi. Di satu sisi, para pesohor memerlukan publikasi dalam arti pemberitaan agar namanya terus eksis, tapi di sisi lain privasi mereka ingin atau tetap harus dilindungi.
Untuk mempromosikan film barunya, seorang produser, misalnya, biasa mengadakan konferensi pers dengan mengundang sejumlah wartawan. Dari sana para jurnalis mendapat bahan untuk ditulis di medianya masing-masing, dan biasanya yang muncul adalah berita baik atau yang bersifat promosi. Tapi bukan publikasi atau promosi semacam itu yang hendak kita bicarakan di sini – meski ada hubungannya.
Kini, kata publicity dalam arti publisitas telah berkembang menjadi salah satu hak yang harus dilindungi, terutama ketika menyangkut kegiatan yang mempunyai nilai ekonomi. Sekarang, jika Anda ingin menjual film melalui distributor asing, besar kemungkinan akan ditanya: “Apakah Anda punya publicity right dari artis utama film Anda?” Maka Anda harus menunjukkan surat tersebut dari si artis atau kontrak yang di dalamnya termaktub soal “hak publisitas” itu.
Jadi harus dibedakan antara publikasi sebagai eksposure di media massa yang selama ini kita kenal, dengan publisitas sebagai hak yang bernilai ekonomi. Sebagai hak, dalam arti tertentu, publisitas dapat digambarkan sebagai hak eksploitatif yang mirip dengan hak cipta dan merek dagang, di mana seorang individu mempertahankan hak untuk mengeksploitasi nilai ekonomi dari kepribadiannya.
Dengan kata lain, hak publisitas (right of publicity) merujuk pada hak hukum individu untuk mengendalikan penggunaan komersial dari namanya, gambar, wajah, suara, dan ciri-ciri lainnya yang mengidentifikasi dirinya. Hak ini memungkinkan individu untuk mencegah orang lain menggunakan identitas pribadinya untuk tujuan komersial tanpa izin mereka.
Hak publisitas biasanya dikaitkan dengan selebriti dan tokoh publik, tetapi juga dapat berlaku untuk individu biasa. Hak ini diakui oleh banyak negara mirip seperti kekayaan intelektual dan dilindungi oleh hukum dan peraturan.
Di Amerika Serikat, hak publisitas diakui secara bervariasi dari satu negara bagian ke negara bagian lainnya. Beberapa negara bagian memiliki perlindungan yang kuat untuk hak ini, sedangkan yang lain memiliki perlindungan yang lebih lemah atau tidak ada undang-undang khusus. Hak publisitas sering digunakan dalam kasus yang melibatkan penggunaan tidak sah dari nama atau gambar seseorang dalam iklan, penggunaan merek dagang, atau aktivitas komersial lainnya tanpa izin mereka.
Sekarang apa yang dimaksud dengan privasi? Sebagai sebuah hak, hal ini sudah lama menjadi bahan diskusi di dalam ruang-ruang sidang pengadilan di Inggris dan kemudian di Amerika Serikat. Hingga kemudian Samuel Warren dan Louis Brandeis menulis konsepsi hukum hak atas privasi dalam Harvard Law Review Vol. IV, 15 Desember 1890.
Tulisan dengan judul “The Right to Privacy” inilah yang pertama kali merumuskan hak atas privasi sebagai sebuah hak hukum. Tulisan ini muncul ketika koran‐koran mulai mencetak gambar orang untuk pertama kalinya. Menurut Jay Shanker, David E. Guinn, Harold Orenstein dalam Entertainment Law & Business, tulisan kedua orang itu sangat berpengaruh dalam sejarah hukum privasi.