Darurat Dokter dan Kepemimpinan Playing Victim  

Sabtu, 25 Februari 2023 - 16:52 WIB
loading...
Darurat Dokter dan Kepemimpinan Playing Victim   
Zaenal Abidin. FOTO/DOK SINDO
A A A
Zaenal Abidin
Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia (2012 - 2015)

Adalah Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin yang dalam berbagai kesempatan menyatakan Indonesia “darurat dokter” peringkat terburuk 139 dari 194 negara di dunia. Pernyataan tersebut dapat dijumpai di berbagai media dan kanal youtube.

Sebetulnya, pernyataan Menkes yang menyinggung profesi kesehatan, khususnya dokter cukup banyak. Ada yang menuding rekomendasi organisasi profesi menghambat distribusi dokter dan dokter spesialis, diskriminasi pengurusan rekomendasi, tudingan suap,superbody,powerfull, ada kasta antara dokter dan perawat, dan seterusnya. Namun, kali ini penulis hanya ingin menyorot peryataan “darurat dokter”

Bertebarannya pernyataan Menkes kemudian mengundang tanggapan dari kalangan baik dokter maupun nondokter. Sebab, selama ini belum pernah ada Menkes mengumbar tudingan sebanyak itu kepada dokter.

Salah satu yang memberi tanggapan, yakni dr. Nazrial Nazar, SpB (K) Trauma, FINACS, MH.Kes, seorang dokter bedah senior. Pada sebuah webinar, dr. Nazar menyebut bahwa Menkes sebagai pemimpin yang memiliki otoritas tertinggi di bidang kesehatan tidak seharusnya memainkanplaying victim.Dia jugatidak semestinya menempatkan profesi doktersebagaiasfalasafilin.Sayangnya dr. Nazar tidak menjelaskan lebih jauh kedua istilah tersebut. Mungkin maksudnya adalah gaya kepemimpinanplaying victimdanasfalasafilin.

Persolananya kemudian, apakah gaya kepemimpinanplaying victimdanasfalasafilinitu? Sebab, jujur saja penulis baru pertama kali mendengarnya. Penulis tahunya gaya kepemimpinan hypnosis sebab ada bukunya.Leadership Hyposisjudulnya. Sementara gaya kepemimpinanplaying victimdanasfalasafilinmerupakan istilah baru bagipenulis.

Narasi darurat dokter yang diucapkan Menkes, sebagaimana tertulis dilansir oleh berbagai media ini terdiri dari tiga suku kata. Yakni Indonesia, darurat, dan dokter.

Darurat berarti suatu keadaan tidak normal, tidak terkendali, yang berpotensi menimbulkan korban jiwa atau kerusakan. Sedangkan dokter adalah seseorang yang telah menguasai minimal kompetensi di bidang profesi kedokteran sehingganya ia berhak mendapatkan kewenangan untuk menolong orang lain yang membutuhkan (pasien).

Menkes menyitir data yang dirangkum WHO bahwa apabila sebuah negara berhasil memenuhigolden line, maka dapat dikategorikan berhasil dan bertanggung jawab kepada rakyatnya di bidang kesehatan.Golden lineyang dikatakan WHO adalah garis emas rasio jumlah dokter, termasuk dokter umum, dokter spesialis dan subspesialis, yang ideal yaitu 1/1.000 atau 1 dokter per 1.000 penduduk. Mungkin karena belum mencapai rasio itu sehingga Menkes menyebut Indonesia darurat dokter.

Bila Menkes bertekad kuat memenuhigolden lineyang ditetapkan WHO itu tentu baik saja.Namun, Menkes perlu menjelaskan dokter spesialis dan subspesialis apa yang dimaksud? Juga provinsi dan kabupaten/kota apa yang mengalami darurat dokter.

Terus bagaimana dengan fasilitas pelayanan kesehatannya (Fasyankes) seperti rumah sakit, klinik atau puskesmas di daerah tersebut, apakah sudah cukup atau malah darurat juga? Fasyankes ini penting sebab dokter, dokter spesialis dan subspesialis melayani masyarakat di fasyankes. Termasuk dalam hal ini alat kesehatan, bahan habis pakai, dan obat-obatan yang dibutuhkan.

Darurat dokter spesialis dan subspesialis sendiri perlu penjelasan. Mengapa? Sebab dokter spesilais itu banyak jenisnya. Tidak bisa digeneralisir. Berbeda dengan dokter umum yang hanya satu jenis. Begitu pula subspesialis yang merupakan percabangan dan pendalaman dari spesialisasi, sebab jumlahnya lebih banyak lagi.

