Perppu Cipta Kerja, Kondisi Kegentingan yang Memaksa Dipertanyakan
Senin, 02 Januari 2023 - 07:18 WIB
JAKARTA - Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan mengkritik terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 30 Desember 2022.
Menurutnya, Perppu Cipta Kerja ini menjadi kejutan di akhir tahun yang perlu mendapatkan atensi publik. Setelah menyisakan banyak kontroversi, aksi demo besar-besaran sampai muncul Putusan MK yang menegaskan UU Cipta Kerja konstitusional bersyarat dan mesti diperbaiki 2 tahun setelah Putusan MK itu dibacakan.
Dengan Perppu ini, semakin menunjukkan bandul kekuasaaan legislasi bergeser sangat jauh menjadi sangat eksekutif tendensi (executive heavy).
"Saya mengkritik keras terbitnya Perppu Cipta Kerja ini. Seharusnya pemerintah dan DPR melaksanakan amanat Putusan MK dengan konsisten dan konsekuen, merumuskan dan menyepakati kembali pembentukan UU Cipta Kerja yang dinyatakan konstitusional bersyarat," kata Syarief Hasan dalam keterangannya yang dikutip Senin (2/1/2023).
"Perbaikan ini dilaksanakan dalam jangka dua tahun yang diputuskan MK. Bukan malah pemerintah mengambil jalan pintas dengan menerbitkan Perppu. Tidak ada hal-ihwal kegentingan memaksa yang menjadi dasar terbitnya Perpu," tambahnya.
Baca juga: Perlunya Kepastian Hukum, Jokowi Terbitkan Perppu UU Cipta Kerja
Menurut Syarief, konsekuensi negara hukum adalah segala rupa kebijakan harus mendasarkan adanya indikator yang terukur dan legalistik. Jika merujuk pada Putusan MK No. 138/PUU-VII/2009 yang menetapkan tiga kategori kegentingan yang memaksa, yakni pertama, adanya keadaan yaitu:
Kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan UU; kedua, UU yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada UU tetapi tidak memadai; dan ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat UU melalui prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut memerlukan kepastian untuk diselesaikan.
Oleh karenanya, Menteri Koperasi dan UKM di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini meminta pemerintah untuk sangat berhati-hati dalam menerbitkan Perppu.
Menurutnya, Perppu Cipta Kerja ini menjadi kejutan di akhir tahun yang perlu mendapatkan atensi publik. Setelah menyisakan banyak kontroversi, aksi demo besar-besaran sampai muncul Putusan MK yang menegaskan UU Cipta Kerja konstitusional bersyarat dan mesti diperbaiki 2 tahun setelah Putusan MK itu dibacakan.
Dengan Perppu ini, semakin menunjukkan bandul kekuasaaan legislasi bergeser sangat jauh menjadi sangat eksekutif tendensi (executive heavy).
"Saya mengkritik keras terbitnya Perppu Cipta Kerja ini. Seharusnya pemerintah dan DPR melaksanakan amanat Putusan MK dengan konsisten dan konsekuen, merumuskan dan menyepakati kembali pembentukan UU Cipta Kerja yang dinyatakan konstitusional bersyarat," kata Syarief Hasan dalam keterangannya yang dikutip Senin (2/1/2023).
"Perbaikan ini dilaksanakan dalam jangka dua tahun yang diputuskan MK. Bukan malah pemerintah mengambil jalan pintas dengan menerbitkan Perppu. Tidak ada hal-ihwal kegentingan memaksa yang menjadi dasar terbitnya Perpu," tambahnya.
Baca juga: Perlunya Kepastian Hukum, Jokowi Terbitkan Perppu UU Cipta Kerja
Menurut Syarief, konsekuensi negara hukum adalah segala rupa kebijakan harus mendasarkan adanya indikator yang terukur dan legalistik. Jika merujuk pada Putusan MK No. 138/PUU-VII/2009 yang menetapkan tiga kategori kegentingan yang memaksa, yakni pertama, adanya keadaan yaitu:
Kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan UU; kedua, UU yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada UU tetapi tidak memadai; dan ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat UU melalui prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut memerlukan kepastian untuk diselesaikan.
Oleh karenanya, Menteri Koperasi dan UKM di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini meminta pemerintah untuk sangat berhati-hati dalam menerbitkan Perppu.
tulis komentar anda