BPIH, antara Kalkulasi Biaya dan Kebijakan Politik

Senin, 20 Februari 2023 - 08:40 WIB
loading...
BPIH, antara Kalkulasi Biaya dan Kebijakan Politik
Moh Khoeron
A A A
Moh Khoeron
Pranata Humas Ahli Muda Kemenag

Menarik mencermati dinamika pembahasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1444 H/2023 M. Proses pembahasan Panitia Kerja (Panja) BPIH demikian terbuka, disiarkan langsung melalui kanalYoutubeKomisi VIII DPR sehingga publik bisa turut mengikuti diskusinya.

Sepanjang sejarah kerja Panja BPIH, sepertinya pembahasantahun inilah yang paling terbuka. Sangat positif tentunya.

Pembahasan BPIH diawali dengan rapat kerja (Raker) antara Kementerian Agama dan Komisi VIII DPR pada 19 Januari 2023. Raker itu mengagendakan penyampaian usulan pemerintah terhadap biaya haji tahun ini.

Mewakili pemerintah, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengusulkan rata-rata BPIH Rp98.893.909,11. Bersamaan itu, pemerintah mengusulkan komposisi BPIH yang terdiri atas dua komponen.Pertama, Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang ditanggung jemaah yakni Rp69.193.734,00 (70%) dan penggunaan dana Nilai Manfaat (optimalisasi) sebesar Rp29.700.175,11 (30%).

Merujuk Undang-undang No 8/2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, Nilai Manfaat adalah dana yang diperoleh dari hasil pengembangan keuangan haji yang dilakukan melalui penempatan dan/atau investasi.

Pemberangkatan jemaah haji Indonesia mengalami dua kali pembatalan, yakni pada 2020 dan 2021, karena dampak pandemi Covid-19. Baru pada 2022, Arab Saudi memberi lampu hijau bagi pengiriman jemaah haji dari luar negaranya.

Tahun lalu, Indonesia mendapatkan kuota haji 100.051 jemaah, terdiri atas 92.825 reguler dan 7.226 haji khusus. Kuota tersebut diberikan secara langsung oleh Pemerintah Arab Saudi melaluie-Hajdan bersifat mandatori. Sehingga, saat itu tidak ada ruang negosiasi sebagaimana penyelenggaraan tahun-tahun sebelumnya.

Beruntung, saat itu pemerintah melakukan sejumlah langkah mitigasi. Pembahasan BPIH sudah dilakukan sejak awal 2022, dengan asumsi kuota 50%, yakni 110.500 jemaah. Saat itu, Bipih yang harus dibayar jemaahrata-rata senilai Rp35,2 juta.

Untuk biaya haji tahun ini, berdasarkan kalkulasi BPIHJanuari 2023, pemerintah mengusulkan sebesar Rp98,8 juta. Usulan ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan BPIH 2022, persisnya ada kenaikan Rp514.888,02.

Usulan pemerintah selanjutnya menjadi dasar pembahasan Panja BPIH. Serangkaian pembahasan dilakukan, termasuk peninjauan lapangan, baik di dalam negeri maupun di Arab Saudi. Hal itu dilakukan dalam rangka mengkonfirmasi sejumlah komponen dan usulan biaya yang diajukan pemerintah. Dari situ, diharapkan dapat diperoleh rumusan BPIH yang terbaik. Proses kalkulasi BPIH pun dimulai.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah kalkulasi diartikan sebagai perincian biaya, ongkos, atau pengeluaran. Istilah ini juga diterjemahkan sebagai perhitungan. Dalam konteks BPIH, kalkulasi bisa diartikan sebagai upaya melakukan penghitungan biaya, ongkos, atau pengeluaranyang dibutuhkan dan dianggap rasional dalam penyelenggaraan ibadah haji.

Proses ini harus dilakukan oleh DPR sebelum mereka memberikan persetujuan atas usulan yang disampaikan Pemerintah. Mekanismenya dilakukan oleh Panja BPIH.

Regulasi mengatur bahwa persetujuan DPR harus diberikan paling lama 60 hari setelah diterimanya usulan BPIH dari pemerintah. Selang hampir sebulan,Pemerintah dan Komisi VIII DPR pada 15 Februari 2023 menyepakati besaran BPIH tahun 1444 H/2023 M dengan rata-rata Rp90.050.637,26 per jemaah haji reguler. Jumlah ini sekitar Rp8 juta lebih sedikit dibanding usulan awal pemerintah,Rp98.893.909,11.

Penurunan tersebut terjadi, karena ada sejumlah efisiensi yang disepakati dalam pembahasan Panja BPIH. Efisiensi itu antara lain berkenaan anggaran hotel di Makkah, layanan katering dari sebelumnya tiga kali menjadi dua kali, selisih kurs dolar dari estimasi awal Rp15.300 menjadi Rp15.150, efisiensi biaya sewa pesawat dari USD33.950 menjadi USD32.743, termasuk juga penurunanliving costdari awal diusulkan 1.000 riyal Arab Saudi menjadi hanya 750 riyal Arab Saudi.

Politik Komposisi
Berdasarkan kalkulasi, BPIH usulan pemerintah dengan kesepakatan DPR selisih Rp8 juta. Selisih ini relatif mudah dipahami dan rasional karena memang adanya efisiensi setelah dilakukan cek harga di lapangan dan juga penurunan sejumlah layanan.

