Uji Materi Peraturan DPRD Bekasi, MA Tolak Gugatan Saan Mustopa
Jum'at, 10 Juli 2020 - 17:41 WIB
Secara internal, DPW Nasdem Jawa Barat berkepentingan terhadap proses pencalonan calon wakil bupati (cawabup) Bekasi. Dengan adanya Pasal 39 Ayat 2 yang diujikan di sini (objectum litis), telah menghalangi hak Partai Nasdem untuk ikut mengusulkan calon Wakil Bupati pada masa pendaftaran saat ini.
Padahal Partai NasDem merupakan salah satu partai koalisi pendukung pasangan calon bupati dan wakil bupati Bekasi yang terpilih sebelumnya, yakni paslon Neneng Hasanah Yassin dan Eka Supria Atmaja, bersama dengan Partai Golkar, PAN, dan Hanura saat pilkada terakhir pada 2017 lalu.
Dengan adanya ketentuan pasal lebih khusus ayat yang diujikan, hak Partai Nasdem untuk ikut mengusulkan nama calon wakil bupati dihilangkan. Pasalnya saat ini Partai Nasdem hanya memiliki satu kursi dan Partai Hanura tidak lagi memiliki kursi di DPRD. Dengan begitu pencalonan wakil bupati akhirnya dilakukan dengan penggalangan dukungan dari 20 persen kursi di DPRD Kabupaten Bekasi.
Majelis hakim menyatakan, telah membaca seluruh permohonan uji materi beserta bukti-bukti yang diajukan serta jawaban tertulis dari Ketua DPRD Kabupaten Bekasi beserta bukti-bukti.
Atas hal tersebut, Mahkamah Agung (MA) berpendapat bahwa Pasal 39 Ayat 2 Peraturan DPRD Kabupaten Bekasi Nomor 2 Tahun 2019 tentang Tata Tertib diberlakukan apabila terjadi kekosongan jabatan pasangan Bupati dan Wakil Bupati secara bersama-sama, dalam hal partai politik atau gabungan partai politik pengusung tidak memiliki kursi di DPRD, yang bersumber pada ketentuan normatif Pasal 174 Ayat 3 UUNomor 10 Tahun 2016 dan bukan bersumber pada ketentuan normatif Pasal 176 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016.
"Karena Pasal 176 Ayat 1 UU Nomor 10 Tahun 2016 diberlakukan apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Bupati, sehingga dengan demikian Pemohon telah salah menggunakan dan mendalilkan batu uji," demikian bunyi pertimbangan putusan nomor: 12 P/HUM/2020.
Menurut MA, berdasarkan Pasal 174 Ayat 3 UU Nomor 10 Tahun 2016, dalam hal partai politik atau gabungan partai politik pengusung tidak memiliki kursi di DPRD pada saat dilakukan pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota, maka partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD mengusulkan pasangan calon paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi.
Karenanya MA melalui majelis hakim yang dipimpin Irfan Fachruddin memastikan, tidak terdapat pertentangan norma antara objek permohonan dengan Pasal 174 Ayat 3 UU Nomor 10 Tahun 2016. Bahkan MA menggariskan, materi muatan norma objek permohonan sama persis dan sesuai dengan Pasal 174 Ayat 3 UU Nomor 10 Tahun 2016.
Pada konklusi, majelis hakim menyatakan, berdasarkan penilaian atas bukti dan hukum sebagaimana diuraikan di atas maka MA berkesimpulan MA berwenang untuk mengadili permohonan keberatan hak uji materiil a quo, pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan, dan pokok permohonan dari pemohon tidak beralasan hukum. Oleh karena itu, permohonan keberatan hak uji materiil dari pemohon patut untuk ditolak. Sebagai pihak yang kalah, maka Pemohon dihukum untuk membayar biaya perkara.
"Mengadili, satu, menolak permohonan keberatan hak uji materi pemohon. Dua, menghukum Pemohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp1 juta," tegas Irfan Fachruddin saat mengucapkan putusan sebagaimana dalam salinan putusan.
Padahal Partai NasDem merupakan salah satu partai koalisi pendukung pasangan calon bupati dan wakil bupati Bekasi yang terpilih sebelumnya, yakni paslon Neneng Hasanah Yassin dan Eka Supria Atmaja, bersama dengan Partai Golkar, PAN, dan Hanura saat pilkada terakhir pada 2017 lalu.
Dengan adanya ketentuan pasal lebih khusus ayat yang diujikan, hak Partai Nasdem untuk ikut mengusulkan nama calon wakil bupati dihilangkan. Pasalnya saat ini Partai Nasdem hanya memiliki satu kursi dan Partai Hanura tidak lagi memiliki kursi di DPRD. Dengan begitu pencalonan wakil bupati akhirnya dilakukan dengan penggalangan dukungan dari 20 persen kursi di DPRD Kabupaten Bekasi.
Majelis hakim menyatakan, telah membaca seluruh permohonan uji materi beserta bukti-bukti yang diajukan serta jawaban tertulis dari Ketua DPRD Kabupaten Bekasi beserta bukti-bukti.
Atas hal tersebut, Mahkamah Agung (MA) berpendapat bahwa Pasal 39 Ayat 2 Peraturan DPRD Kabupaten Bekasi Nomor 2 Tahun 2019 tentang Tata Tertib diberlakukan apabila terjadi kekosongan jabatan pasangan Bupati dan Wakil Bupati secara bersama-sama, dalam hal partai politik atau gabungan partai politik pengusung tidak memiliki kursi di DPRD, yang bersumber pada ketentuan normatif Pasal 174 Ayat 3 UUNomor 10 Tahun 2016 dan bukan bersumber pada ketentuan normatif Pasal 176 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016.
"Karena Pasal 176 Ayat 1 UU Nomor 10 Tahun 2016 diberlakukan apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Bupati, sehingga dengan demikian Pemohon telah salah menggunakan dan mendalilkan batu uji," demikian bunyi pertimbangan putusan nomor: 12 P/HUM/2020.
Menurut MA, berdasarkan Pasal 174 Ayat 3 UU Nomor 10 Tahun 2016, dalam hal partai politik atau gabungan partai politik pengusung tidak memiliki kursi di DPRD pada saat dilakukan pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota, maka partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD mengusulkan pasangan calon paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi.
Karenanya MA melalui majelis hakim yang dipimpin Irfan Fachruddin memastikan, tidak terdapat pertentangan norma antara objek permohonan dengan Pasal 174 Ayat 3 UU Nomor 10 Tahun 2016. Bahkan MA menggariskan, materi muatan norma objek permohonan sama persis dan sesuai dengan Pasal 174 Ayat 3 UU Nomor 10 Tahun 2016.
Pada konklusi, majelis hakim menyatakan, berdasarkan penilaian atas bukti dan hukum sebagaimana diuraikan di atas maka MA berkesimpulan MA berwenang untuk mengadili permohonan keberatan hak uji materiil a quo, pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan, dan pokok permohonan dari pemohon tidak beralasan hukum. Oleh karena itu, permohonan keberatan hak uji materiil dari pemohon patut untuk ditolak. Sebagai pihak yang kalah, maka Pemohon dihukum untuk membayar biaya perkara.
"Mengadili, satu, menolak permohonan keberatan hak uji materi pemohon. Dua, menghukum Pemohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp1 juta," tegas Irfan Fachruddin saat mengucapkan putusan sebagaimana dalam salinan putusan.
tulis komentar anda