Putusan PN Jakpus Disebut Bukti Operasi Penundaan Pemilu Terus Berjalan

Jum'at, 03 Maret 2023 - 20:52 WIB
loading...
Putusan PN Jakpus Disebut Bukti Operasi Penundaan Pemilu Terus Berjalan
Putusan PN Jakpus dianggap membuktikan operasi penundaan Pemilu 2024 masih berlangsung. Foto/antara
A A A
JAKARTA - Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) untuk menunda tahapan Pemilu 2024 terus menuai kecaman publik. Selain melampui kewenangan, putusan penundaan pemilu ini dianggap membuktikan kebenaran tengara bahwa masih ada operasi senyap untuk menunda Pemilu 2024.

Dosen Ilmu Politik & International Studies Universitas Paramadina Khoirul Umam menilai argumen putusan majelis hakim PN Jakpus dalam perkara gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) lemah. ”Ini menegaskan bahwa ‘operasi kekuasaan’ untuk menunda pemilu terbukti masih terus berjalan,” ujar Umam melalui pernyataan tertulis yang diterima, Jumat (3/3/2023).

Menurut dia, modus operandi penundaan pemilu semakin jelas. Ketika perdebatan dan konfigurasi politik nasional tidak berpihak pada agenda kepentingan penundaan pemilu, cara paling mudah dan efektif adalah lewat jalur hukum. ”Dengan kedok independensi kekuasaan kehakiman, anasir-anasir jahat di lingkaran kekuasaan itu ingin memaksa para aktor politik dan demokrasi untuk menuruti kepentingan dan kegilaan mereka,” katanya.

Baca juga: Denny Indrayana: Penundaan Pemilu Bukan Yurisdiksi PN Jakpus, Harus Ditolak

Umam mengingatkan, serangkaian narasi telah didengungkan lewat ide-ide yang berujung pada dipertahankannya status quo. Sebut saja ide perpanjangan masa jabatan presiden, tiga periode kekuasaan presiden, ide perpanjangan masa jabatan kepala desa, hingga yang terakhir adalah kontroversi sistem pemilu proporsional terbuka dan tertutup.

”Semua itu diorkestrasi sedemikian rupa untuk menghadirkan ketidakpastian persiapan menuju Pemilu 2024,” tutur direktur eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic) ini.

Dia berpendapat amar putusan PN Jakpus bukan semata-mata menunjukkan rendahnya kualitas pemahaman hakim terhadap konteks UU Nomor 7/2017 dan objek perkara yang ditanganinya, melainkan menguatkan dugaan indikasi terjadinya praktik “autocratic legalism”.

”Majelis Hakim seolah tak paham wilayah yurisdiksi pengadilan perdata, apalagi gugatan Partai Prima di KPU dan Bawaslu juga sebelumnya telah dilayangkan dan ditolak oleh Bawaslu sesuai mekanisme sengketa proses Pemilu, lalu mengapa justru amar putusan PN Jaksel hendak menganulir agenda kerja nasional dan kemaslahatan yang lebih besar berupa persiapan tahapan Pemilu selama ini?” kata Umam.

Lebih jauh, Umam menganggap Partai Prima sekadar pion yang dipersiapkan untuk melancarkan agenda besar penundaan pemilu yang selama ini telah diorkestrasikan narasi dan pergerakannya. ”Besar kemungkinan ada garis merah yang menghubungkan simpul-simpul kekuasaan itu dengan putusan PN Jakpus ini,” katanya.


Memicu Kemarahan Publik

Sejalan dengan dugaan Umam, penolakan masyarakat luas terhadap putusan PN Jakpus merupakan fakta sosial. Menurut Direktur Eksekutif Algoritma Aditya Perdana survei nasional di bulan Desember 2022 menyatakan bahwa lebih dari tiga perempat masyarakat menolak penundaan pemilu dan 66 persen tidak setuju perpanjangan masa jabatan presiden.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1736 seconds (0.1#10.140)