Kelambanan Penanganan Kasus Formula E

Selasa, 24 Januari 2023 - 11:42 WIB
loading...
Kelambanan Penanganan...
Romli Atmasasmita (Foto: Dok. Sindonews)
A A A
Romli Atmasasmita
Guru Besar Emeritus Universitas Padjadjaran

KASUS dugaan korupsiFormula E telah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 2019 lalu. Sudah berjalan lebih dari 3 (tiga) tahun dan masih dalam tahap penyelidikan. Di dalam KUHAP, penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat tidaknya dilakukan penyidikan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Sedangkan tahap penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari dan serta mengumpulkan bukti yang terjadi dan menemukan tersangkanya.

Baca Juga: koran-sindo.com

Berdasarkan definisi tersebut, jelas bahwa bukti permulaan cukup adanya peristiwa pidana, diperoleh pada akhir tahap penyelidikan; dan temuan siapa yang bertanggung jawab atas peristiwa pidana, berada di akhir tahap penyidikan.

Kebiasaan dalam praktik, segera ditetapkan status tersangka pada akhir tahap penyelidikan merupakan praktik keliru dan menyesatkan, sedangkan proses penemuan siapa yang bertanggung jawab atas peristiwa pidana atau tersangka masih memerlukan pemeriksaan yang seksama sehingga terhindar dari kesewenang-wenangan penyidik.

Penetapan tersangka di tahap akhir dari penyidikan justru memberikan waktu yang cukup bagi penyidikan untuk menentukan dengan akurat penanggung jawab dari peristiwa pidana, dan memberikan kesempatan kepada calon tersangka untuk mengetahui tuduhan dan alasan tuduhan penyidik terhadap yang bersangkutan.

Fakta telah terjadi pada KPK Jilid III, di mana terdapat 36 (tigapuluhenam) orang telah ditetapkan sebagai tersangka akan tetapi tidak disertai bukti-bukti permulaan yang cukup; dan tidak dikoreksi dari pimpinan KPK dan setelahnya, untuk membebaskan mereka dari status tersangka (TSK).

Hal tersebut bisa terjadi karena kekeliruan pendapat/pandangan di KPK selama ini yang bertahan pendapat bahwa, penetapan TSK dilakukan pada tahap akhir penyelidikan; bukan pada tahap akhir penyidikan. Pengaturan mengenai kedua tahapan pemeriksaan atas dugaan adanya suatu tindak pidana berdasarkan KUHAP sangat jelas makna dan perbedaan keduanya.

Pemeriksaan atas penyelenggaraan Fomula E oleh KPK Firli cs masih berlangsung dalam tahap penyelidikan dan berdasarkan analisis ahli dari dokumen penyelenggaraan Formula E, telah ditemukan 2 (dua) bukti permulaan cukup bahwa pada penyelenggaraan lomba balap mobil listrik tersebut telah terjadi pelanggaran hukum dan merupakan suatu peristiwa pidana korupsi.

Seharusnya KPK segera menaikkan ke tahap penyidikan untuk menemukan siapa yang bertanggungajwab atas peristiwa pidana tersebut atau menemukan siapa TSK-nya yang nanti akan ditentukan pada tahap akhir penyidikan sehingga KPK tidak bersikap menunda-nunda keadilan.

Penundaan dapat mengakibatkan tidak ada keadilan dalam penanganan kasus Formula E- justice delayed-justice denied di satu sisi, dan di sisi lain mengakibatkan ketidakpastian mengenai status hukum orang-orang dan korporasi yang terlibat dalam penyelenggaraan ajang tersebut.

Berdasarkan analisis atas dokumen-dokumen penyelengggaraan Formula E ternyata di dalam penyelenggaraan ajang balap tersebut telah memenuhi dua alat bukti permulaan yang cukup, antara lain, bukti pembayaran commitment fee tanpa didasarkan program perencanaan Pemprov DKI Jakarta untuk tahun 2019 dan tanpa persetujuan DPRD DKI serta tidak dilandaskan pada PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Silang pendapat mengenai pertanyaan apakah bukti telah terjadi pelanggaran yang bersifat administrasi (prosedur penyelenggaraan) dapat kemudian ditetapkan sebagai suatu tindak pidana, telah terjadi dengan alasannya masing-masing. Sekalipun contoh kasus-kasus tindak pidana korupsi (tipikor) serupa telah terjadi dan telah memperoleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap sampai pada putusan Peninjauan Kembali (PK) dan telah banyak pelaku tipikor mendekam dalam penjara karenanya.

Tampaknya perdebatan sengit dan alot kasus Formula E akan terjadi pada tahap penyelidikan dan juga tahap penyidikan disebabkan ada pandangan penyelidik/penyidik yang berpendapat bahwa harus ditemukan mens-rea pada para penyelenggara Formula E dengan asumsi bahwa, mens-rea atau niat jahat ditentukan setelah dilakukan pemeriksaan calon-calon tersangkanya. Sedangkan di dalam KUHAP telah ditegaskan bahwa, tersangka, adalah seorang yang karena perbuatan atau karena keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.

Fokus penyelidik/penyidik harus pada frasa, karena perbuatan atau keadaannya; sehingga untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka tidak harus semata-mata terpaku pada perbuatan pelaku melainkan juga keadaan yang memengaruhi perbuatannya atau circumstantial evidence( sistem Common Law).

Circumstantial evidence dimaksud dalam kasua Formula E, adalah ketiadaan dasar hukum (UU) yang mendukung kegiatan penyelenggaraan Formula E dan pelanggaran terhadap PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; dan sikap Gubernur AB dan jajarannya yang tetap melanjutkan penyelenggaraan Formula E sekalipun tanpa persetujuan DPRD DKI dan tidak terdapat program penyelenggaraan Formula E di dalam APBD DKI Tahun 2019.

Kemudian panitia penyelenggara yang menunjuk PT Jakpro menggunakan dana pinjaman dari Bank DKI yang notabene BUMD di mana dana Bank DKI termasuk kelompok harta kekayaan yang dipisahkan dari keuangan negara dan dalam praktik tetap di bawah pengelolaan Pemprov DKI dan di bawah pengawasan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan DKI/BPK RI.

Fakta lain yang terkait penyelenggaraan Formula E adalah sampai saat ini sejak Gubernur AB berhenti dari jabatannya, tidak ada laporan pertanggungjawaban keuangan yang telah digunakan untuk kegiatan Formula E di hadapan sidang DPRD DKI termasuk keuntungan dan kerugiannya.

Berdasarkan fakta-fakta terurai di atas, bukti permulaan cukup telah secara nyata terbukti dari baik mens-rea maupun actus reusya dari pelaku penyelenggara Formula E yang mengakibatkan kerugian keuangan Pemerintah DKI; namun demikian laporan kerugian keuangan DKI yang merupakan kewajiban BPK Perwakilan DKI belum diterbitkan.

Berdasarkan uraian di atas disarankan agar KPK segera bersikap terhadap kasus Formula E dan berkoordinasi dengan DPRD DKI dan BPK Pusat agar dugaan kasus Formula E yang ditanggapi sebagai tindak pidana korupsi dapat diselesaikan tuntas dan tidak meninggalkan catatan sejarah buruk bagi pemerintahan DKI di masa datang.
(bmm)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1448 seconds (0.1#10.140)