Guru Besar UI: KUHP Baru Sesuai Kepribadian dan Jati Diri Bangsa

Rabu, 01 Februari 2023 - 20:26 WIB
loading...
Guru Besar UI: KUHP...
Acara Sosialisasi KUHP yang diselenggarakan Mahupiki bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (Unnes) di Semarang, Rabu (1/2/2023). Foto/Dok. SINDOnews
A A A
SEMARANG - Indonesia segera memasuki era hukum pidana yang lebih sesuai dengan kepribadian dan jati diri bangsa. Hal ini karena Indonesia telah berhasil mengundangkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ) baru, menggantikan peninggalan pemerintah kolonial Belanda.

KUHP nasional ini akan mulai berlaku tiga tahun terhitung sejak diundangkan. Harkristuti memaparkan, perbedaan mencolok antara KUHP nasional dengan peninggalan Belanda misalnya pada pidana Perzinaan dan Kohabitasi. Di dalam KUHP lama hal-hal semacam itu berlawanan dengan kultur dan budaya yang tertanam di masyarakat Bangsa Indonesia.

"Pada pasal Perzinahan dan Kohabitasi, ada sebagian kalangan yang menganggap ini sebagai ranah privasi, sehingga seharusnya negara tidak ikut campur. Yang dilupakan bahwa kita bukan negara Barat, di mana nilai-nilai semacam itu masih ada, hidup dan dipertahankan oleh masyarakat," kata Guru Besar Hukum Pidana UI Harkristuti Harkrisnowo acara Sosialisasi KUHP yang diselenggarakan Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (Unnes) di Hotel Patra, Semarang, Rabu (1/2/2023).

Menurut Harkristuti, dalam KUHP baru yang tak kalah penting untuk disosialisasikan ke masyarakat adalah Pasal 218 tentang Penyerangan Harkat dan Martabat Presiden. Kemudian Pasal 240 tentang Penghinaan Pemerintah atau Lembaga Negara.

Pasal tersebut dibuat bukan untuk membungkam masyarakat. Indonesia memang negara yang menganut asas demokrasi. Namun bukan berarti demokrasi diartikan sebagai demokrasi yang kebablasan.

Perbedaan antara kritik dan penghinaan pun ditekankan dalam pasal tersebut. Maka, tidak akan ada proses hukum tanpa adanya pengaduan yang sah dari pihak yang berhak mengadu, yaitu Presiden atau Wapres (Pasal 218 UU KUHP) dan Pimpinan Lembaga Negara (Pasal 240 UU KUHP).

"Penting dijelaskan bahwa pasal tentang penghinaan Presiden itu bukan untuk membungkam. Karena pidana ini memiliki persyaratan. Kritik tidak apa-apa, tapi apabila penghinaan, pencemaran nama baik, itu yang dilarang," jelasnya.

Pembicara lain, Guru Besar Fakultas Hukum UI, Topo Santoso menjelaskan, para perumus KUHP nasional berhasil memperbaiki tujuan pemidanaan. Dari sekadar menghukum atau membalas para pelaku pada KUHP lama.

"Dalam pemidanaan, pendekatan utama KUHP nasional bukan falsafah retributif, tetapi tujuannya ditegaskan untuk preventif, kemudian untuk menghindari konflik, untuk memulihkan keseimbangan. Itu hal-hal yang khas Indonesia dan tidak ada di KUHP lama," kata Prof Topo.

KUHP nasional juga lebih komprehensif karena banyak memperbaiki kekurangan KUHP kolonial. Ini ditandai dengan lebih banyaknya pasal KUHP baru yang diundangkan sebagai UU No 1/2023 ini. Yaitu, terdiri dari 37 Bab, 624 Pasal dan 345 halaman; dan terbagi dalam dua bagian, yakni bagian pasal dan penjelasan.

Sosialisasi KUHP di Semarang juga menghadirkan narasumber Indriyanto Seno Adji, Guru Besar Hukum Pidana sekaligus Pengajar Program Pascasarjana Ilmu Hukum UI. Acara dihadiri 200 peserta yang terdiri dari para akademisi, lembaga pemerintah (Forkopimda), organisasi, tokoh masyarakat dan mahasiswa hukum, serta audiens online.

Wakil Rektor 1 Bidang Akademik Unnes, Zaenuri mengatakan, setiap aturan dalam KUHP baru merupakan cerminan dari jati diri masyarakat bangsa Indonesia yang sesungguhnya. Meski dia tidak menampik dalam proses penyusunannya menimbulkan pro dan kontra. Dia pun mendukung penuh KUHP baru yang akan berlaku pada 2026 mendatang.
(poe)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Lanjut Baca Berita Terkait Lainnya
Berita Terkait
Pakar Pidana: Penegak...
Pakar Pidana: Penegak Hukum Terlibat Korupsi Harus Dihukum Berat
Perubahan KUHAP Penting,...
Perubahan KUHAP Penting, Namun Harus Perhatikan Juga Faktor Ini
Yusril Tegaskan Hukuman...
Yusril Tegaskan Hukuman Mati Tidak Dihapus di KUHP Nasional, Begini Penjelasannya
Habiburokhman Pastikan...
Habiburokhman Pastikan RUU KUHAP Dibahas di Komisi III
RKUHAP, Pakar Hukum...
RKUHAP, Pakar Hukum Tekankan Ada Keseimbangan dalam Sistem Peradilan Pidana
Pakar Hukum Nilai Ada...
Pakar Hukum Nilai Ada Pembegalan Kewenangan Kejaksaan untuk Tangani Kasus Korupsi
Guru Besar Hukum Pidana:...
Guru Besar Hukum Pidana: Revisi KUHAP Diharap Perbaiki Mekanisme Prapenuntutan
Penerapan KUHP Baru...
Penerapan KUHP Baru 2026, LBH Ansor: Semangat Lepas dari Warisan Kolonial
Kejagung Memulai Penyelidikan...
Kejagung Memulai Penyelidikan Korupsi Pertamina dengan Melihat Kerugian Negara Dinilai Tepat
Rekomendasi
Andalan Masyarakat,...
Andalan Masyarakat, Super App BRImo Dipakai 40 Juta User dan Catat Transaksi Rp1.599 Triliun
Pertagas Jalin Kerja...
Pertagas Jalin Kerja Sama Pembangunan Infrastruktur Gas ke Polytama
Yuke Bassist Dewa 19...
Yuke Bassist Dewa 19 Diduga Tabrak Anak Kecil hingga Tak Sadarkan Diri
Berita Terkini
KSAL Ungkap TNI AL Belum...
KSAL Ungkap TNI AL Belum Punya Alat Pendeteksi Kapal Selam Asing
21 menit yang lalu
Bobby Nasution Datang...
Bobby Nasution Datang ke Kantor KPK, Ada Apa?
49 menit yang lalu
Jaksa Hadirkan Keluarga...
Jaksa Hadirkan Keluarga Zarof Ricar Makelar Kasus Ronald Tannur di Pengadilan
1 jam yang lalu
DPR - KSAL Rapat Bahas...
DPR - KSAL Rapat Bahas Urgensi Keamanan Laut
1 jam yang lalu
Hadiri Konferensi Kemenangan...
Hadiri Konferensi Kemenangan Gaza di Istanbul, ARI-BP Dukung Kemerdekaan Palestina
2 jam yang lalu
Memastikan Kesinambungan...
Memastikan Kesinambungan Kebijakan
4 jam yang lalu
Infografis
Demo Besar Guncang AS...
Demo Besar Guncang AS di 1.200 Lokasi dan 50 Negara Bagian
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved