Pengadilan Tinggi Perberat Vonis 6 Terdakwa Bom Molotov saat Aksi Massa
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat enam terdakwa pelaku pembuatan dan pelemparan bom molotov saat aksi demonstrasi ribuan mahasiswa di Gedung DPR pada 24-25 September 2019. Dari 10 bulan penjara menjadi 2 tahun penjara.
Dalam aksi demonstrasi pada 24-25 September 2019, ribuan mahasiswa dari sejumlah kampus dari berbagai daerah menyuarakan dan menyatakan sikap menolak revisi terhadap Undang-Undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan revisi KUHP yang sedang dibahas oleh DPR bersama pemerintah serta menolak pengesahan RUU KPK dan RKUHP menjadi UU.
Enam terdakwa tersebut yakni Yudi Firdian alias Ustadz Yudi (wiraswasta), Okto Siswantoro alias Ustad Toto (wiraswasta), Umar Syarif (karyawan swasta), Ari Saksono alias Tomi (karyawan swasta), Joko Kristianto alias Joko Geledek (swasta), dan Andriansyah alias Andri (wiraswasta). Putusan banding keenam terdakwa tertuang dalam salinan putusan nomor: 268/PID/2020/PT DKI JKT. Di tahap banding, perkaranya ditangani oleh majelis hakim banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang dipimpin Sirande Palayukan dengan anggota Haryono dan Indah Sulistyowati.(Baca Juga: Bentrok Pecah di Slipi, Massa Lemparkan Bom Molotov ke Petugas)
Majelis hakim banding menilai, Yudi, Toto, Umar, Tomi, Joko, dan Andri tetap terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana yaitu melakukan perbuatan, membuat, menerima, berusaha, memperoleh, mempunyai persediaan, menyembunyikan, mengangkut benda atau perkakas yang diketahui atau diduga diperuntukkan untuk menimbulkan ledakan yang membahayakan nyawa orang atau menimbulkan bahaya umum secara bersama-sama.
Perbuatan enam terdakwa terbukti bersama-sama dengan dosen IPB Abdul Basith, dokter Efi Afifah, Abdal Hakim alias Hakim bin Ayyub, dan sastrawati Hilda Winar alias Bunda Hilda. Yudi, Toto, Umar, Tomi, Joko, dan Andri dengan peran masing-masing telah membuat bahan peledak yang terdiri dari botol yang diisi dengan bahan bakar berupa bensin/solar dan ditutup dengan sumbuh kain menjadi bom molotov.
Majelis hakim memastikan, bom molotov yang dibuat dan disiapkan sejumlah tujuh buah. Tiga bom molotov dibawa Yudi, dua dibawa Okto, dan dua dibawa Kosim (saksi) pada Selasa, 24 September 2019. Mereka membawa tujuh bom molotov tersebut untuk dilemparkan pada saat aksi demonstrasi yang digelar ribuan mahasiswa di depan Gedung MPR/DPR/DPD.
Ketika terjadi chaos antara mahasiswa dengan petugas kepolisian, Yudi, Okto, dan Kosim berpencar ke arah kerumunan massa aksi dan petugas kepolisian yang bertugas. Selasa malam, 24 September 2019, di jembatan flyover Pejompongan, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Yudi membakar sumbu dua buah bom molotov kemudian melemparkannya ke arah petugas kepolisian yang berada di atas flyover Pejompongan hingga meledak dan terbakar. (Baca Juga: Polisi Sita Uang 2.670 USD, Batu hingga Molotov dari Tersangka Kerusuhan)
Akibatnya, mengenai Jakariah, petugas kepolisian yang sedang bertugas mengamankan aksi demonstrasi hingga celana Jakariah terbakar. Berikutnya Yudi juga menggunakan satu bom molotov untuk membakar kayu dan ban di bawah flyover Pejompongan.
Sekitar pukul 01.30 WIB pada Rabu, 25 September 2019 kemudian Yudi, Okto, Kosim, dan beberapa orang lainnya langsung menuju rumah Laksda (Purnawirawan) Soni Santoso. Soni lantas memberikan uang Rp3 juta ke Yudi. Uang tersebut dipergunakan kemudian untuk sarapan, membeli rokok, serta diberikan ke Kosim Rp200.000, Andri Rp200.000, Yudi Rp300.000, dan Okto Rp400.000.
