Membangun Kepercayaan terhadap Crowdfunding

Jum'at, 10 Maret 2023 - 05:39 WIB
loading...
Membangun Kepercayaan terhadap Crowdfunding
Edy Supriyono (Foto: Ist)
A A A
Edy Supriyono
Analis Ekonomi Politik Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta

DALAM kurun waktu 10 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi di Indonesia rata-rata mencapai 5% per tahunnya. Seiring pertumbuhan ekonomi, peningkatan pengguna internet di Indonesia secara signifikan turut meningkat. Puncaknya Indonesia menjadi negara dengan jumlah pengguna internet terbesar di dunia, yakni 64,8% dari total populasi Indonesia dan tentunya semakin meningkat terus dari tahun ke tahun.

Pengguna internet besar membuka ruang lebar bagi pelaku usaha menumbuhkembangkan usaha melalui teknologi dan internet. Pelaku usaha teknologi seperti Gojek, Tokopedia, Bukalapak, Traveloka, dan lain-lainnya berhasil menciptakan dampak bagi pelaku usaha lain melalui media internet.

Baca Juga: koran-sindo.com

Di sisi lain, muncul dampak dari sektor usaha baru, salah satunya perusahaan bidang teknologi finansial atau fintech. Dengan fintech, maka makin banyak pilihan produk dan layanan keuangan yang tersedia untuk masyarakat, salah satunya layanan urun dana atau crowdfunding sebagai solusi penggalangan dana berbasis online.

Lahirnya crowdfunding lokal, seperti Kitabisa pada 2013 dan Wujudkan pada 2014 memaksa Indonesia mengeluarkan regulasi crowdfunding khusus yang berbasis ekuitas pada 2015. Regulasi tersebut memungkinkan UMKM memperoleh pendanaan mudah dari pemodal individu. Sejak dikeluarkannya regulasi tersebut, layanan crowdfunding lain mulai muncul, seperti Investree, Bizhare, dan lainnya termasuk Santara.

Selain itu, platform crowdfunding dari luar negeri juga masuk pasar Indonesia, seperti Kickstarter, Indiegogo, Seedrs, Crowdo, dan Kiva. Hingga kini, crowdfunding terus berkembang dan dianggap sebagai alternatif pendanaan usaha mikro hingga menengah, termasuk kreator seni dan penggiat startup.

Namun, seiring berjalan waktu, operasional industri crowdfunding mengalami berbagai masalah tentang kepercayaan pemodal terhadap pihak ketiga, yakni platform crowdfunding itu sendiri.

Menurunkan Kepercayaan
Kasus yang membuat kepercayaan masyarakat terhadap industri crowdfunding menurun adalah kasus yang menyeret perusahaan teknologi urun dana dari PT Santara Daya Inspiratama (Santara). Melalui surat nomor S-231/D.04/2022 tertanggal 8 November dan ditetapkan 19 Desember 2022, pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenakan perintah tindakan tertentu perusahaan teknologi urun dana Santara.

Perintah berupaya larangan untuk menambah jumlah penerbit. Kasus ini menjadi “ramai” salah satunya karena di balik perusahaan Santara terdapat nama tokoh motivator BossmanSontoloyo, yakni Mardigu Wowiek.

Berawal banyaknya laporan yang mengatakan Santara telah melakukan “ugal-ugalan” dalam mengoperasikan sistem urun dananya. Meskipun Santara telah terdaftar dan diawasi OJK sekalipun. Santara akhirnya diberikan waktu hingga 8 Mei 2023 melakukan proses pendaftaran efek penerbit pada KSEI dan efek penerbit selanjutnya didistribusikan ke pemodal.

Bahkan, pihak Santara diperintah untuk menyelesaikan segala rekomendasi dari kepatuhan OJK. Selaku Direktur Santara Mardigu Wowiek memberikan kritik kepada OJK selaku regulator bahwa aturan yang dikeluarkannya tidak cocok diterapkan pada perusahaan urun dana.

Kebijakan seperti model BEI sangat tidak cocok untuk UMKM. Bagi Mardigu Wowiek, Santara berusaha melakukan distrupsi UMKM yang kesulitan mendapatkan pendanaan.

Apabila diterapkan regulasi seperti model BEI, justru akan menyulitkan UMKM, sedangkan Santara berusaha mempermudah jalan UMKM mendapat modal dari publik. Mengingat sebelumnya memang banyak UMKM yang telah listing di Santara sebelum adanya regulasi yang matang dari OJK.