Namun, perbedaan mencolok justru terjadi pada komposisinya. Bersamaan dengan BPIH pada kisaran Rp98,8juta, pemerintah mengusulkan komposisi Bipih70% dan penggunaan Nilai Manfaat hanya 30%.

Argumentasinya, memperhatikan aspek keadilan dan kesinambungan pengelolaan dana Nilai Manfaat. Pemerintah berpandangan Nilai Manfaat dana jemaah haji harus dijaga karena tidak hanya menjadi hak jemaah yang akan berangkat, tapi juga lebih lima juta jemaah haji yang masih mengantre.

Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dalam beberapa tahun terakhir hanya mampu mengalokasikan nilai manfaat maksimal Rp7,1 triliun. Dua tahun pembatalan keberangkatan jemaah haji memberi hikmah tersendiri. Kondisi itu menjadikan BPKH bisa menyimpan saldo Nilai Manfaat hingga Rp15 triliun (2020 dan 2021). Hampir Rp2 triliun dari saldo itu terpakai pada 2022 guna menutup pembayaran kenaikan biaya Masyair dan kekurangan lainya.

Berdasarkan kesepakatan dengan Komisi VIII, saldo tersebut tahun ini juga akan terambil hampir Rp2 triliun. Pemerintah menilai skema defisit Rp2 triliun per tahun tidak bisa terus-menerus dijalankan. Sebab, jika itu terus terjadi, sementara imbal hasil BPKH tidak ada kenaikan signifikan, maka saldo bisa habis dalam lima tahun ke depan.

Padahal, pada 2027 diperkirakan akan ada dua kali pemberangkatan jemaah haji, awal dan akhir tahun. Sehingga, dibutuhkan alokasi anggaran Nilai Manfaat sampai dua kali lipat.

Atas argumentasi ini, pemerintah memandang pentingnya mulai memperhatikan keberadilan dan keberlanjutan Nilai Manfaat untuk jemaah yang masih antre.

Di situlah pemerintah mengajukan usulan komposisi 70%:30%. Dengan komposisi tersebut, perkiraan dana Nilai Manfaat yang akan digunakan hanya pada kisaran Rp5,9 triliun, masih di bawah ambang batas alokasimaksimal dari BPKH.

Komisi VIII DPR pada dasarnya senada dengan pemerintah dalam hal pentingnya menjaga kesinambungan Nilai Manfaat. Hal ini antara lain tercermin dari adanya kesepakatan bahwa persentase Bipih tahun ini harus lebih besar dari Nilai Manfaat.

Dinamika dalam Rapat Panja dan Raker Komisi VIII mencerminkan keinginan agar Bipih tidak terlalu memberatkan jemaah. Di sinilah kebijakan politik ikut memarnai komposisi biaya haji.

Komisi VIII DPR bersama pemerintah pada akhirnya menyepakati Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang ditanggung jemaah yakni Rp49.812.700,26 (55,3%). Sedangkan penggunaan nilai manfaat hasil pengelolaan dana haji sebesar Rp40.237.937 (44,7%).

Tentu saja ada konsekuensi dari setiap pilihan kebijakan. Kesepakatan Bipihmemang relatif lebih rendah dari usulan pemerintah. Namun, hal itu juga berdampak pada lonjakan penggunaan Nilai Manfaat.

Usulan awal pemerintah, penggunaan Nilai Manfaat hanya Rp5,9 triliun. Sementara yang hasil kesepakatannya mencapai Rp8,09 triliun. Bahkan, seiring adanya kebijakan lunas tunda 2020 tidak menambah biaya pelunasan, ada penambahan kebutuhan nilai manfaat mencapai Rp845 miliar. Sehingga totalnya mencapai Rp8,9 triliun, ada selisih Rp2 triliun.

Fakta ini menunjukkan betapa kalkulasi komposisi Bipih dan Nilai Manfaat tidak bisa dilepaskan dari aspek politik dalam proses pengambilan kebijakannya.
Tarik ulurnya pada keadilan keberpihakan, baik pada jemaah yang akan berangkat maupun jemaahyang masih dalam antrean. Kondisi ini juga sangat dipengaruhi pada sejauhmana kemampuan BPKH dalam menghasilkan Nilai Manfaat yang optimal.

Semakin banyak Nilai Manfaat yang dihasilkan dan bisa dialokasikan, tentunya akan dapat menekan Bipih yang harus dibayar jemaah. Sebaliknya, jika hasil BPKH tidak kunjung bertambah, kebijakan politik yang berakibat potensi defitisthingga Rp2 triliun memang perlu ditinjau ulang, sebagaimana usulan pemerintah.

Dus, dalam konteks yang seperti ini, pemerintah di tahun mendatang cukup mengusulkan BPIH saja. Adapun komposisi Bipih dan Nilai Manfaatnya bisa dibahas kemudian, berdasarkan kemampuan alokasi Nilai Manfaat dari BPKH dan pertimbangan politik lainnya.Wallahu a'lam!

*Tulisan ini adalah pendapat pribadi
(ynt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1839 seconds (0.1#10.140)