Laksamana TNI Muhammad Ali dan Tantangan Penegakan Hukum di Laut

Kamis, 29 Desember 2022 - 11:09 WIB
Laksamana TNI Muhammad Ali yang baru saja dilantik sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Laut diberi tugas meningkatkan penegakan hukum dan kedaulatan di laut. (KORAN SINDO/Wawan Bastian)
TINGKATKAN penegakan hukum dan kedaulatan di laut! Inilah perintah yang disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Laksamana TNI Muhammad Ali yang dilantik sebagai Kepala Staf TNI AL menggantikan Yudo Margono. Tugas tersebut tentu menjadi tantangan yang harus diwujudkan semaksimal mungkin dan menjadi parameter keberhasilan lulusan Akademi Angkatan Laut (AAL) 1989 angkatan ke-35 tersebut dalam memimpin TNI AL .

Penegakan hukum di laut yang memang patut digarisbawahi. Secara formal, tugas tersebut bukan hanya kewenangan TNI. Di sektor tersebut masih ada Bakamla, Korps Polairud Badan Pemeliharaan Kemanan Polri, Bea Cukai, maupun Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Baca Juga: koran-sindo.com



Namun, instruksi yang disampaikan Jokowi terhadap TNI AL untuk turut aktif melakukan penegakan hukum di laut tentu bukan berasal dari ruang hampa. Salah satunya, tentu, berangkat dari tingginya pelanggaran hukum di lautan, kompleksitas persoalan yang dihadapi, dan besarnya kerugian yang terjadi. Karena itulah, Jokowi menginginkan TNI AL dapat mengambil peran melakukan pencegahan dan penghentian kegiatan penyelundupan maupun kegiatan ilegal di laut atau lewat laut.

Tantangan penegakan hukum di laut memang bukan persoalan mudah. Pasalnya, masalah yang dihadapi meliputi masalah yang sangat kompleks. Bukan hanya illegal fishing, tapi juga kerawanan penyelundupan narkoba, penyeludupan minyak dan sumber daya mineral lainnya, penyelundupan kayu dan aneka sumber daya alam, penyelundupan binatang dilindungi, tenaga kerja Indonesia, dan lain sebagainya.

Selain itu, ada pula jenis kejahatan maritim yang tidak kalah serius. Kejahatan dimaksud berupa pelanggaran yang dilakukan kapal ikan asing yang mengandung unsur kesengajaan melawan hukum nasional dan ketentuan internasional, di antaranya kasus dimaksud dilakukan kapal riset milik Republik Rakyat Tiongkok (RRT) Xiang Yang Hong 03 dan dua kapal tanker MT Horse berbendera Iran dan MT Frea berbendera Panama yang terjadi pada 2021 lalu.

Selain kompleks, berbagai bentuk kriminalitas yang terjadi di laut maupun memanfaatkan laut sebagai jalur masuk telah menimbulkan kerugian dan ancaman yang sangat besar. Untuk sektor perikanan, misalnya, berdasarkan laporan Kementerian Kelautan dan Perikanan, hanya di Laut Natuna Indonesia yang mengalami pencurian ikan senilai Rp30 triliun dari potensi perikanan senilai Rp120 triliun selama 2020-2021 lalu. Sementara Ditjen Bea Cukai Kemenkeu melaporkan menemukan potensi kerugian hingga Rp906 miliar lebih dari 321 pencegahan di berbagai wilayah di Tanah Air.

Tak kalah berbahayanya adalah penyelundupan narkoba. Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN), 80% penyelundupan barang terlarang tersebut dilakukan lewat laut. Mayoritas narkoba didatangkan dari kawasan The Golden Triangle (Thailand, Myanmar, dan Laos); The Golden Crescent (Afghanistan, Pakistan, dan Iran); serta The Golden Peacock (Amerika Latin).

Penyelundupan itu di antaranya penyelundupan narkoba lewat jalur laut yang pernah digagalkan pada Maret lalu, yakni penyelundupan 1,196 ton sabu di Pantai Mandasari, Kecamatan Patigi, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, yang berhasil digagalkan oleh Direktorat Reserse Narkoba Polda Jabar. Sabu yang dikirim dari kawasan The Goldent Crescent, dalam hal ini Iran, diperkirakan bernilai sekitar Rp1,43 triliun. Bisa dibayangkan, berapa besar dampaknya terhadap generasi muda bila narkoba itu lolos dan dikonsumsi masyarakat.

Selain menghadapi pelaku kejahatan, sejatinya, tantangan terberat yang dihadapi KSAL adalah kejahatan yang melibatkan jajarannya sendiri. Kondisi ini bukanlah isapan jempol. Pada September lalu, misalnya, TNI AL tercoreng dengan penyelundupan satwa langka dari Papua yang menggunakan KRI Teluk Lada 521. Kasus tersebut pun telah diperiksa dan diusut Puspomal.

Penunjukan Muhammad Ali sebagai KSAL baru tentu berangkat dari perhitungan matang, termasuk kemampuannya dalam menjalankan misi penegakan hukum di laut. Salah satu pertimbangan Jokowi adalah kepemimpinan pria kelahiran 9 April 1967 tersebut plus pengalaman dari tour of duty yang dilalui—seperti di Gubernur AAL (2018-2019), Koorsahli KSAL (2019), Pangkoarmada I (2019-2020), Asrena KSAL (2020-2021), hingga menempati posisi Pangkogabwilhan I—membuatnya sangat memahami persoalan dan tantangan yang dihadapi TNI AL.

Dari sisi personality, publik juga bisa berharap sosok perwira yang banyak menghabiskan tugasnya di kapal selam KRI Nanggala-402 ini. Sebagai awak kapal selam, pria kelahiran 9 April 1967 ini menjadi sosok yang biasa bertugas dalam senyap dan jauh dari popularitas. Karakter demikian diharapkan diimplementasikan selama menjalankan tugasnya sebagai KSAL.
(bmm)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More