Energi Baru Pemuda Muhammadiyah
loading...
A
A
A
Energi Pergaulan yang Melintas Batas
Di antara karakteristik organisasi modernis dan progresif seperti Pemuda Muhammadiyah adalah sikap inklusifitasnya. Termasuk dalam membangun interaksi dan pergaulan yang melintas batas-batas perbedaan agama, suku, ras, golongan dan bahkan perbedaan latar belakang politik.
Sebagaimana Kiai Dahlan, yang mampu bergaul melintas batas. Beliau bergaul dengan tokoh-tokoh Boedi Oetomo, membangun interaksi dengan tokoh-tokoh yang berpandangan sosialis seperti Simaun, dan bahkan bekerjasama dengan dokter-dokter Belanda yang jelas-jelas Kristen dalam mengelola rumah sakit (PKO). Pergaulan Kiai Dahlan yang luas tersebut dalam pandangan Prof Haedar Nasir, menunjukkan karakter kuat dari Kiai Dahlan sebagai sosok yang mau dan mampu bergaul dengan siapapun dan kelompok manapun.
Spirit pergaulan yang ingklusif ini merupakan salah satu warisan Kiai Dahlan yang harus terus dirawat dan dimaknai dalam konteks kehidupan saat ini oleh seluruh kader Pemuda Muhammadiyah. Pergaulan yang melintas batas sudah menjadi watak organisasi modernis Muhammadiyah.
Ini dipertegas dalam 10 sifat Muhammadiyah, di antaranya kader Muhammadiyah harus “Memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah Islamiyah (poin 2)”. Kemudian “Membantu pemerintah serta bekerjasama dengan golongan lain dalam memelihara dan membangun Negara untuk mencapai masyarakat adil dan makmur yang diridlai Allah SWT (poin 9).”
Karena itu, kader Pemuda Muhammadiyah saat ini dan di masa yang akan datang tidak perlu merasa canggung dan berdosa jika membangun pergaulan yang melintas batas. Sepanjang itu semua dalam bingkai wata'awanu Alal birri wattaqwa, wala ta'awanu Alal Ismi Wal Udwan (saling bekerjasama dalam kebaikan bukan hal-hal yang mungkar). Dalam pandangan penulis, untuk menjadi “Pemuda Negarawan” sebagaimana tema Muktamar di atas, maka energi memperluas dan memperkuat jaringan pergaulan merupakan suatu keniscayaan.
Energi Peneguhan Islam Wasathiyyah
Wasathiyyah Islam atau moderasi beragama dalam terminologi yang digunakan kementerian agama merupakan karakter dasar ajaran Islam itu sendiri. Karena itu pula menjadi karakter dari Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang setiap aktivitasnya berpegang pada Al-Quran dan Hadits.
Pada Mukamar Muhammadiyah ke-48 di Surakarta 2022, Muhammadiyah kembali menegaskan jati dirinya sebagai gerakan Islam Berkemajuan yang diantara pilar-nya adalah Ummatan Wasathan (umat tengahan), yang mengandung makna unggul dan tegak. Dalam dokumen Risalah Islam berkemajuan Muhammadiyah disebutkan bahwa Islam itu sendiri sesungguhnya adalah agama wasathiyyah (tengahan), yang menolak ekstremisme dalam beragama baik dalam bentuk sikap berlebihan (ghuluww) maupun sikap pengabaian (tafrith).
Dalam pandangan Muhammadiyah, wasathiyyah menuntut sikap seimbang (tawazun) antara kehidupan individu dan masyarakat, lahir dan batin, serta duniawi dan ukhrawi. Karena Islam adalah agama wasathiyah, maka ia harus menjadi ciri yang menonjol dalam berpikir dan bersikap umat Islam, warga Muhammadiyah, dan terutama kader Pemuda Muhammadiyah.
Wasathiyah dalam pandangan Muhammadiyah dapat diwujudkan dalam sikap sosial. Pertama, tegas dalam pendirian, luas dalam wawasan, dan luwes dalam sikap. Kedua, menghargai perbedaan pandangan atau pendapat.
Ketiga, menolak pengkafiran terhadap sesama muslim. Keempat, memajukan dan menggembirakan masyarakat. Kelima, memahami realitas dan prioritas. Keenam, menghindari fanatisme berlebihan terhadap kelompok atau paham keagamaan tertentu. Ketujuh, memudahkan pelaksanaan ajaran agama.