Kasus penyakit di masing-masing daerah juga perlu dipetakan? Sebab alangkah “kasihannya” seorang dokter spesialis atau dokter subspesialis bila ditempatkan ke suatu daerah, sementara di daerah tersebut tidak ada kasus yang terkait dengan spesialisasi atau subspesialisasinya. Bisa-bisa pengetahuan dan keterampilannya hilang begitu saja karena tidak pernah menangani kasus.

Jangan pula lupa memetakan kondisi geografis daerah di Indonesia. Karena boleh jadi ada wilayah yang teramat luas tapi jumlah penduduknya sedikit. Belum lagi kondisi pemukimannya yang terpencar dengan jarak tempuh antara pemukiman yang sangat jauh.

Setelah semua itu dipetakan, barulah mengambil kesimpulan untuk merencanakan mengadakan dan mendistribusikan dokter, dokter spesialis atau dokter subspesialis ke daerah. Di daerah, dokter tersebut langsung bertemu Pengurus IDI Cabang untuk mengurus surat rekomendasi, selanjutnya ke dinas kesehatan kabupaten/kota mengurus surat izin praktik (SIP).

Kepemimpinan Playing Victim
Sebetulnya istilahplaying victimini masih asing bagi penulis. Karena itu penulis membuka kamus. Dan ternyata artinya adalah berlagak seperti korban. Contohnya: seseorang yang suka menebar energi negatif dengan melemparkan kesalahan kepada orang lain, meski kesalahan tersebut adalah perbuatannya sendiri. Atau orang yang sering berlepas diri dari suatu kegagalan padahal kegagalan tersebut berada dibawah kendali dan tanggung jawabnya.

Setelah membuka kamus dan membaca beberapa contohplaying victimini baru penulis sadar akan makna istilah yang diucapkan dr. Nazar. Rupanya istilah ini nyata dan sering dijumpai dari kehidupan sehar-hari. Namun demikian, penulis belum pernah membaca adanya gaya kepemimpinanplaying victim.Karena itu, andai menjadi salah satu gaya kemimpinan tentu merupakan kategori yang buruk dan tidak bertanggung jawab.

Bila gaya kepemimpinan semacam ini berhasil tentu tidak menjadi masalah. Tapi bila terjadi kesalahan yang menyebabkan kegagalan tentu menimbukan masalah. Pasti semuanya kesalahan itu akan ditumpahkan kepada orang lain.

Mengeluh dan menuding pihak lain sengaja menghambatnya, dan seterusnya. Alangkah sialnya menjadi mitra kerja apalagi bawahan dari pemimpin bergayaplaying victim.

Dalam kesehariannya gaya kepemimpinanplaying victimmungkin dapat diidentikkan dengan pemimpin pencari kambing hitam. Atau yang berusaha menghitamkan kambing putih, menurut dr. Nazar. Sebetulnya pada webinar tersebut, dr. Nazar tidak hanya menyebut istilahplaying victim danmencari “kambing hitam",tapi juga mengatakan adanya sifat yang suka merendahkan orang lain, yang kemudian disebutnyaasfalasafilin.

Kelihatanya dr. Nazar ingin mengatakan bahwa salah satu sifat buruk gaya kepemimpinanplayin victimadalah suka mencari “kambing hitam” dan merendahkan bawahan maupun mitra dialog dan rekan seperjuangannya. Kataasfalasafilinsendiri dapat dijumpai di dalam kitab suci Al-Qur’an, surat A-Tin, ayat 4, yang berarti “tempat yang serendah-rendahnya.”

Bila gaya kepemimpinanplaying victim, pencari kambing hitam danasfalasafilinini menghinggapi bidang kesehatan tentu sangat buruk dan berbahaya bagi pelayanan kesehatan dan masa depan bangsa Indonesia.

Sebagai insan kesehatan dan warga berbangsa Indonesia, penulis ingin mengajak semua untuk berdialog setara, terbuka tanpa harus mengumbar pernyataan yang dapat menyakiti mitra. Dan juga tanpa adanya agenda-agenda tersebunyi. Agenda yang ingin mendegradasi peran organisasi profesi kesehatan melalui RUU Omnibus Kesehatan, memuluskan masuknya dokter asing di Indonesia, dan sebagainya.

Baca Juga: koran-sindo.com
(ynt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1668 seconds (0.1#10.140)