Fahri Hamzah Kritik Pedas Praktik Utang Piutang untuk Pemilu, Sindir Siapa?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah mengkritik pedas fenomena utang piutang di belakang layar pemilu dengan janji pelunasan setelah berkuasa. Mantan Wakil Ketua DPR ini menilai, janji pelunasan setelah berkuasa seperti itu bisa dianggap sebagai bentuk perencanaan korupsi yang kasat mata.
"Praktik pinjam uang dengan janji lunas setelah menang atau menjabat merupakan bentuk perencanaan korupsi. Praktik seperti ini harus kita hentikan kalau kita ingin Indonesia bebas dari korupsi,” kata Fahri dalam cuitannya @Fahrihamzah yang dikutip, Selasa (14/2/2023).
Mantan anggota Komisi III DPR ini menyarankan, jika seseorang tidak memiliki logistik memadai, jangan memaksakan diri maju sebagai kandidat, apalagi sampai diminta menanggung biaya pemilu dan kampanye. Jangan sampai seorang calon pemimpin merusak prinsip hanya demi memaksakan kehendak maju.
"Kalau jadi kandidat dan ternyata juga disuruh menanggung biaya pemilu dan kampanye, ya mendingan nggak maju. Kita jangan pernah merasa seolah (saking bangsa ini memerlukan kita), lalu kita merusak prinsip kita demi tujuan itu. Bangsa ini tidak memerlukan kita dengan cara itu," tegasnya.
Pernyataan Fahri ini disampaikan ketika isu utang piutang Anies Baswedan dengan Sandiaga Uno pada masa Pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada 2017 masih hangat. Apakah Fahri sedang menyindir Anies dan Sandi?
Saat dikonfirmasi, Fahri menegaskan bahwa pernyataannya itu bukan dimaksudkan untuk figur atau kandidat tertentu, melainkan kritik terhadap cara-cara seperti itu.
"Itu bukan soal individu tapi sistem pembiayaan pemilu dan kampanye. Saya tidak membicarakan orang, yang saya bicarakan adalah sistem pembiayaan kampanye dan pemilu yang harus dibersihkan dari peluang masuknya dana-dana ‘haram’ dan ilegal, sebab itulah awal mula dari mengelola ruang publik secara tidak transparan karena di belakang layar ada janji lain," tandas politikus asal Nusa Tenggara Barat (NTB) ini.
Seperti diketahui, polemik utang piutang Anies dengan Sandi yang disebut-sebut sampai Rp50 miliar mencuat setelah diungkapkan politikus Golkar Erwin Aksa dalam sebuah podcast di Youtube. Anies pun mengakui ada perjanjian utang piutang dengan Sandi.
Tetapi klausul dalam perjanjian tersebut berkebalikan dengan anggapan umum, termasuk seperti disampaikan Fahri. Anies justru berkewajiban membayar utang bila tidak berkuasa alias kalah dalam Pilgub DKI. Sebaliknya kalau pasangan Anies-Sandi menang, Anies tidak perlu membayar utang.
"Kenapa kalau kalah malah bayar? Kalau kalah maka saya akan berada di luar pemerintahan, maka di situ saya cari uang untuk mengembalikan (uangnya) saya mulai bisnis mungkin saya usaha apa pun supaya (dapat) mengembalikan," ujar Anies saat menjadi tamu di Podcast Marry Riana, Sabtu (11/2/2023).
Sandi pun tak ingin memperpanjang isu utang piutang dengan Anies. “Setelah saya Sholat Istikharah, setelah saya menimbang (dan) berkonsultasi dengan keluarga, saya (memutuskan) tidak ingin melanjutkan pembicaraan mengenai (hal) ini. Dari saya cukup sekian," ujar Sandi usai mendampingi Presiden Jokowi menghadiri resepsi Puncak 1 Abad Nahdlatul Ulama (NU) di Stadion Gelora Delta Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (7/2/2023).
"Praktik pinjam uang dengan janji lunas setelah menang atau menjabat merupakan bentuk perencanaan korupsi. Praktik seperti ini harus kita hentikan kalau kita ingin Indonesia bebas dari korupsi,” kata Fahri dalam cuitannya @Fahrihamzah yang dikutip, Selasa (14/2/2023).
Mantan anggota Komisi III DPR ini menyarankan, jika seseorang tidak memiliki logistik memadai, jangan memaksakan diri maju sebagai kandidat, apalagi sampai diminta menanggung biaya pemilu dan kampanye. Jangan sampai seorang calon pemimpin merusak prinsip hanya demi memaksakan kehendak maju.
"Kalau jadi kandidat dan ternyata juga disuruh menanggung biaya pemilu dan kampanye, ya mendingan nggak maju. Kita jangan pernah merasa seolah (saking bangsa ini memerlukan kita), lalu kita merusak prinsip kita demi tujuan itu. Bangsa ini tidak memerlukan kita dengan cara itu," tegasnya.
Pernyataan Fahri ini disampaikan ketika isu utang piutang Anies Baswedan dengan Sandiaga Uno pada masa Pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada 2017 masih hangat. Apakah Fahri sedang menyindir Anies dan Sandi?
Saat dikonfirmasi, Fahri menegaskan bahwa pernyataannya itu bukan dimaksudkan untuk figur atau kandidat tertentu, melainkan kritik terhadap cara-cara seperti itu.
"Itu bukan soal individu tapi sistem pembiayaan pemilu dan kampanye. Saya tidak membicarakan orang, yang saya bicarakan adalah sistem pembiayaan kampanye dan pemilu yang harus dibersihkan dari peluang masuknya dana-dana ‘haram’ dan ilegal, sebab itulah awal mula dari mengelola ruang publik secara tidak transparan karena di belakang layar ada janji lain," tandas politikus asal Nusa Tenggara Barat (NTB) ini.
Seperti diketahui, polemik utang piutang Anies dengan Sandi yang disebut-sebut sampai Rp50 miliar mencuat setelah diungkapkan politikus Golkar Erwin Aksa dalam sebuah podcast di Youtube. Anies pun mengakui ada perjanjian utang piutang dengan Sandi.
Tetapi klausul dalam perjanjian tersebut berkebalikan dengan anggapan umum, termasuk seperti disampaikan Fahri. Anies justru berkewajiban membayar utang bila tidak berkuasa alias kalah dalam Pilgub DKI. Sebaliknya kalau pasangan Anies-Sandi menang, Anies tidak perlu membayar utang.
"Kenapa kalau kalah malah bayar? Kalau kalah maka saya akan berada di luar pemerintahan, maka di situ saya cari uang untuk mengembalikan (uangnya) saya mulai bisnis mungkin saya usaha apa pun supaya (dapat) mengembalikan," ujar Anies saat menjadi tamu di Podcast Marry Riana, Sabtu (11/2/2023).
Sandi pun tak ingin memperpanjang isu utang piutang dengan Anies. “Setelah saya Sholat Istikharah, setelah saya menimbang (dan) berkonsultasi dengan keluarga, saya (memutuskan) tidak ingin melanjutkan pembicaraan mengenai (hal) ini. Dari saya cukup sekian," ujar Sandi usai mendampingi Presiden Jokowi menghadiri resepsi Puncak 1 Abad Nahdlatul Ulama (NU) di Stadion Gelora Delta Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (7/2/2023).
(muh)