Papua Memanas, DPR Desak Tindak Lanjut Perpres Pelibatan TNI untuk Terorisme
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi I DPR RI menyampaikan keprihatinannya atas meningkatnya eskalasi di Papua. Terbaru, pesawat Susi Air dibakar dan dugaan pilot disandera oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua.
"Jadi di rapat itu ada beberapa catatan bahwa eskalasi terjadi di Papua dan seperti kita lihat saat ini. Jadi yang pertama saya ikut prihatin," kata Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (7/2/2023).
Meutya berharap masalah ini bisa segera diselesaikan. Ia pun meminta pihak-pihak terkait khususnya TNI untuk melakukan komunikasi agar pilot yang diduga disandera ini bisa segera dibebaskan. "Saya minta pihak-pihak untuk berkomunikasi terutama juga dari TNI bagaimana agar pilot ini kalau betul disandera agar bisa segera dibebaskan," harapnya.
Politikus Partai Golkar ini mengungkapkan, yang sempat mengemuka pada rapat beberapa waktu lalu adalah dorongan Komisi I DPR agar TNI punya dasar hukum yang kuat untuk berada di Papua, yakni tindak lanjut atas Peraturan Presiden (Perpres) Pelibatan TNI untuk Terorisme. "Kemarin Komisi I mendorong agar segera tidak lanjut dari perpres yang sudah disetujui Komisi I, Perpres pelibatan TNI untuk terorisme. Jadi mungkin itu yang kemarin diminta teman-teman TNI," ungkap Meutya.
Dengan Perpres itu, dia menjelaskan, TNI memiliki dasar hukum untuk bisa melakukan penanganan dengan baik di Papua. Akan tetapi, tanpa menunggu perpres pun Komisi I DPR meminta Panglima TNI untuk terus siaga.
"Jadi eskalasinya meningkat dan itu bukan hanya analisis, saya rasa teman-teman media juga melihat sehingga perlu penanganan khusus dan strategi-strategi baru untuk pendekatan penanganan Papua," terangnya.
Terkait pendekatan humanis di konflik Papua, menurut Meutya, pendekatan humanis tetap bisa dilakukan, namun bukan berarti aparat hanya berdiam diri saat ada warga masyarakat yang diserang, ataupun terjadi pelanggaran dan juga teror-teror. Tentu TNI harus bertindak tegas dengan tetap melakukan pendekatan dialogis atau humanis.
" Tentu TNI harus tegas. Tapi pendekatan keseharian terhadap kelompok-kelompok tersebut harus dilakukan secara juga dialogis atau humanis serta berjalan bersama-sama. Tapi sekali lagi kalau ada kekerasan tentu tegas tapi dalam kerangka penyelesaian akhir tentu ada dialog-dialog dengan kelompok ini," tandasnya.
"Jadi di rapat itu ada beberapa catatan bahwa eskalasi terjadi di Papua dan seperti kita lihat saat ini. Jadi yang pertama saya ikut prihatin," kata Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (7/2/2023).
Meutya berharap masalah ini bisa segera diselesaikan. Ia pun meminta pihak-pihak terkait khususnya TNI untuk melakukan komunikasi agar pilot yang diduga disandera ini bisa segera dibebaskan. "Saya minta pihak-pihak untuk berkomunikasi terutama juga dari TNI bagaimana agar pilot ini kalau betul disandera agar bisa segera dibebaskan," harapnya.
Politikus Partai Golkar ini mengungkapkan, yang sempat mengemuka pada rapat beberapa waktu lalu adalah dorongan Komisi I DPR agar TNI punya dasar hukum yang kuat untuk berada di Papua, yakni tindak lanjut atas Peraturan Presiden (Perpres) Pelibatan TNI untuk Terorisme. "Kemarin Komisi I mendorong agar segera tidak lanjut dari perpres yang sudah disetujui Komisi I, Perpres pelibatan TNI untuk terorisme. Jadi mungkin itu yang kemarin diminta teman-teman TNI," ungkap Meutya.
Dengan Perpres itu, dia menjelaskan, TNI memiliki dasar hukum untuk bisa melakukan penanganan dengan baik di Papua. Akan tetapi, tanpa menunggu perpres pun Komisi I DPR meminta Panglima TNI untuk terus siaga.
"Jadi eskalasinya meningkat dan itu bukan hanya analisis, saya rasa teman-teman media juga melihat sehingga perlu penanganan khusus dan strategi-strategi baru untuk pendekatan penanganan Papua," terangnya.
Terkait pendekatan humanis di konflik Papua, menurut Meutya, pendekatan humanis tetap bisa dilakukan, namun bukan berarti aparat hanya berdiam diri saat ada warga masyarakat yang diserang, ataupun terjadi pelanggaran dan juga teror-teror. Tentu TNI harus bertindak tegas dengan tetap melakukan pendekatan dialogis atau humanis.
" Tentu TNI harus tegas. Tapi pendekatan keseharian terhadap kelompok-kelompok tersebut harus dilakukan secara juga dialogis atau humanis serta berjalan bersama-sama. Tapi sekali lagi kalau ada kekerasan tentu tegas tapi dalam kerangka penyelesaian akhir tentu ada dialog-dialog dengan kelompok ini," tandasnya.
(cip)