Konfusianisme dan Praktik Hubungan Internasional

Kamis, 16 Februari 2023 - 20:11 WIB
loading...
Konfusianisme dan Praktik Hubungan Internasional
Harryanto Aryodiguno, Ph.D, Dosen Hubungan Internasional di President University, Jababeka, Indonesia. Foto/Dok Pribadi
A A A
Harryanto Aryodiguno, Ph.D,
Dosen Hubungan Internasional di President University, Jababeka, Indonesia.

SECARA singkat, artikel ini bertujuan untuk menjembatani kesenjangan yang terdapat antara teori relasional dan teori peran dalam hubungan internasional lewat implementasi teori peran agar dapat memahami perbedaan dalam persepsi relasionalitas antara Konfusianisme dan Barat. Artikel ini terfokus kepada dua macam hubungan: hubungan sebelumnya yang memiliki basis aturan dan hubungan improvisasi, dan menganalisa bagaimana hubungan tersebut membentuk berbagai peran.

Artikel ini memberikan argument bahwa hubungan internasional Konfusian dan hubungan internasional Barat merepresentasikan dua hubungan awal yang berbeda: “Tianxia” dan “keadaan alami” dan dua hubungan improvisasi yang berbeda, dimana satu mengabaikan perbedaan antara actor sedangkan yang lain mensosialisasikan pembuat perubahan sebagai anggota dari jenis yang sama. Dengan menggunakan contoh Korea utara, artikel ini memberikan ilustrasi bagaimana negara lemah dapat menggunakan hubungan umum awal dan peran yang telah diimprovisasi untuk memaksa negara kuat untuk memberikan tanggapan yang timbal balik.

Konfusianisme memiliki hubungan yang unik, yang merupakan sebuah ketidakaturan yang melekat dan oleh karenanya tidak benar dalam politik. “Orang Asing” Konfusius merupakan keduanya: objek internal (memalukan, tidak relevan, dan mengancam) dan objek eksternal yang harus dipuaskan. Perasaan asing merupakan ilusi identitasi diri yang disebabkan oleh keberagaman yang melekat, yang dapat dan harus dihindari lewat kebaikan yang diakui oleh semua. Hal ini bertentangan dengan orang asing dalam tradisi kontrak sosial, yang dikonstitusikan oleh hak awal dan harus disosialisasikan sebagai warga yang berhati-hati dan memiliki hak untuk memiliki preferensi pribadi untuk diperlihatkan identitas uniknya.

Konfusianisme mempercayai bahwa tatanan etis didasarkan oleh kasih sayang alami untuk seorang kerabat, dan metafora keluarga/patriarkis yang muncul lewat hal ini memiliki urutan spontan, seremonial, dan kualitas moral. Hal ini dikarenakan metafora tersebut terdiri dari peran keluarga dan bukan dari aktor manusia yang spesifik, dan peran keluarga memiliki definisi kebajikan, dimana “ren” mengarah kepada penguasa yang memprioritaskan demonstrasi moral atau pemberi kemakmuran, and “ai” mencakup keanehan dari aspek-aspek lain. Namun, kebajikan dalam metafora ini merupakan sesuatu yang seremonial dan bukan emosional. Oleh karena itu, kebajikan yang terciptakan oleh peran ini memiliki kontradiksi.

Titah langit mengacu kepada sebuah kontrak alami antara kaisar dan langit, yang memungkinkan kaisar untuk mendapatkan pengakuan dari anggota yang telah ada lewat kebajikan dan agar semua anggota saling menerima satu sama lain. Pengelolaan dalam Konfusianisme secara utama adalah untuk mengedukasi para elit untuk melakonkan peran yang sesuai dan agar sukses dalam sosialisasi, dan kemudian para rakyat biasa mempelajari kebajikan dari para elit. Dalam Konfusianisme, agen strategis membentuk para target yang asing menjadi peran yang dapat diterima oleh diri, memberi kontras terhadap proses penerimaan aturan dan normal dalam tradisi kontrak sosial.

Dalam Konfusianisme, “hubungan” mengacu pada bagimana seorang individu mengimajinasikan persamaan mereka dalam hal asal, kekerabatan, kewarganegaraan, ras, tempat tinggal, agama, budaya, ideologi, aliansi, kepentingan, alma mater, pekerjaan, dll., sedangkan “peran” terdiri atas ekspektasi spesifik dari orang-orang. Peran dan hubungan dalam Konfusian tidaklah setara: hubungan antara anggota dari dunia memiliki persamaan dan simetri, sedangkan peran seringkali merefleksikan tinggi atau rendahnya status sosial dan terdapat asimetri dalam interaksi.

Mengenai sosialitas, diri yang nasional dan bilateral dari Konfusian mengkonstitusikan prosedur yang berkepanjangan. Representasi dari diri yang nasional harus memilih peran yang dapat diterima oleh yang lain dan oleh para penonton, dan kemudian memberikan hadiah yang sesuai dengan peran untuk menunjukkan sosialisasi mereka dan mendorong orang lain untuk mengambil posisi yang memberikan respon yang sesuai lewat peran bilateral. Sosialisasi dari peran diri memerlukan konsiderasi yang sah. Keabsahan tersebut merefleksikan interpretasi dari hubungan-hubungan sebelumnya, yang secara metafora merupakan perpanjangan dari hubungan keluarga yang dibagikan dengan penonton domestic dari diri nasional dan anggota masyarakat internasional.

Kekhawatiran dalam Konfusianisme terhadap ketidaktahuan dan jarak dapat berkontribusi terhadap diversifikasi relasional dalam hubungan internasional lewat tig acara. Pertama, ketika sebuah negara kuat mencari penerimaan dari negara lemah untuk menunjukkan sosialisasi, identitas relasional dari negara lemah dapat menjadi istimewa. Kedua, ketika aturan dan norma tidak dominan, sebuah negara dapat memprioritaskan penerimaan aturan dan norma yang telah ditetapkan oleh pihak lain. Ketiga, dalam lingkungan yang spesifik, aturan yang dibuat dan disampaikan bisa menyebabkan ketidaksuksesan sosialisasi untuk mencapai norma sosial awal, namun menjadi tindakan seadanya.

Bagaimana Cara Mengatasi Orang yang Terkucilkan/Asing?
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1146 seconds (0.1#10.140)