Kelambanan Penanganan Kasus Formula E
loading...
A
A
A
Seharusnya KPK segera menaikkan ke tahap penyidikan untuk menemukan siapa yang bertanggungajwab atas peristiwa pidana tersebut atau menemukan siapa TSK-nya yang nanti akan ditentukan pada tahap akhir penyidikan sehingga KPK tidak bersikap menunda-nunda keadilan.
Penundaan dapat mengakibatkan tidak ada keadilan dalam penanganan kasus Formula E- justice delayed-justice denied di satu sisi, dan di sisi lain mengakibatkan ketidakpastian mengenai status hukum orang-orang dan korporasi yang terlibat dalam penyelenggaraan ajang tersebut.
Berdasarkan analisis atas dokumen-dokumen penyelengggaraan Formula E ternyata di dalam penyelenggaraan ajang balap tersebut telah memenuhi dua alat bukti permulaan yang cukup, antara lain, bukti pembayaran commitment fee tanpa didasarkan program perencanaan Pemprov DKI Jakarta untuk tahun 2019 dan tanpa persetujuan DPRD DKI serta tidak dilandaskan pada PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Silang pendapat mengenai pertanyaan apakah bukti telah terjadi pelanggaran yang bersifat administrasi (prosedur penyelenggaraan) dapat kemudian ditetapkan sebagai suatu tindak pidana, telah terjadi dengan alasannya masing-masing. Sekalipun contoh kasus-kasus tindak pidana korupsi (tipikor) serupa telah terjadi dan telah memperoleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap sampai pada putusan Peninjauan Kembali (PK) dan telah banyak pelaku tipikor mendekam dalam penjara karenanya.
Tampaknya perdebatan sengit dan alot kasus Formula E akan terjadi pada tahap penyelidikan dan juga tahap penyidikan disebabkan ada pandangan penyelidik/penyidik yang berpendapat bahwa harus ditemukan mens-rea pada para penyelenggara Formula E dengan asumsi bahwa, mens-rea atau niat jahat ditentukan setelah dilakukan pemeriksaan calon-calon tersangkanya. Sedangkan di dalam KUHAP telah ditegaskan bahwa, tersangka, adalah seorang yang karena perbuatan atau karena keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
Fokus penyelidik/penyidik harus pada frasa, karena perbuatan atau keadaannya; sehingga untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka tidak harus semata-mata terpaku pada perbuatan pelaku melainkan juga keadaan yang memengaruhi perbuatannya atau circumstantial evidence( sistem Common Law).
Circumstantial evidence dimaksud dalam kasua Formula E, adalah ketiadaan dasar hukum (UU) yang mendukung kegiatan penyelenggaraan Formula E dan pelanggaran terhadap PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; dan sikap Gubernur AB dan jajarannya yang tetap melanjutkan penyelenggaraan Formula E sekalipun tanpa persetujuan DPRD DKI dan tidak terdapat program penyelenggaraan Formula E di dalam APBD DKI Tahun 2019.
Kemudian panitia penyelenggara yang menunjuk PT Jakpro menggunakan dana pinjaman dari Bank DKI yang notabene BUMD di mana dana Bank DKI termasuk kelompok harta kekayaan yang dipisahkan dari keuangan negara dan dalam praktik tetap di bawah pengelolaan Pemprov DKI dan di bawah pengawasan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan DKI/BPK RI.
Fakta lain yang terkait penyelenggaraan Formula E adalah sampai saat ini sejak Gubernur AB berhenti dari jabatannya, tidak ada laporan pertanggungjawaban keuangan yang telah digunakan untuk kegiatan Formula E di hadapan sidang DPRD DKI termasuk keuntungan dan kerugiannya.
