Stunting dan Transformasi Pemerintahan Digital
Sabtu, 14 Januari 2023 - 11:44 WIB
Itulah sebabnya, pemerintah pusat berkomitmen dengan menetapkan Strategi Nasional Percepatan PencegahanStuntingpada 2018-2024 dan menerbitkan Perpres No 72 Tahun 2021 tentang Percepatan PenurunanStuntingyang diteken pada 5 Agustus 2021 dan diikuti oleh seluruh pemerintah daerah dengan menerbitkan surat keputusan dan/atau pun peraturan kepala daerah.
Komitmen itu, mengikut data yang dikeluarkan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran, ditunjukkan melalui rerata anggaranoutputkementerian/lembaga periode 2019-2022 yang mendukung penurunanstuntingsebesar Rp36,8 triliun.
Akan tetapi, secara rasio dengan total belanja sebanyak itu, besarannya masih di bawah 4%. Memang, pada 2022 lalu, pemerintah telah menggelontorkan dana Rp44,8 triliun untuk mendukung Program Percepatan PencegahanStuntingyang tersebar di 17 kementerian/lembaga sebesar Rp34,1 triliun dan pemerintah daerah melalui dana alokasi khusus (DAK) fisik Rp 8,9 triliun dan DAK nonfisik sebesar Rp1,8 triliun.
Kendati begitu, alokasi anggaran itu malah membuat pemerintah daerah menjadi bergantung. Berdasarkantaggingdantrackinganggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang dilakukan Kementerian Keuangan dan Bank Dunia kepada 508 kabupaten/kota (dan 34 provinsi) diketahui, total alokasi APBD kabupaten/kota untuk intervensi penurunanstuntingdiperkirakan Rp59,8 triliun pada 2021 dan Rp60,8 triliun pada 2022, dan rerata porsi alokasi terkaitstuntingper kabupaten/kota baru mencapai 8% pada 2021 (8,4%) dan 2022 (7,8%).
Malahan, dari hampir Rp60 triliun APBD terkaitstunting, sekitar 69% (Rp42 triliun) berasal dari dana transfer ke daerah termasuk DAK dan 31% (Rp 18 triliun) bersumber dari alokasi non dana transfer. Hal itu menandakan, komitmen pemerintah daerah dalam mengatasistuntingmasih belum sinergi dengan pemerintah pusat.
Pada batas ini, komitmen menjadi serba salah juga, diberi sejumlah uang, pemerintah daerah jadi bergantung. Tetapi, jika tidak diberi dana, kapasitas fiskal daerah juga sangat terbatas. Program dan kegiatan akanmandeg.
Terlepas dari persoalan anggaran yang memang masih jauh dari cukup, program penanganganstuntingini harus tetap memerlukan kesungguhan dari semua pemangku kepentingan yang terkait di dalamnya.
Anggaran terbatas sudah seharusnya dipergunakan dengan cara seefisien mungkin. Oleh karenanya, agar lebih hemat, dibutuhkan data valid sebagai pendukungnya, baik itu jumlah, lokasi persebaran, maupun anak yang menderitastunting.
Pemerintah daerah harus jujur dan transparan dalam menyampaikan datastunting, sehingga penanganannya tepat sasaran.
Belajar dari Sumedang
Komitmen itu, mengikut data yang dikeluarkan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran, ditunjukkan melalui rerata anggaranoutputkementerian/lembaga periode 2019-2022 yang mendukung penurunanstuntingsebesar Rp36,8 triliun.
Akan tetapi, secara rasio dengan total belanja sebanyak itu, besarannya masih di bawah 4%. Memang, pada 2022 lalu, pemerintah telah menggelontorkan dana Rp44,8 triliun untuk mendukung Program Percepatan PencegahanStuntingyang tersebar di 17 kementerian/lembaga sebesar Rp34,1 triliun dan pemerintah daerah melalui dana alokasi khusus (DAK) fisik Rp 8,9 triliun dan DAK nonfisik sebesar Rp1,8 triliun.
Kendati begitu, alokasi anggaran itu malah membuat pemerintah daerah menjadi bergantung. Berdasarkantaggingdantrackinganggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang dilakukan Kementerian Keuangan dan Bank Dunia kepada 508 kabupaten/kota (dan 34 provinsi) diketahui, total alokasi APBD kabupaten/kota untuk intervensi penurunanstuntingdiperkirakan Rp59,8 triliun pada 2021 dan Rp60,8 triliun pada 2022, dan rerata porsi alokasi terkaitstuntingper kabupaten/kota baru mencapai 8% pada 2021 (8,4%) dan 2022 (7,8%).
Malahan, dari hampir Rp60 triliun APBD terkaitstunting, sekitar 69% (Rp42 triliun) berasal dari dana transfer ke daerah termasuk DAK dan 31% (Rp 18 triliun) bersumber dari alokasi non dana transfer. Hal itu menandakan, komitmen pemerintah daerah dalam mengatasistuntingmasih belum sinergi dengan pemerintah pusat.
Pada batas ini, komitmen menjadi serba salah juga, diberi sejumlah uang, pemerintah daerah jadi bergantung. Tetapi, jika tidak diberi dana, kapasitas fiskal daerah juga sangat terbatas. Program dan kegiatan akanmandeg.
Terlepas dari persoalan anggaran yang memang masih jauh dari cukup, program penanganganstuntingini harus tetap memerlukan kesungguhan dari semua pemangku kepentingan yang terkait di dalamnya.
Anggaran terbatas sudah seharusnya dipergunakan dengan cara seefisien mungkin. Oleh karenanya, agar lebih hemat, dibutuhkan data valid sebagai pendukungnya, baik itu jumlah, lokasi persebaran, maupun anak yang menderitastunting.
Pemerintah daerah harus jujur dan transparan dalam menyampaikan datastunting, sehingga penanganannya tepat sasaran.
Belajar dari Sumedang
tulis komentar anda