Gelombang Kedua Covid-19, Publik Pilih New Normal dan Enggan PSBB
Minggu, 12 Juli 2020 - 07:13 WIB
JAKARTA - Sebulan berlalu sejak dilonggarkannya kehidupan perekonomian di berbagai daerah. DKI Jakarta memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi, sedangkan beberapa daerah lain sudah mengakhiri status PSBB. Meskipun demikian kurva Covid-19 menunjukkan masih naiknya kasus positif secara nasional.
Sementara itu sejumlah negara kembali memberlakukan lockdown setelah muncul gelombang kedua penyebaran virus corona. Di antaranya kota Melbourne di negara bagian Victoria Australia, kota Beijing dan sekitarnya di China, dan beberapa wilayah di benua Eropa.
“Secara mutlak, mayoritas publik lebih menginginkan tetap diterapkannya new normal, seandainya gelombang kedua Covid-19 terjadi, yaitu mencapai 82,4%,” ungkap Direktur Eksekutif Center for Political Communication Studies (CPCS) Tri Okta S.K. dalam press release di Jakarta pada Minggu (12/7/2020). (Baca juga: IAKMI Sebut PSBB Transisi dan PSBB Proporsional Menyesatkan)
Menurut Okta, new normal diakui telah menjadi pilihan sebagian besar masyarakat, dengan memperhatikan protokol kesehatan, seperti menggunakan masker. Hanya sebagian kecil publik yang memilih diberlakukan kembali PSBB, yaitu sebesar 12,8%. Sedangkan sisanya menyatakan tidak tahu/tidak menjawab sebanyak 4,8%.
Pilihan tersebut tidak lepas dari dampak ekonomi yang memukul hampir seluruh sektor usaha, besar dan kecil. Seperti diakui sendiri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), krisis kesehatan telah berkembang menjadi krisis ekonomi, ditandai dengan ancaman pertumbuhan negatif pada kurun 2020. Berbeda dengan krisis 1998, di mana waktu itu sektor UKM mampu bertahan. (Baca juga: Kasus Covid-19 Meningkat, Kiai Said: Patuhi Protokol Kesehatan)
Di sisi lain para pakar epidemiologi masih mewanti-wanti bahwa pandemi belum selesai dan vaksin masih dalam tahap pengembangan. “Untuk itu pemerintah dalam komunikasi publik harus menggencarkan kepatuhan terhadap protokol kesehatan, dari memakai masker, sering cuci tangan atau pakai hand sanitizer, dan memperhatikan physical distancing,” pungkas Okta.
Survei CPCS ini dilakukan pada 21-30 Juni 2020, dengan jumlah responden 1.200 orang mewakili seluruh provinsi di Indonesia. Survei dilakukan melalui sambungan telepon terhadap responden yang dipilih secara acak dari survei sebelumnya sejak 2019. Margin of error survei sebesar ±2,9%dan pada tingkat kepercayaan 95%.
Sementara itu sejumlah negara kembali memberlakukan lockdown setelah muncul gelombang kedua penyebaran virus corona. Di antaranya kota Melbourne di negara bagian Victoria Australia, kota Beijing dan sekitarnya di China, dan beberapa wilayah di benua Eropa.
“Secara mutlak, mayoritas publik lebih menginginkan tetap diterapkannya new normal, seandainya gelombang kedua Covid-19 terjadi, yaitu mencapai 82,4%,” ungkap Direktur Eksekutif Center for Political Communication Studies (CPCS) Tri Okta S.K. dalam press release di Jakarta pada Minggu (12/7/2020). (Baca juga: IAKMI Sebut PSBB Transisi dan PSBB Proporsional Menyesatkan)
Menurut Okta, new normal diakui telah menjadi pilihan sebagian besar masyarakat, dengan memperhatikan protokol kesehatan, seperti menggunakan masker. Hanya sebagian kecil publik yang memilih diberlakukan kembali PSBB, yaitu sebesar 12,8%. Sedangkan sisanya menyatakan tidak tahu/tidak menjawab sebanyak 4,8%.
Pilihan tersebut tidak lepas dari dampak ekonomi yang memukul hampir seluruh sektor usaha, besar dan kecil. Seperti diakui sendiri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), krisis kesehatan telah berkembang menjadi krisis ekonomi, ditandai dengan ancaman pertumbuhan negatif pada kurun 2020. Berbeda dengan krisis 1998, di mana waktu itu sektor UKM mampu bertahan. (Baca juga: Kasus Covid-19 Meningkat, Kiai Said: Patuhi Protokol Kesehatan)
Di sisi lain para pakar epidemiologi masih mewanti-wanti bahwa pandemi belum selesai dan vaksin masih dalam tahap pengembangan. “Untuk itu pemerintah dalam komunikasi publik harus menggencarkan kepatuhan terhadap protokol kesehatan, dari memakai masker, sering cuci tangan atau pakai hand sanitizer, dan memperhatikan physical distancing,” pungkas Okta.
Survei CPCS ini dilakukan pada 21-30 Juni 2020, dengan jumlah responden 1.200 orang mewakili seluruh provinsi di Indonesia. Survei dilakukan melalui sambungan telepon terhadap responden yang dipilih secara acak dari survei sebelumnya sejak 2019. Margin of error survei sebesar ±2,9%dan pada tingkat kepercayaan 95%.
(cip)
tulis komentar anda