Seberapa Darurat Sistem Jaminan Halal hingga Presiden Harus Terbitkan Perppu?
loading...
A
A
A
Kami sangat mengharapkan hal ini untuk segera diperbaiki. Jangan sampai terjadi kongesti (antrean panjang) yang tidak dapat dihindari ketika terjadi lonjakan permohonan Sertifikasi Halal yang disebabkan karena Sistem Registerasi Online di BPJPH seperti yang dikeluhkan selama ini oleh para pelaku usaha. Belum lagi masyarakat dan dunia usaha juga belum mendapatkan informasi dan edukasi dari BPJPH bagaimana mekanisme kerja dari Komite Fatwa yang dibentuk oleh negara melalui Perppu tersebut.
Kalau sistem registrasi atau proses pendaftaran permohonan Sertifikasi Halal secara online saja tidak ramah akses bagi UMKM, bagaimana nantinya dengan pola kerja Komite Fatwa ? Semoga tidak akan malah memunculkan ketidakpastian dan mengganggu kenyamanan bisnis dan investasi di Tanah air dan pada ahirnya bukan tidak mungkin bakal menimbulkan kedaruratan. Artinya, keadaan darurat dalam konteks sistem jaminan halal, khususnya pada proses pemberian fatwa produk halal, titik persoalannya bukan berada pada MUI, akan tetapi berada pada sistem registrasi di BPJPH yang tidak ramah akses bagi para pelaku usaha.
Data di atas adalah bukti kuat bahwa sama sekali tidak ada urgensi yang dapat dijadikan dasar, sebagai alasan keadaan darurat bagi penyelenggaraan tata kelola Sertifikasi Halal, sehingga negara harus membentuk Komite Fatwa. Sebaliknya, justru dengan pembentukan Komite Fatwa dikhawatirkan dapat menyebabkan kedaruratan bagi penyelenggaraan sistem jaminan halal di Indonesia.
Sebagai Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch, kami berpendapat bahwa tuduhan yang menyatakan faktor lambannya proses sertifikasi halal itu dari MUI adalah keliru. Tuduhan tersebut muncul secara liar, tapi MUI tidak pernah merespons secara reaktif. MUI terus melakukan pembenahan internal untuk mendukung program percepatan sertifikasi halal. Karena sejak awal MUI memiliki pandangan tentang pentingnya jaminan produk halal bagi masyarakat muslim, dan komitmen pemerintah ini perlu didukung secara optimal.
Kalau sistem registrasi atau proses pendaftaran permohonan Sertifikasi Halal secara online saja tidak ramah akses bagi UMKM, bagaimana nantinya dengan pola kerja Komite Fatwa ? Semoga tidak akan malah memunculkan ketidakpastian dan mengganggu kenyamanan bisnis dan investasi di Tanah air dan pada ahirnya bukan tidak mungkin bakal menimbulkan kedaruratan. Artinya, keadaan darurat dalam konteks sistem jaminan halal, khususnya pada proses pemberian fatwa produk halal, titik persoalannya bukan berada pada MUI, akan tetapi berada pada sistem registrasi di BPJPH yang tidak ramah akses bagi para pelaku usaha.
Data di atas adalah bukti kuat bahwa sama sekali tidak ada urgensi yang dapat dijadikan dasar, sebagai alasan keadaan darurat bagi penyelenggaraan tata kelola Sertifikasi Halal, sehingga negara harus membentuk Komite Fatwa. Sebaliknya, justru dengan pembentukan Komite Fatwa dikhawatirkan dapat menyebabkan kedaruratan bagi penyelenggaraan sistem jaminan halal di Indonesia.
Sebagai Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch, kami berpendapat bahwa tuduhan yang menyatakan faktor lambannya proses sertifikasi halal itu dari MUI adalah keliru. Tuduhan tersebut muncul secara liar, tapi MUI tidak pernah merespons secara reaktif. MUI terus melakukan pembenahan internal untuk mendukung program percepatan sertifikasi halal. Karena sejak awal MUI memiliki pandangan tentang pentingnya jaminan produk halal bagi masyarakat muslim, dan komitmen pemerintah ini perlu didukung secara optimal.
(abd)