Di antara karakteristik organisasi modernis dan progresif seperti Pemuda Muhammadiyah adalah sikap inklusifitasnya. Termasuk dalam membangun interaksi dan pergaulan yang melintas batas-batas perbedaan agama, suku, ras, golongan dan bahkan perbedaan latar belakang politik.
Sebagaimana Kiai Dahlan, yang mampu bergaul melintas batas. Beliau bergaul dengan tokoh-tokoh Boedi Oetomo, membangun interaksi dengan tokoh-tokoh yang berpandangan sosialis seperti Simaun, dan bahkan bekerjasama dengan dokter-dokter Belanda yang jelas-jelas Kristen dalam mengelola rumah sakit (PKO). Pergaulan Kiai Dahlan yang luas tersebut dalam pandangan Prof Haedar Nasir, menunjukkan karakter kuat dari Kiai Dahlan sebagai sosok yang mau dan mampu bergaul dengan siapapun dan kelompok manapun.
Spirit pergaulan yang ingklusif ini merupakan salah satu warisan Kiai Dahlan yang harus terus dirawat dan dimaknai dalam konteks kehidupan saat ini oleh seluruh kader Pemuda Muhammadiyah. Pergaulan yang melintas batas sudah menjadi watak organisasi modernis Muhammadiyah.
Ini dipertegas dalam 10 sifat Muhammadiyah, di antaranya kader Muhammadiyah harus “Memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah Islamiyah (poin 2)”. Kemudian “Membantu pemerintah serta bekerjasama dengan golongan lain dalam memelihara dan membangun Negara untuk mencapai masyarakat adil dan makmur yang diridlai Allah SWT (poin 9).”
Karena itu, kader Pemuda Muhammadiyah saat ini dan di masa yang akan datang tidak perlu merasa canggung dan berdosa jika membangun pergaulan yang melintas batas. Sepanjang itu semua dalam bingkai wata'awanu Alal birri wattaqwa, wala ta'awanu Alal Ismi Wal Udwan (saling bekerjasama dalam kebaikan bukan hal-hal yang mungkar). Dalam pandangan penulis, untuk menjadi “Pemuda Negarawan” sebagaimana tema Muktamar di atas, maka energi memperluas dan memperkuat jaringan pergaulan merupakan suatu keniscayaan.
Energi Peneguhan Islam Wasathiyyah
Wasathiyyah Islam atau moderasi beragama dalam terminologi yang digunakan kementerian agama merupakan karakter dasar ajaran Islam itu sendiri. Karena itu pula menjadi karakter dari Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang setiap aktivitasnya berpegang pada Al-Quran dan Hadits.
Pada Mukamar Muhammadiyah ke-48 di Surakarta 2022, Muhammadiyah kembali menegaskan jati dirinya sebagai gerakan Islam Berkemajuan yang diantara pilar-nya adalah Ummatan Wasathan (umat tengahan), yang mengandung makna unggul dan tegak. Dalam dokumen Risalah Islam berkemajuan Muhammadiyah disebutkan bahwa Islam itu sendiri sesungguhnya adalah agama wasathiyyah (tengahan), yang menolak ekstremisme dalam beragama baik dalam bentuk sikap berlebihan (ghuluww) maupun sikap pengabaian (tafrith).
Dalam pandangan Muhammadiyah, wasathiyyah menuntut sikap seimbang (tawazun) antara kehidupan individu dan masyarakat, lahir dan batin, serta duniawi dan ukhrawi. Karena Islam adalah agama wasathiyah, maka ia harus menjadi ciri yang menonjol dalam berpikir dan bersikap umat Islam, warga Muhammadiyah, dan terutama kader Pemuda Muhammadiyah.
Wasathiyah dalam pandangan Muhammadiyah dapat diwujudkan dalam sikap sosial. Pertama, tegas dalam pendirian, luas dalam wawasan, dan luwes dalam sikap. Kedua, menghargai perbedaan pandangan atau pendapat.
Ketiga, menolak pengkafiran terhadap sesama muslim. Keempat, memajukan dan menggembirakan masyarakat. Kelima, memahami realitas dan prioritas. Keenam, menghindari fanatisme berlebihan terhadap kelompok atau paham keagamaan tertentu. Ketujuh, memudahkan pelaksanaan ajaran agama.