Sistem Proporsional Terbuka dan Tertutup Punya Plus Minus
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Garuda Teddy Gusnaidi menilai sistem proporsional terbuka dan tertutup punya plus dan minus. Dia tidak sepakat dengan anggapan bahwa pemilu legislatif menggunakan proporsional tertutup atau coblos partai akan berpotensi terjadinya jual beli nomor urut di internal partai.
“Tentu saja ini pemikiran yang miskin literasi, karena proporsional terbuka pun (coblos caleg) berpotensi jual beli nomor urut oleh oknum di partai,” kata Teddy dalam keterangan tertulisnya, Jumat (10/2/2023).
Dia menuturkan, urusan metode pemilu legislatif mau menggunakan sistem coblos partai atau coblos caleg adalah pembahasan mengenai legal. “Dalam UUD 1945 Pasal 22 E ayat 3 menyatakan bahwa peserta pemilu legislatif adalah partai politik, artinya mau coblos partai atau coblos caleg sah-sah saja,” tuturnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, karena caleg itu wajib menjadi anggota partai politik, sehingga keberadaannya mewakili partai politik dalam surat suara. “Jadi yang dibahas itu mana yang lebih baik digunakan, bukan soal money politik, karena mau gunakan metode mana pun baik terbuka atau tertutup, potensi money politik tetap akan ada,” ujarnya.
Saat ini, kata dia, tinggal menunggu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait gugatan terhadap sistem pemilu proposional terbuka atau judicial review Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu. “Jika dikabulkan pemilu legislatif menggunakan metode coblos partai maka wajib dipatuhi, jika tidak dikabulkan, maka gunakan metode saat ini, yaitu coblos caleg,” pungkas juru bicara Partai Garuda ini.
Diberitakan sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sangat menanti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait gugatan terhadap sistem pemilu proposional terbuka atau judicial review Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu. KPU butuh kepastian berkaitan dengan sistem pemilu.
"Berkaitan dengan putusan MK ini, kami sebagai penyelenggara memang sangat menanti putusan atas perkara ini dibacakan," kata Komisioner KPU Idham Holik dikutip Jumat (10/2/2023).
Dia mengatakan, KPU saat ini sedang fokus terhadap persiapan pendaftaran calon legislatif oleh partai politik. Rencananya, tahapan itu akan dibuka pada tanggal 1-14 Mei 2023.
Sehingga, selama 14 hari tersebut, KPU akan menerima pendaftaran calon legislatif termasuk juga di dalamnya calon anggota DPD RI. "Tentunya kepastian berkaitan dengan sistem pemilu ini akan berimplikasi terhadap tidak hanya mekanisme pencalonan, termasuk di dalamnya juga beragam jenis formulir yang harus diserahkan partai politik, tapi juga berkaitan dengan sistem informasi yang akan kami bangun," imbuhnya.
Dia melanjutkan, KPU juga harus mendesain kebijakan logistik Pemilu. Putusan mengenai sistem pemilu ini juga akan berimplikasi pada desain surat suara.
Pasalnya, di antara sistem proporsional terbuka maupun proporsional tertutup, desain logistiknya tentu berbeda jauh. Idham mengungkapkan, surat suara dengan sistem pemilu proporsional daftar tertutup itu desain terbilang sederhana.
Desain tersebut cukup memuat lambang atau logo dan nama serta nomor urut partai politik. "Berbeda dengan sistem proporsional daftar terbuka yang di mana desain surat suaranya itu sebagaimana diatur dalam pasal 342 ayat (2) UU 7 Tahun 2017,” ungkapnya.
Dia berpendapat, hal tersebut lebih kompleks. “Dan sizenya pun lebih besar sebagaimana di 2019 kemarin terakhir kita saksikan di TPS yak. Jadi kami membutuhkan kepastian berkaitan sistem pemilu," pungkasnya.
“Tentu saja ini pemikiran yang miskin literasi, karena proporsional terbuka pun (coblos caleg) berpotensi jual beli nomor urut oleh oknum di partai,” kata Teddy dalam keterangan tertulisnya, Jumat (10/2/2023).
Dia menuturkan, urusan metode pemilu legislatif mau menggunakan sistem coblos partai atau coblos caleg adalah pembahasan mengenai legal. “Dalam UUD 1945 Pasal 22 E ayat 3 menyatakan bahwa peserta pemilu legislatif adalah partai politik, artinya mau coblos partai atau coblos caleg sah-sah saja,” tuturnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, karena caleg itu wajib menjadi anggota partai politik, sehingga keberadaannya mewakili partai politik dalam surat suara. “Jadi yang dibahas itu mana yang lebih baik digunakan, bukan soal money politik, karena mau gunakan metode mana pun baik terbuka atau tertutup, potensi money politik tetap akan ada,” ujarnya.
Saat ini, kata dia, tinggal menunggu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait gugatan terhadap sistem pemilu proposional terbuka atau judicial review Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu. “Jika dikabulkan pemilu legislatif menggunakan metode coblos partai maka wajib dipatuhi, jika tidak dikabulkan, maka gunakan metode saat ini, yaitu coblos caleg,” pungkas juru bicara Partai Garuda ini.
Diberitakan sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sangat menanti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait gugatan terhadap sistem pemilu proposional terbuka atau judicial review Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu. KPU butuh kepastian berkaitan dengan sistem pemilu.
"Berkaitan dengan putusan MK ini, kami sebagai penyelenggara memang sangat menanti putusan atas perkara ini dibacakan," kata Komisioner KPU Idham Holik dikutip Jumat (10/2/2023).
Dia mengatakan, KPU saat ini sedang fokus terhadap persiapan pendaftaran calon legislatif oleh partai politik. Rencananya, tahapan itu akan dibuka pada tanggal 1-14 Mei 2023.
Sehingga, selama 14 hari tersebut, KPU akan menerima pendaftaran calon legislatif termasuk juga di dalamnya calon anggota DPD RI. "Tentunya kepastian berkaitan dengan sistem pemilu ini akan berimplikasi terhadap tidak hanya mekanisme pencalonan, termasuk di dalamnya juga beragam jenis formulir yang harus diserahkan partai politik, tapi juga berkaitan dengan sistem informasi yang akan kami bangun," imbuhnya.
Dia melanjutkan, KPU juga harus mendesain kebijakan logistik Pemilu. Putusan mengenai sistem pemilu ini juga akan berimplikasi pada desain surat suara.
Pasalnya, di antara sistem proporsional terbuka maupun proporsional tertutup, desain logistiknya tentu berbeda jauh. Idham mengungkapkan, surat suara dengan sistem pemilu proporsional daftar tertutup itu desain terbilang sederhana.
Desain tersebut cukup memuat lambang atau logo dan nama serta nomor urut partai politik. "Berbeda dengan sistem proporsional daftar terbuka yang di mana desain surat suaranya itu sebagaimana diatur dalam pasal 342 ayat (2) UU 7 Tahun 2017,” ungkapnya.
Dia berpendapat, hal tersebut lebih kompleks. “Dan sizenya pun lebih besar sebagaimana di 2019 kemarin terakhir kita saksikan di TPS yak. Jadi kami membutuhkan kepastian berkaitan sistem pemilu," pungkasnya.
(rca)