Prinsip Show Don’t Tell (SDT) dalam Sinetron di Indonesia
loading...
A
A
A
Sayangnya, semangat menggunakan gaya SDT belum banyak dimiliki para sineas Indonesia, khususnya mereka yang membuat sinetron. Sinetron Indonesia banyak melanggar prinsip SDT dan beberapa pelanggaran prinsip SDT adalah:
1. Isi hati tokoh disuarakan lewat voice over
Dalam banyak adegan sinetron ditampilkan seorang tokoh yang sedang khawatir, lalu muncullah suara hatinya yang berkata semisal, “Jangan-jangan dia marah kepadaku.” Padahal kekhawatiran seringkali cukup ditunjukkan dengan ekspresi si tokoh dalam konteks adegan tersebut.
2. Isi hati tokoh disuarakan secara verbal
Adegan semisal sama seperti yang digambarkan di atas diucapkan sendiri oleh si tokoh kepada dirinya sendiri.
3. Hitam putih penggambaran tokoh antagonis protagonis
Penggambaran tokoh yang sangat naif, tokoh jahat ditampilkan sangat jahat, sebaliknya tokoh baik ditampilkan sangat baik. Ini bukan cuma melanggar prinsip SDT, melainkan juga menabrak prinsip plausibilitas (kebolehjadian) cerita bergenre realis.
4. Terlalu banyak jeda adegan
Seringkali digambarkan dalam sinetron Indonesia, semisal saat tokoh A terkejut saat bertemu tokoh B, keterkejutannya digambarkan dalam jeda yang terlampau panjang. Sama seperti penjelasan nomor 3, hal ini juga melanggar prinsip SDT dan plausibilitas cerita realis.
5. Iklan terang-terangan dalam adegan
1. Isi hati tokoh disuarakan lewat voice over
Dalam banyak adegan sinetron ditampilkan seorang tokoh yang sedang khawatir, lalu muncullah suara hatinya yang berkata semisal, “Jangan-jangan dia marah kepadaku.” Padahal kekhawatiran seringkali cukup ditunjukkan dengan ekspresi si tokoh dalam konteks adegan tersebut.
2. Isi hati tokoh disuarakan secara verbal
Adegan semisal sama seperti yang digambarkan di atas diucapkan sendiri oleh si tokoh kepada dirinya sendiri.
3. Hitam putih penggambaran tokoh antagonis protagonis
Penggambaran tokoh yang sangat naif, tokoh jahat ditampilkan sangat jahat, sebaliknya tokoh baik ditampilkan sangat baik. Ini bukan cuma melanggar prinsip SDT, melainkan juga menabrak prinsip plausibilitas (kebolehjadian) cerita bergenre realis.
4. Terlalu banyak jeda adegan
Seringkali digambarkan dalam sinetron Indonesia, semisal saat tokoh A terkejut saat bertemu tokoh B, keterkejutannya digambarkan dalam jeda yang terlampau panjang. Sama seperti penjelasan nomor 3, hal ini juga melanggar prinsip SDT dan plausibilitas cerita realis.
5. Iklan terang-terangan dalam adegan