Bawaslu Temukan 59.478 Ketidaksesuaian Prosedur dalam Proses Coklit Pemilu 2024
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu ( Bawaslu ) menemukan 59.478 ketidaksesuaian prosedur pada proses pencocokan dan penelitian ( coklit ) untuk Pemilu 2024 oleh panitia pemutakhiran daftar pemilih (PPDP/Pantarlih). Bawaslu menerima 129 aduan terkait proses coklit.
Kooordinator Divisi Pencegahan, Parmas, dan Humas pada Bawaslu Lolly Suhenty mengatakan, aduan tersebut diterima posko kawal hak pilih. Jumlah aduannya dibagi menjadi 4 klaster.
"(Klaster pertama) pemilih belum terdata terdapat 98 aduan, terdapat di 10 provinsi, yakni Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Bengkulu, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Utara," katanya, Jumat (17/3/2023).
Klaster kedua, 21 aduan soal pemilih salah penempatan TPS terdapat di 5 provinsi yakni di Aceh, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan. "(Klaster ketiga) pemilih TMS (tidak memenuhi syarat) belum dihapus dari daftar pemilih ada 10 aduan, terdapat di 5 provinsi, yakni Aceh, Sumatera Utara, DKI Jakarta, Sulawesi Utara," kata Lolly.
Kemudian, klaster keempat yakni lain-lain. Ada 11 aduan di 6 provinsi yakni di Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, DIY, dan Nusa Tenggara Barat. "Terhadap aduan masyarakat tersebut, pengawas Pemilu langsung menyampaikan saran perbaikan ke KPU setempat untuk ditindaklanjuti," tuturnya.
Lolly menjelaskan, Bawaslu telah menyampaikan saran perbaikan secara tertulis 1 kali selama melakukan pengawasan coklit. Berdasarkan hasil pengawasan pada dua hari pelaksanaan coklit.
"Namun, dari hasil pengawasan melekat terhadap 26 item ketidaksesuaian prosedur, terjadi 59.478 ketidaksesuaian prosedur, 121 aduan posko kawal hak pilih, sehingga saran perbaikan yang dikeluarkan tidak kurang dari 59.599 saran perbaikan ke pantarlih di seluruh Indonesia, ditambah saran perbaikan pada uji petik dan patroli kawal hak pilih," imbuhnya.
Dia mengatakan ketidaksesuaian prosedur itu sebagaimana tertuang dalam PKPU Nomor 7 Tahun 2022 juncto PKPU Nomor 7 Tahun 2023. Terhadap adanya proses coklit yang tidak sesuai prosedur tersebut, Bawaslu telah menyampaikan surat imbauan dan saran perbaikan secara langsung.
"Sementara terhadap adanya data pemilih yang tidak akurat, hasil pengawasan menjadi bahan perbaikan dalam dalam penyusunan Daftar Pemilih Sementara (DPS)," ungkapnya.
Imbauan yang diberikan yakni KPU melalui jajaran PPS dan pantarlih melakukan pencermatan dan akurasi data pada saat penyusunan Daftar Pemilih Hasil Pemutakhiran (DPHP) oleh PPS dibantu oleh pantarlih sampai 29 Maret 2023. Lalu, peserta pemilu untuk memastikan konstituennya terdaftar sebagai pemilih.
"Masyarakat yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih untuk mengecek namanya terdapat dalam daftar pemilih, dan memaksimalkan upaya pencegahan kolaboratif melalui literasi hak pilih, kerja sama, publikasi, dan partisipasi aktif mengawal hak pilih," katanya.
Dia melanjutkan, jika menemukan kerawanan dan dugaan pelanggaran, dipersilakan menyampaikan permasalahan tersebut kepada posko kawal hak pilih. Sebelumnya, Bawaslu juga menemukan kendala dalam proses coklit yang berlangsung dari 12 Februari sampai 14 Maret 2023.