Berdasarkan fakta-fakta terurai di atas, bukti permulaan cukup telah secara nyata terbukti dari baik mens-rea maupun actus reusya dari pelaku penyelenggara Formula E yang mengakibatkan kerugian keuangan Pemerintah DKI; namun demikian laporan kerugian keuangan DKI yang merupakan kewajiban BPK Perwakilan DKI belum diterbitkan.
Penundaan dapat mengakibatkan tidak ada keadilan dalam penanganan kasus Formula E- justice delayed-justice denied di satu sisi, dan di sisi lain mengakibatkan ketidakpastian mengenai status hukum orang-orang dan korporasi yang terlibat dalam penyelenggaraan ajang tersebut.
Berdasarkan analisis atas dokumen-dokumen penyelengggaraan Formula E ternyata di dalam penyelenggaraan ajang balap tersebut telah memenuhi dua alat bukti permulaan yang cukup, antara lain, bukti pembayaran commitment fee tanpa didasarkan program perencanaan Pemprov DKI Jakarta untuk tahun 2019 dan tanpa persetujuan DPRD DKI serta tidak dilandaskan pada PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Silang pendapat mengenai pertanyaan apakah bukti telah terjadi pelanggaran yang bersifat administrasi (prosedur penyelenggaraan) dapat kemudian ditetapkan sebagai suatu tindak pidana, telah terjadi dengan alasannya masing-masing. Sekalipun contoh kasus-kasus tindak pidana korupsi (tipikor) serupa telah terjadi dan telah memperoleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap sampai pada putusan Peninjauan Kembali (PK) dan telah banyak pelaku tipikor mendekam dalam penjara karenanya.
Tampaknya perdebatan sengit dan alot kasus Formula E akan terjadi pada tahap penyelidikan dan juga tahap penyidikan disebabkan ada pandangan penyelidik/penyidik yang berpendapat bahwa harus ditemukan mens-rea pada para penyelenggara Formula E dengan asumsi bahwa, mens-rea atau niat jahat ditentukan setelah dilakukan pemeriksaan calon-calon tersangkanya. Sedangkan di dalam KUHAP telah ditegaskan bahwa, tersangka, adalah seorang yang karena perbuatan atau karena keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
Fokus penyelidik/penyidik harus pada frasa, karena perbuatan atau keadaannya; sehingga untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka tidak harus semata-mata terpaku pada perbuatan pelaku melainkan juga keadaan yang memengaruhi perbuatannya atau circumstantial evidence( sistem Common Law).
Circumstantial evidence dimaksud dalam kasua Formula E, adalah ketiadaan dasar hukum (UU) yang mendukung kegiatan penyelenggaraan Formula E dan pelanggaran terhadap PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; dan sikap Gubernur AB dan jajarannya yang tetap melanjutkan penyelenggaraan Formula E sekalipun tanpa persetujuan DPRD DKI dan tidak terdapat program penyelenggaraan Formula E di dalam APBD DKI Tahun 2019.
Kemudian panitia penyelenggara yang menunjuk PT Jakpro menggunakan dana pinjaman dari Bank DKI yang notabene BUMD di mana dana Bank DKI termasuk kelompok harta kekayaan yang dipisahkan dari keuangan negara dan dalam praktik tetap di bawah pengelolaan Pemprov DKI dan di bawah pengawasan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan DKI/BPK RI.
Fakta lain yang terkait penyelenggaraan Formula E adalah sampai saat ini sejak Gubernur AB berhenti dari jabatannya, tidak ada laporan pertanggungjawaban keuangan yang telah digunakan untuk kegiatan Formula E di hadapan sidang DPRD DKI termasuk keuntungan dan kerugiannya.
Berdasarkan fakta-fakta terurai di atas, bukti permulaan cukup telah secara nyata terbukti dari baik mens-rea maupun actus reusya dari pelaku penyelenggara Formula E yang mengakibatkan kerugian keuangan Pemerintah DKI; namun demikian laporan kerugian keuangan DKI yang merupakan kewajiban BPK Perwakilan DKI belum diterbitkan.