Mencapai Kondisi Pendidikan Ideal dengan Merdeka Belajar
Senin, 13 Juli 2020 - 06:52 WIB
Dr Novianty Elizabeth M.Pd
Pengamat Pendidikan, Pendiri Sekolah Putra Pertiwi, Dosen Universitas Jayabaya
INDONESIA perlu segera berbenah dalam menyongsong target pendidikan 4.0 untuk mempersiapkan SDM yang unggul sehingga dapat mengikuti derap perkembangan pendidikan dunia yang cepat akibat kemajuan teknologi. Teknologi telah mengubah cara kita memandang dunia dan pendidikan. Akhir 2019, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia membawa angin perubahan pendidikan di Indonesia. Menurutnya, keberhasilan pendidikan Indonesia ke depan adalah bergantung pada kemerdekaan dalam belajar. Merdeka belajar usulan Menteri Pendidikan yang pastinya melalui hasil diskusi intensif dari pakar dan praktisi pendidikan, memiliki maksud bahwa pendidik dan siswa merdeka, dan dapat memiliki makna sekolah, pendidik dan siswanya mempunyai kebebasan untuk berinovasi, belajar dengan mandiri, dan kreatif. Bisa dikatakan ini adalah otonomi pendidikan, kebijakan otonomi pendidikan yang dihidupkan kembali pada era ini, sehingga pendidik dapat menghargai seluruh anak didik Indonesia yang memilik ragam cara belajarnya masing-masing.
Di lain pihak, merdeka belajar memberi kebebasan kepada pendidik untuk berinovasi dan berkreasi. Mendikbud mengatakan, semua pendidik harus berpikir secara mandiri, pembelajaran tidak akan terjadi jika hanya administrasi pendidikan yang dijadikan tolok ukur berhasilnya dan baiknya kinerja pendidik. Menurut Mendikbud, saat ini administrasi pendidikan adalah suatu proses di mana pendidik kejar tayang menyelesaikan materi, sedangkan pembelajaran yang bermakna justru terjadi ketika pendidik bisa menerjemahkan kurikulum.
Merdeka Belajar adalah harapan baru bagi perkembangan kualitas pendidikan di Indonesia, yang memunculkan paradigma baru tentang kebebasan pada masing-masing institusi pendidikan untuk lebih berani berinovasi dan berkreasi tanpa dibatasi oleh aturan-aturan yang membelenggu kreativitas institusi pendidikan, pendidik maupun siswa dalam proses pembelajaran.
Salah satu inisiatif kebijakan pembaruan pendidikan Merdeka Belajar adalah mengenai penilaian. Ujian sekolah berstandar nasional (USBN) yang menjadi acuan sebagai penilaian, dengan ciri soal-soal yang berstandar sama dengan format dengan ujian nasional. Jika kita melihat semangat Kurikulum 13 yang sebenarnya berdasarkan kompetensi, tidak cukup di tes dengan pilihan ganda. Inisiatif lain adalah dihilangkannya ujian nasional yang merupakan indikator keberhasilan siswa, yang biasanya saat-saat itu menjadi momok yang membuat stres siswa, pendidik, dan orang tua. Tidak lagi satu aspek kognitif saja yang menjadi penilaian karena tidak menyentuh karakter siswa secara holistis.
Diubahnya penilaian akhir UN menjadi asesmen yang mencakup literasi dan numerasi serta survei karakter, menjadi tolok ukur kompetensi minimum yang dibutuhkan siswa untuk bisa belajar apa pun mapelnya. Saat ini data kognitif tidak dapat menjelaskan dan mencerminkan kondisi ekosistem di lingkungan sekolah, misalnya apakah asas Pancasila menjadi dasar siswa dalam setiap tindakan sebagai bagian dari warga negara, dan dilaksanakan oleh siswa di seluruh sekolah di Indonesia, yang implikasinya adalah gotong royong, toleransi, dan budi pekerti.
Peserta didik dapat lebih diedukasi untuk aktif belajar dan mencari tahu sesuatu dari sumber-sumber lain di luar sekolah, misalnya lewat situs-situs yang terverifikasi dan memiliki kredibilitas di internet melalui arahan pendidik. Pendidik juga bisa lebih fokus menjadi pendidik sebagai tugas utamanya karena beban administratifnya lebih ringan. Hanya dengan kemerdekaan, kelembagaan satuan pendidikan dapat lebih leluasa berinovasi, serta kreativitas dan inovasi pendidik tidak terbelenggu dan dapat terjadi secara menyeluruh. Jika dilihat dari segi siswa, mereka mempunyai karakter yang berbeda-beda. Mereka akan menjadi lebih cerdas bila mempelajari suatu hal yang berkenaan dengan minat dan bakatnya. Hasilnya akan tercipta anak-anak didik yang berkualitas, mandiri, dan percaya diri, karena mereka tumbuh dan diakomodasi oleh sekolah berdasarkan minat dan bakat mereka.
Namun mencapai hasil tersebut diperlukan pengalaman belajar yang bervariasi mulai yang sederhana sampai pengalaman belajar yang bersifat kompleks, dan tentunya memerlukan sistem penilaian yang holistisk; tidak hanya menggunakan format standar pilihan ganda seperti USBN dan UN, namun lebih holistik essay, portofolio, karya tulis, tugas kelompok, dsb. Kemerdekaan bagi pendidik juga sebagai penggerak penilaian holistis yang benar-benar menguji kompetensi dasar yang terdapat dalam Kurikulum 2013. Kurikulum yang mendorong pendidik menggunakan media pembelajaran dan melatih siswa untuk berpikir kritis, kreatif, komunikatif, serta mampu berkolaborasi, jadi bukan sekadar kognitif dan hafalan.