Lima kendala itu yakni terdapat wilayah yang belum selesai melaksanakan coklit, pelaksanaan coklit yang dilakukan di luar kabupaten/kota sesuai domisili, dan kesulitan coklit secara door to door di 3 area rawan. Kemudian, pemilih tidak dikenali dan TPS tak berpenghuni.
Kooordinator Divisi Pencegahan, Parmas, dan Humas pada Bawaslu Lolly Suhenty mengatakan, aduan tersebut diterima posko kawal hak pilih. Jumlah aduannya dibagi menjadi 4 klaster.
"(Klaster pertama) pemilih belum terdata terdapat 98 aduan, terdapat di 10 provinsi, yakni Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Bengkulu, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Utara," katanya, Jumat (17/3/2023).
Klaster kedua, 21 aduan soal pemilih salah penempatan TPS terdapat di 5 provinsi yakni di Aceh, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan. "(Klaster ketiga) pemilih TMS (tidak memenuhi syarat) belum dihapus dari daftar pemilih ada 10 aduan, terdapat di 5 provinsi, yakni Aceh, Sumatera Utara, DKI Jakarta, Sulawesi Utara," kata Lolly.
Kemudian, klaster keempat yakni lain-lain. Ada 11 aduan di 6 provinsi yakni di Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, DIY, dan Nusa Tenggara Barat. "Terhadap aduan masyarakat tersebut, pengawas Pemilu langsung menyampaikan saran perbaikan ke KPU setempat untuk ditindaklanjuti," tuturnya.
Lolly menjelaskan, Bawaslu telah menyampaikan saran perbaikan secara tertulis 1 kali selama melakukan pengawasan coklit. Berdasarkan hasil pengawasan pada dua hari pelaksanaan coklit.
"Namun, dari hasil pengawasan melekat terhadap 26 item ketidaksesuaian prosedur, terjadi 59.478 ketidaksesuaian prosedur, 121 aduan posko kawal hak pilih, sehingga saran perbaikan yang dikeluarkan tidak kurang dari 59.599 saran perbaikan ke pantarlih di seluruh Indonesia, ditambah saran perbaikan pada uji petik dan patroli kawal hak pilih," imbuhnya.
Dia mengatakan ketidaksesuaian prosedur itu sebagaimana tertuang dalam PKPU Nomor 7 Tahun 2022 juncto PKPU Nomor 7 Tahun 2023. Terhadap adanya proses coklit yang tidak sesuai prosedur tersebut, Bawaslu telah menyampaikan surat imbauan dan saran perbaikan secara langsung.
"Sementara terhadap adanya data pemilih yang tidak akurat, hasil pengawasan menjadi bahan perbaikan dalam dalam penyusunan Daftar Pemilih Sementara (DPS)," ungkapnya.
Imbauan yang diberikan yakni KPU melalui jajaran PPS dan pantarlih melakukan pencermatan dan akurasi data pada saat penyusunan Daftar Pemilih Hasil Pemutakhiran (DPHP) oleh PPS dibantu oleh pantarlih sampai 29 Maret 2023. Lalu, peserta pemilu untuk memastikan konstituennya terdaftar sebagai pemilih.
"Masyarakat yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih untuk mengecek namanya terdapat dalam daftar pemilih, dan memaksimalkan upaya pencegahan kolaboratif melalui literasi hak pilih, kerja sama, publikasi, dan partisipasi aktif mengawal hak pilih," katanya.
Dia melanjutkan, jika menemukan kerawanan dan dugaan pelanggaran, dipersilakan menyampaikan permasalahan tersebut kepada posko kawal hak pilih. Sebelumnya, Bawaslu juga menemukan kendala dalam proses coklit yang berlangsung dari 12 Februari sampai 14 Maret 2023.
Lima kendala itu yakni terdapat wilayah yang belum selesai melaksanakan coklit, pelaksanaan coklit yang dilakukan di luar kabupaten/kota sesuai domisili, dan kesulitan coklit secara door to door di 3 area rawan. Kemudian, pemilih tidak dikenali dan TPS tak berpenghuni.
(rca)