Majelis hakim menilai perbuatan Yudi, Toto, Umar, Tomi, Joko, dan Andri terbukti telah melanggar Pasal 187 ayat (1) Bis KUHPidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana, sebagaimana dalam dakwaan alternatif.
Dalam aksi demonstrasi pada 24-25 September 2019, ribuan mahasiswa dari sejumlah kampus dari berbagai daerah menyuarakan dan menyatakan sikap menolak revisi terhadap Undang-Undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan revisi KUHP yang sedang dibahas oleh DPR bersama pemerintah serta menolak pengesahan RUU KPK dan RKUHP menjadi UU.
Enam terdakwa tersebut yakni Yudi Firdian alias Ustadz Yudi (wiraswasta), Okto Siswantoro alias Ustad Toto (wiraswasta), Umar Syarif (karyawan swasta), Ari Saksono alias Tomi (karyawan swasta), Joko Kristianto alias Joko Geledek (swasta), dan Andriansyah alias Andri (wiraswasta). Putusan banding keenam terdakwa tertuang dalam salinan putusan nomor: 268/PID/2020/PT DKI JKT. Di tahap banding, perkaranya ditangani oleh majelis hakim banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang dipimpin Sirande Palayukan dengan anggota Haryono dan Indah Sulistyowati.(Baca Juga: Bentrok Pecah di Slipi, Massa Lemparkan Bom Molotov ke Petugas)
Majelis hakim banding menilai, Yudi, Toto, Umar, Tomi, Joko, dan Andri tetap terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana yaitu melakukan perbuatan, membuat, menerima, berusaha, memperoleh, mempunyai persediaan, menyembunyikan, mengangkut benda atau perkakas yang diketahui atau diduga diperuntukkan untuk menimbulkan ledakan yang membahayakan nyawa orang atau menimbulkan bahaya umum secara bersama-sama.
Perbuatan enam terdakwa terbukti bersama-sama dengan dosen IPB Abdul Basith, dokter Efi Afifah, Abdal Hakim alias Hakim bin Ayyub, dan sastrawati Hilda Winar alias Bunda Hilda. Yudi, Toto, Umar, Tomi, Joko, dan Andri dengan peran masing-masing telah membuat bahan peledak yang terdiri dari botol yang diisi dengan bahan bakar berupa bensin/solar dan ditutup dengan sumbuh kain menjadi bom molotov.
Majelis hakim memastikan, bom molotov yang dibuat dan disiapkan sejumlah tujuh buah. Tiga bom molotov dibawa Yudi, dua dibawa Okto, dan dua dibawa Kosim (saksi) pada Selasa, 24 September 2019. Mereka membawa tujuh bom molotov tersebut untuk dilemparkan pada saat aksi demonstrasi yang digelar ribuan mahasiswa di depan Gedung MPR/DPR/DPD.
Ketika terjadi chaos antara mahasiswa dengan petugas kepolisian, Yudi, Okto, dan Kosim berpencar ke arah kerumunan massa aksi dan petugas kepolisian yang bertugas. Selasa malam, 24 September 2019, di jembatan flyover Pejompongan, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Yudi membakar sumbu dua buah bom molotov kemudian melemparkannya ke arah petugas kepolisian yang berada di atas flyover Pejompongan hingga meledak dan terbakar. (Baca Juga: Polisi Sita Uang 2.670 USD, Batu hingga Molotov dari Tersangka Kerusuhan)
Akibatnya, mengenai Jakariah, petugas kepolisian yang sedang bertugas mengamankan aksi demonstrasi hingga celana Jakariah terbakar. Berikutnya Yudi juga menggunakan satu bom molotov untuk membakar kayu dan ban di bawah flyover Pejompongan.
Sekitar pukul 01.30 WIB pada Rabu, 25 September 2019 kemudian Yudi, Okto, Kosim, dan beberapa orang lainnya langsung menuju rumah Laksda (Purnawirawan) Soni Santoso. Soni lantas memberikan uang Rp3 juta ke Yudi. Uang tersebut dipergunakan kemudian untuk sarapan, membeli rokok, serta diberikan ke Kosim Rp200.000, Andri Rp200.000, Yudi Rp300.000, dan Okto Rp400.000.
Majelis hakim menilai perbuatan Yudi, Toto, Umar, Tomi, Joko, dan Andri terbukti telah melanggar Pasal 187 ayat (1) Bis KUHPidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana, sebagaimana dalam dakwaan alternatif.