Ungkap Aktor di Balik Perubahan Putusan MK

Sabtu, 04 Februari 2023 - 18:32 WIB
loading...
Ungkap Aktor di Balik...
Perubahan putusan MK harus diusut tuntas. FOTO/WAWAN BASTIAN
A A A
Dugaan pelanggaran berupa pengubahan substansi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pencopotan hakim konstitusi Aswanto harus segera diusut tuntas. Kejadian tersebut wajib mendapat perhatian serius semua pihak, termasuk pemerintah, karena menyangkut marwah MK sebagai lembaga pengawal konstitusi, sekaligus citra dan wibawa Indonesia di mata dunia.

Patut diapresiasi langkah MK yang bekerja cepat membentuk Majelis Kehormatan MK yang akan bekerja mengusut kasus tersebut. Majelis Kehormatan MK diharapkan mampu bekerja independen sehingga semua pihak yang terlibat, terutama aktor atau yang mengotaki pengubahan subtansi putusan tersebut, bisa diungkap tuntas.

Pengusutan kasus ini seharusnya bukan sebuah pekerjaan rumit. Kronologis peristiwa bisa dengan mudah dilacak dengan penyelidikan internal. Tinggal Majelis Kehormatan MK memeriksa pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam proses penyusunan risalah sidang atas perkara nomor 103/PUU-XX/2022 tersebut.

Tudingan pemalsuan putusan MK mencuat ke publik setelah ditemukan perbedaan redaksional pada putusan yang dibacakan hakim saat sidang dengan risalah sidang.

Salinan putusan yang diunggah di website MK berbeda dengan apa yang dibacakan hakim saat sidang. Putusan MK tersebut berkaitan dengan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) yang diajukan oleh advokat Zico Leonard Djagardo Simanjuntak.

Uji materi diajukan menyusul pemberhentian hakim MK Aswanto oleh DPR pada Oktober 2022 lalu dan digantikan oleh Guntur Hamzah. Pencopotan Aswanto saat itu dengan alasan sering membatalkan undang-undang produk DPR dinilai sebagian pihak sebagai bentuk intervensi terhadap MK.

Permohonan uji materi tersebut pada akhirnya ditolak MK dan putusan dibacakan pada 23 November 2022. Pembacaan putusan berlangsung beberapa jam setelah Aswanto diganti oleh Guntur Hamzah yang saat itu merupakan Sekretaris Jenderal MK.??Adapun detail perubahan putusan tersebut, yakni saat pembacaan putusan yang disiarkan di kanal YouTube MK, Hakim Konstitusi Saldi Isra mengucapkan frasa "Dengan demikian".

Lengkapnya berbunyi:??"Dengan demikian, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 ayat (2) UU MK..... dan seterusnya."??Sedangkan pada risalah sidang dan yang tertuang dalam salinan putusan di situs MK, kata “Dengan demikian” telah berubah menjadi: "Ke depan,..”. ?

Bagi Zico, perubahan redaksional putusan itu membawa konsekensi yang sangat signifikan. Sebab, jika mengacu putusan yang dibacakan di sidang, pergantian seorang hakim konstitusi haruslah mengacu pada ketentuan Pasal 23 UU MK. Dengan kata lain, hakim MK tidak boleh diberhentikan begitu saja kecuali dengan syarat yang ditentukan dalam undang-undang.

Namun, dengan perubahan redaksi menjadi “ke depan,” penggantian Aswanto menjadi tidak masalah lagi karena kejadiannya dianggap sudah berlalu.

Zico juga beranggapan bahwa perbedaan substansi tersebut juga bakal berdampak terhadap gugatan yang saat ini bergulir di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang mana juga mempersoalkan penggantian Aswanto.

Pertanyaan saat ini adalah siapa yang mengubah substansi putusan MK dan untuk kepentingan siapa perubahan itu dilakukan? Ini menjadi tugas Majelis Kehormtaa MK untuk diusut.

Kasus ini juga telah dilaporkan ke Polda Metro Jaya dengan tuduhan tindak pidana pemalsuan. Pihak yang dilaporkan adalah sembilan hakim konstitusi dan satu panitera pengganti.

Demi tetap menjaga wibawa MK dan demi tegaknya hukum, dugaan pelanggaran ini memang harus segera diusut tuntas. Masalah ini sama sekali tidak bisa diangap sepele. Bahkan, pengustuan tidak cukup sebatas mencari dugaan pelanggaran etiknya saja. Penyelesaian secara etik oleh Majelis Kehormatan MK tidaklah cukup. Perbuatan mengubah substansi putusan MK, oleh banyak pihak, itu dianggap memenuhi unsur pidana.
(ynt)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1819 seconds (0.1#10.140)