Tiba di Sidoarjo, Presiden Jokowi Akan Hadiri Puncak Satu Abad NU Besok

Senin, 06 Februari 2023 - 21:28 WIB
loading...
Tiba di Sidoarjo, Presiden...
Presiden Joko Widodo (Jokowi) tiba di Bandara Internasional Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur pada Senin (6/2/2023) sekitar pukul 18.00 WIB. FOTO/BIRO PERS SETPRES
A A A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) tiba di Bandara Internasional Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur pada Senin (6/2/2023) sekitar pukul 18.00 WIB. Presiden besok dijadwalkan menghadiri puncak peringatan Satu Abad Nahdlatul Ulama ( NU ).

Kedatangan Presiden Kabupaten Sidoarjo disambut oleh Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Pangdam V/Brawijaya Mayjen TNI Farid Makruf, Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Toni Harmanto, dan Danlanud Muljono Kolonel Pnb. Sugeng Budiono.

Dari bandara, Presiden langsung menuju tempatnya bermalam. Pada esok hari, Presiden dijadwalkan menghadiri resepsi puncak satu abad NU yang akan diselenggarakan di Gelora Delta Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo.

Baca juga: Wapres Meminta NU Jaga NKRI dan Fokus Perbaiki Umat

Sebelumnya, Presiden Jokowi berangkat melalui Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma Jakarta sekitar pukul 17.00 WIB dengan menggunakan pesawat kepresidenan Indonesia-1. Turut mendampingi presiden dalam penerbangan menuju Jawa Timur antara lain Menteri BUMN Erick Thohir, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Sekretaris Militer Presiden Laksda TNI Hersan, Komandan Paspampres Marsda TNI Wahju Hidajat Soedjatmiko, dan Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin.

Sejarah Singkat Berdirinya NU
Nahdlatul Ulama (NU), yang secara harfiah berarti Kebangkitan Para Ulama, berdiri pada 16 Rajab 1344 H atau bertepatan 31 Januari 1926, di Jombang, Jawa Timur, zaman Hindia Belanda. Pendirinya adalah KH Hasyim Asy'ari.

Mengutip situs resminya, lahirnya NU tak terlepas dari persoalan yang dihadapi para ulama pesantren ketika Dinasti Sa'ud di Arab Saudi ingin membongkar makam Nabi Muhammad SAW. Raja Sa'ud juga ingin menetapkan Wahabi sebagai mazhab resmi kerajaan dan menolak praktik mazhab lainnya. Keinginan Raja Sa'ud itu akan dibawa ke Muktamar Dunia Islam (Muktamar 'Alam Islami) Mekkah.

Bagi ulama pesantren, rencana kebijakan itu mengancam kemajuan Islam. Mendengar keinginan Raja Sa'ud itu, tokoh ulama pesantren Indonesia, KH Abdul Wahab Chasbullah kemudian mengusulkan kepada Centraal Comite Chilafat (CCC) yang akan mengirimkan delegasi ke Muktamar Dunia Islam pada 1926 agar mendesak Raja Ibnu Sa'ud untuk melindungi kebebasan bermazhab. Sistem bermazhab yang selama ini berjalan di tanah Hijaz harus tetap dipertahankan dan diberikan kebebasan.

Sayang, usulan itu tidak mendapat perhatian dari para anggota CCC. Kiai Wahab Chasbullah kemudian membentuk panitia sendiri yang dinamai Komite Hijaz pada Januari 1926. Komite Hijaz yang akan dikirim ke Muktamar Dunia Islam itu lalu mendapat restu dari KH Hasyim Asy'ari.

Setelah perhitungan matang, pada 31 Januari 1926, Komite Hijaz mengundang ulama terkemuka membahas utusan yang akan dikirim ke Muktamar Dunia Islam di Mekkah. Rombongan ulama dipimpin KH Hasyim Asy'ari datang ke Kertopaten, Surabaya dan sepakat menunjuk KH Raden Asnawi Kudus sebagai delegasi Komite Hijaz.

Namun setelah itu timbul pertanyaan siapa atau institusi apa yang berhak mengirim Kiai Asnawi? KH Mas Alwi bin Abdul Aziz kemudian mengusulkan nama Jam'iyah Nahdlatul Ulama (NU) dan disepakati pada 16 Rajab 1344 H yang bertepatan dengan 31 Januari 1926 Masehi. Berdasarkan penanggalan hijriah tersebut, maka 16 Rajab 1444 H atau Selasa, 7 Februari 2023, NU akan tepat berusia 100 tahun atau satu abad.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1552 seconds (0.1#10.140)