Merenda Optimisme dalam Histeria Ekonomi
Selasa, 20 Desember 2022 - 16:44 WIB
Adhitya Wardhono
Dosen dan Peneliti Ekonomi Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis-Universitas Jember.Koordinator Kelompok Riset Behavioral Economics on Monetary, Financial, and Development Policyā€¯ (Ke-Ris Benefitly)- Universitas Jember.
NUANSA ekonomi kali ini terasa cukup muram. Dilansir dari Google Trends, resesi menjadi salah satu kata yang beken dan banyak dicari masyarakat Indonesia sepanjang 2022.
Merujuk risalah Dana Moneter Internasional (IMF) bertajuk World Economic Outlook (11/2022), pertumbuhan ekonomi dunia diramalkan mengalami kontraksi sebesar 2,7% pada 2023. Sebenarnya, ini sudah dipangkas dua kali. Mulanya 3,6% di April, menjadi 2,9% di Juli lalu.
Baca Juga: koran-sindo.com
Tidak berbeda proyeksi OECD meramalkan ekonomi dunia hanya akan tumbuh di kisaran 2,2%. Angka-angka ini sebetulnya masih lebih optimistis bila dibandingkan dengan cuitan Goldman Sachs dan J.P. Morgan, dua bank investasi terkemuka dunia, yang memprediksi ekonomi global tidak akan tumbuh melampaui 2%. Tidak heran bila isu resesi kian membuncah dan menciptakan histeria tersendiri jelang pergantian tahun.
Kabar baiknya, ekonomi Indonesia diprediksi akan tetap solid dan jauh dari kata resesi. Mengarus survei Bloomberg, peluang terjadinya resesi di Indonesia relatif rendah, hanya pada kisaran 3%, terutama jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya seperti Malaysia, Vietnam, Filipina, dan Thailand.
Walau sebagian lembaga dunia seperti World Bank, OECD, IMF, dan ADB sempat memangkas proyeksinya, tetapi pertumbuhan ekonomi Indonesia ditaksir akan tetap positif, berada dalam rentang yang cukup aman yaitu 4,7% hingga 5,1% pada 2023. Indonesia boleh bernapas lega, namun jangan sampai terlena. Ini bukan berarti bahwa perekonomian sepenuhnya bebas dari ancaman.
Prognosa Ekonomi Indonesia
Dosen dan Peneliti Ekonomi Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis-Universitas Jember.Koordinator Kelompok Riset Behavioral Economics on Monetary, Financial, and Development Policyā€¯ (Ke-Ris Benefitly)- Universitas Jember.
NUANSA ekonomi kali ini terasa cukup muram. Dilansir dari Google Trends, resesi menjadi salah satu kata yang beken dan banyak dicari masyarakat Indonesia sepanjang 2022.
Merujuk risalah Dana Moneter Internasional (IMF) bertajuk World Economic Outlook (11/2022), pertumbuhan ekonomi dunia diramalkan mengalami kontraksi sebesar 2,7% pada 2023. Sebenarnya, ini sudah dipangkas dua kali. Mulanya 3,6% di April, menjadi 2,9% di Juli lalu.
Baca Juga: koran-sindo.com
Tidak berbeda proyeksi OECD meramalkan ekonomi dunia hanya akan tumbuh di kisaran 2,2%. Angka-angka ini sebetulnya masih lebih optimistis bila dibandingkan dengan cuitan Goldman Sachs dan J.P. Morgan, dua bank investasi terkemuka dunia, yang memprediksi ekonomi global tidak akan tumbuh melampaui 2%. Tidak heran bila isu resesi kian membuncah dan menciptakan histeria tersendiri jelang pergantian tahun.
Kabar baiknya, ekonomi Indonesia diprediksi akan tetap solid dan jauh dari kata resesi. Mengarus survei Bloomberg, peluang terjadinya resesi di Indonesia relatif rendah, hanya pada kisaran 3%, terutama jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya seperti Malaysia, Vietnam, Filipina, dan Thailand.
Walau sebagian lembaga dunia seperti World Bank, OECD, IMF, dan ADB sempat memangkas proyeksinya, tetapi pertumbuhan ekonomi Indonesia ditaksir akan tetap positif, berada dalam rentang yang cukup aman yaitu 4,7% hingga 5,1% pada 2023. Indonesia boleh bernapas lega, namun jangan sampai terlena. Ini bukan berarti bahwa perekonomian sepenuhnya bebas dari ancaman.
Prognosa Ekonomi Indonesia
Lihat Juga :
tulis komentar anda