Permasalahannya, banyak pemodal merasa dirugikan karena ulah dari Santara. Kebijakan Santara yang terlihat kurang “mengawasi” perusahaan yang listing membuat pemodal tidak mendapatkan imbalan seperti yang dijanjikan. Berbagai laman media sosial hingga media yang membahas kasus Santara, ada keluhan akibat ketidakjelasan investasi di Santara.

Bahkan saat bedah kasus Santara oleh YouTuber Tjandra Tedja yang sekaligus menjadi pengamat bisnis Tanah Air, sudah banyak korban Santara yang berani mengutarakan permasalahannya pada kolom komentar.

Permasalahan utama Santara yang merugikan pemodal adalah pengelolaan pasar sekunder yang sangat buruk. Akibatnya, lembaran saham yang dibeli pemodal dari Santara jatuh.

Lalu, ada beberapa perusahaan yang mulai tidak bagi dividen dengan laporan keuangan yang buruk. Hal ini memperlihatkan seolah Santara tidak “menjaga” penerbit untuk tetap likuid. Banyak laporan menyatakan bahwa perusahaan penerbit sengaja memodifikasi laporan keuangan demi mengecoh pemodal. Hal ini menjadi kritikan pemodal terhadap Santara yang memiliki tata kelola perusahaan buruk.

Menjaga Kepercayaan
Bagi pemodal crowdfunding sebagai sistem yang berjalan atas dasar trust dan honest yang menjadi modal kuat membentuk sistem urun dana yang baik. Bila penerbit pada sistem urun dana memiliki “perilaku” yang buruk, maka tugas dari pihak ketiga yang mengembalikan kepercayaan pemodal atas dana investasi yang telah masuk.

Bila pihak ketiga tidak segera mengambil tindakan nyata, maka akan menurunkan kepercayaan pemodal terhadap sistem urun dana (crowdfunding) yang mendisrupsi pendanaan UMKM. Dalam hal ini, Santara dikritik karena tidak mampu menjaga kepercayaan.

Peristiwa urun dana memang kerap terjadi pada perusahaan crowdfunding. Hal ini dikarenakan model urun dana yang disederhanakan untuk mempermudah UMKM mendapat dana dan menjadi celah para oknum yang ingin mendapatkan dana secara mudah tanpa harus membayar bunga pinjaman.

Fenomena ini dialami crowdfunding yang sangat terkenal di dunia, seperti Kickstarter pada 2019 dan Indiegogo pada 2018. Saat itu pernah mengalami “kedapatan” oknum yang merugikan pemodal karena dianggap scam dengan model bisnis dan laporan keuangan yang dimodifikasi. Beruntungnya, Kickstarter dan Indiegogo melalui Indiegogo Trust dapat dengan cepat mengatasi sehingga kepercayaan pemodal tetap terjaga hingga sekarang.

Pada crowdfunding Kickstarter dan Indiegogo, dampak karena tata kelola yang ketat untuk menghindari oknum yang berpotensi scam membuat UMKM lebih sulit untuk listing pada perusahaan crowdfunding.

Mereka membuat syarat dan ketentuan listing menjadi lebih detail dan bila memiliki suatu klaim, maka harus membuktikan klaim untuk menghindari penipuan.Sisi positifnya, pemodal tetap mendapatkan kepercayaan dari pihak ketiga untuk menaruh dana investasinya.

Kasus crowdfunding yang masih kontroversial dan belum terselesaikan penuh hingga sekarang di Amerika Serikat adalah kasus Kizzang dan iBackPack. Pada 2017 Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) AS mengajukan tuntutan terhadap Kizzang karena diduga telah mengumpulkan dana dari investor dengan janji pengembalian investasi yang besar. Namun, sebagian besar uang digunakan keperluan pribadi pendirinya.

Kasus Santara di Indonesia memberi dampak turunnya kepercayaan masyarakat terhadap platform crowdfunding. Masyarakat menjadi lebih skeptis dan terlebih yang masih belum familiar dengan investasi di crowdfunding.

Kasus Santara dapat menjadi pelajaran bagi regulator dan industri crowdfunding untuk lebih memperhatikan standar tata kelola perusahaan yang baik dalam platform crowdfunding sehingga meningkatkan kualitas dan keamanan layanan bagi investor.

Ke depannya, mungkin saja akan terjadi persaingan antarindustri crowdfunding untuk menawarkan siapa yang memiliki tata kelola perusahaan paling baik demi memperbaiki dan mengembalikan kepercayaan terhadap industri crowdfunding.

Lantas, platform yang membuktikan bisa memenuhi standar tata kelola perusahaan baik, memiliki sistem pengendalian risiko yang memadai, dan memberikan informasi transparan kepada investor, kemungkinan akan lebih dipilih masyarakat pasca-kasus Santara.
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1899 seconds (0.1#10.140)