Pengamat Pendidikan, Pendiri Sekolah Putra Pertiwi, Dosen Universitas Jayabaya
INDONESIA perlu segera berbenah dalam menyongsong target pendidikan 4.0 untuk mempersiapkan SDM yang unggul sehingga dapat mengikuti derap perkembangan pendidikan dunia yang cepat akibat kemajuan teknologi. Teknologi telah mengubah cara kita memandang dunia dan pendidikan. Akhir 2019, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia membawa angin perubahan pendidikan di Indonesia. Menurutnya, keberhasilan pendidikan Indonesia ke depan adalah bergantung pada kemerdekaan dalam belajar. Merdeka belajar usulan Menteri Pendidikan yang pastinya melalui hasil diskusi intensif dari pakar dan praktisi pendidikan, memiliki maksud bahwa pendidik dan siswa merdeka, dan dapat memiliki makna sekolah, pendidik dan siswanya mempunyai kebebasan untuk berinovasi, belajar dengan mandiri, dan kreatif. Bisa dikatakan ini adalah otonomi pendidikan, kebijakan otonomi pendidikan yang dihidupkan kembali pada era ini, sehingga pendidik dapat menghargai seluruh anak didik Indonesia yang memilik ragam cara belajarnya masing-masing.
Di lain pihak, merdeka belajar memberi kebebasan kepada pendidik untuk berinovasi dan berkreasi. Mendikbud mengatakan, semua pendidik harus berpikir secara mandiri, pembelajaran tidak akan terjadi jika hanya administrasi pendidikan yang dijadikan tolok ukur berhasilnya dan baiknya kinerja pendidik. Menurut Mendikbud, saat ini administrasi pendidikan adalah suatu proses di mana pendidik kejar tayang menyelesaikan materi, sedangkan pembelajaran yang bermakna justru terjadi ketika pendidik bisa menerjemahkan kurikulum.
Merdeka Belajar adalah harapan baru bagi perkembangan kualitas pendidikan di Indonesia, yang memunculkan paradigma baru tentang kebebasan pada masing-masing institusi pendidikan untuk lebih berani berinovasi dan berkreasi tanpa dibatasi oleh aturan-aturan yang membelenggu kreativitas institusi pendidikan, pendidik maupun siswa dalam proses pembelajaran.
Salah satu inisiatif kebijakan pembaruan pendidikan Merdeka Belajar adalah mengenai penilaian. Ujian sekolah berstandar nasional (USBN) yang menjadi acuan sebagai penilaian, dengan ciri soal-soal yang berstandar sama dengan format dengan ujian nasional. Jika kita melihat semangat Kurikulum 13 yang sebenarnya berdasarkan kompetensi, tidak cukup di tes dengan pilihan ganda. Inisiatif lain adalah dihilangkannya ujian nasional yang merupakan indikator keberhasilan siswa, yang biasanya saat-saat itu menjadi momok yang membuat stres siswa, pendidik, dan orang tua. Tidak lagi satu aspek kognitif saja yang menjadi penilaian karena tidak menyentuh karakter siswa secara holistis.
Diubahnya penilaian akhir UN menjadi asesmen yang mencakup literasi dan numerasi serta survei karakter, menjadi tolok ukur kompetensi minimum yang dibutuhkan siswa untuk bisa belajar apa pun mapelnya. Saat ini data kognitif tidak dapat menjelaskan dan mencerminkan kondisi ekosistem di lingkungan sekolah, misalnya apakah asas Pancasila menjadi dasar siswa dalam setiap tindakan sebagai bagian dari warga negara, dan dilaksanakan oleh siswa di seluruh sekolah di Indonesia, yang implikasinya adalah gotong royong, toleransi, dan budi pekerti.
Peserta didik dapat lebih diedukasi untuk aktif belajar dan mencari tahu sesuatu dari sumber-sumber lain di luar sekolah, misalnya lewat situs-situs yang terverifikasi dan memiliki kredibilitas di internet melalui arahan pendidik. Pendidik juga bisa lebih fokus menjadi pendidik sebagai tugas utamanya karena beban administratifnya lebih ringan. Hanya dengan kemerdekaan, kelembagaan satuan pendidikan dapat lebih leluasa berinovasi, serta kreativitas dan inovasi pendidik tidak terbelenggu dan dapat terjadi secara menyeluruh. Jika dilihat dari segi siswa, mereka mempunyai karakter yang berbeda-beda. Mereka akan menjadi lebih cerdas bila mempelajari suatu hal yang berkenaan dengan minat dan bakatnya. Hasilnya akan tercipta anak-anak didik yang berkualitas, mandiri, dan percaya diri, karena mereka tumbuh dan diakomodasi oleh sekolah berdasarkan minat dan bakat mereka.
Namun mencapai hasil tersebut diperlukan pengalaman belajar yang bervariasi mulai yang sederhana sampai pengalaman belajar yang bersifat kompleks, dan tentunya memerlukan sistem penilaian yang holistisk; tidak hanya menggunakan format standar pilihan ganda seperti USBN dan UN, namun lebih holistik essay, portofolio, karya tulis, tugas kelompok, dsb. Kemerdekaan bagi pendidik juga sebagai penggerak penilaian holistis yang benar-benar menguji kompetensi dasar yang terdapat dalam Kurikulum 2013. Kurikulum yang mendorong pendidik menggunakan media pembelajaran dan melatih siswa untuk berpikir kritis, kreatif, komunikatif, serta mampu berkolaborasi, jadi bukan sekadar kognitif dan hafalan.
tulis komentar anda