Jimly Assiddiqie soal Perppu Pemilu: KPU Jangan Tunduk dengan Pemerintah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie menegaskan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah lembaga yang bersifat nasional, tetap dan mandiri. KPU bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu).
Karena itu, KPU harus membebaskan dirinya dari tekanan apa pun, termasuk dari pemerintah. "Presiden dan anggota DPR/DPD adalah peserta Pemilu maka KPU yang tidak boleh tunduk di bawah, apalagi para pembantunya," kata dia dalam keterangannya, Kamis, (16/3/2023).
Hal itu disampaikan menanggapi pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) tentang pembahasan Perppu Pemilu di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Rabu (15/3/2022).
Dalam rapat Tito mengatakan dalam UUD 1945 diatur dalam Pasal 22 bahwa Perppu itu hanya dua opsinya, yaitu disetujui atau ditolak. Apabila ditolak DPR, maka konsekuensinya Pemilu ditunda karena tak ada peserta.
Menurut Jimly, keterlibatan Pemerintah dan DPR hanya dalam urusan pembentukan Undang-Undang terkait Pemilu dan menetapkan anggarannya.
"Selebihnya Pemerintah dan DPR hanya terlibat dalam memberi pertimbangan mengenai penyusunan Peraturan KPU dan Bawaslu untuk pelaksanaan Pemilu," jelasnya Jimly.
Jimly yang mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini menjelaskan bahwa DPR terlibat dalam mengawasi pelaksanaan tugas KPU dan Bawaslu. Sementara, pemerintah melakukan koordinasi untuk menggerakkan semua instansi untuk mendukung pelaksanaan Pemilu.
"Perppu Ciptaker (Cipta Kerja) tidak ada hubungan dengan Pemilu. Malah kalau diterima oleh DPR dapat dijadikan contoh untuk menunda Pemilu dengan perppu, juga dengan alasan yang bisa dicari," ucap Jimly
"Sebaiknya pemerintah jangan ulangi kebiasaan pemerintahan SBY yang sejak Orde Baru sampai Era Reformasi tercatat paling banyak terbitkan perppu," tambahnya.
Karena itu, KPU harus membebaskan dirinya dari tekanan apa pun, termasuk dari pemerintah. "Presiden dan anggota DPR/DPD adalah peserta Pemilu maka KPU yang tidak boleh tunduk di bawah, apalagi para pembantunya," kata dia dalam keterangannya, Kamis, (16/3/2023).
Hal itu disampaikan menanggapi pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) tentang pembahasan Perppu Pemilu di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Rabu (15/3/2022).
Dalam rapat Tito mengatakan dalam UUD 1945 diatur dalam Pasal 22 bahwa Perppu itu hanya dua opsinya, yaitu disetujui atau ditolak. Apabila ditolak DPR, maka konsekuensinya Pemilu ditunda karena tak ada peserta.
Menurut Jimly, keterlibatan Pemerintah dan DPR hanya dalam urusan pembentukan Undang-Undang terkait Pemilu dan menetapkan anggarannya.
"Selebihnya Pemerintah dan DPR hanya terlibat dalam memberi pertimbangan mengenai penyusunan Peraturan KPU dan Bawaslu untuk pelaksanaan Pemilu," jelasnya Jimly.
Jimly yang mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini menjelaskan bahwa DPR terlibat dalam mengawasi pelaksanaan tugas KPU dan Bawaslu. Sementara, pemerintah melakukan koordinasi untuk menggerakkan semua instansi untuk mendukung pelaksanaan Pemilu.
"Perppu Ciptaker (Cipta Kerja) tidak ada hubungan dengan Pemilu. Malah kalau diterima oleh DPR dapat dijadikan contoh untuk menunda Pemilu dengan perppu, juga dengan alasan yang bisa dicari," ucap Jimly
"Sebaiknya pemerintah jangan ulangi kebiasaan pemerintahan SBY yang sejak Orde Baru sampai Era Reformasi tercatat paling banyak terbitkan perppu," tambahnya.
(muh)