Komisi V DPR Ingatkan Pemerintah Tak Bebankan Rakyat Soal Rumah
Kamis, 09 Juli 2020 - 19:00 WIB
JAKARTA - Anggota Komisi V DPR, Irwan, kembali mempertanyakan urgensi kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal target pembangunan perumahan rakyat lewat skema Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
(Baca juga: Indonesia Tegaskan Prioritas Pemenuhan Pangan bagi Rakyat di Tengah Pandemi)
Padahal, skema penyediaan perumahan rakyat lainnya masih terjadi permasalahan, seperti masalah defisit atau backlog perumahan yang disebabkan oleh ketidakseimbangan kebutuhan dan pasokan, utamanya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
"Tapera ini dikhawatirkan bisa menambah backlog rumah yang dihuni, sebab definisi MBR saja belum bisa dijelaskan pemerintah secara gamblang. Karena faktanya banyak masyarakat khususnya pekerja informal ingin memiliki rumah tapi terkendala skema perbankan yang rumit dan syarat-syarat tidak prorakyat," kata Irwan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (9/7/2020).
(Baca juga: Update Corona Bertambah 2.657 Kasus, Positif Mencapai 70.736 Orang)
Menurut Irwan, seharusnya pemerintah fokus menghadapi tantangan backlog sebesar 13,5 juta unit dengan skema bantuan pembiayaan yang sudah berjalan seperti MLT BPJS, Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP), Subsidi Bantuan uang Muka (SBUM) dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) untuk segera diselesaikan targetnya.
Bukan menambah skema lagi tanpa penyelesaian masalah sebelumnya. "Maka dari itu, kenapa Tapera ini cenderung dipaksakan. kalau skema sebelumnya belum clear. Ini dikhawatirkan menambah beban baru baik kepada masyarakat atau pemerintah," tegas politikus asal Kalimantan Timur ini.
Dari skema terdahulunya, Irwan melanjutkan, upaya pemerintah masih dirasa belum signifikan dalam mengatasi permasalahan penyediaan rumah untuk rakyat. Data tahun 2019 menunjukkan bahwa realisasi penyaluran FLPP dan SSB sudah mencapai jumlah 917.562 unit, dan penyaluran SBUM mencapai 682. 958 unit.
"Berdasarkan data Bappenas yang menunjukkan saat ini baru 40,05% rumah tangga di Indonesia yang menghuni Rumah Layak. Terus skema terdahulu belum berjalan signifikan. Kok muncul skema baru seperti tapera," tukasnya.
Kemudian dia melanjutkan, beberapa pengusaha properti juga pada akhirnya terdampak akibat skema baru Tapera ini. Mereka banyak membangun rumah tapi tidak terisi karena syarat kredit rumit bagi rakyat berpenghasilan rendah.
Selain itu, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat ini menambahkan, rakyat sudah cukup sulit bertahan di tengah situasi ekonomi akibat pandemi Covid-19, tetapi pemerintah terus mengambil uang rakyat untuk program-program yang menyangkut kepentingan rakyat, seperti penyediaan perumahan bagi MBR ini.
"Seharusnya tidak ada lagi (beban iuran ke rakyat), Kewajiban negara untuk memenuhinya tetapi masih menggunakan uang masyarakat untuk pendanaannya. Ini kritik saya," pungkasnya.
(Baca juga: Indonesia Tegaskan Prioritas Pemenuhan Pangan bagi Rakyat di Tengah Pandemi)
Padahal, skema penyediaan perumahan rakyat lainnya masih terjadi permasalahan, seperti masalah defisit atau backlog perumahan yang disebabkan oleh ketidakseimbangan kebutuhan dan pasokan, utamanya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
"Tapera ini dikhawatirkan bisa menambah backlog rumah yang dihuni, sebab definisi MBR saja belum bisa dijelaskan pemerintah secara gamblang. Karena faktanya banyak masyarakat khususnya pekerja informal ingin memiliki rumah tapi terkendala skema perbankan yang rumit dan syarat-syarat tidak prorakyat," kata Irwan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (9/7/2020).
(Baca juga: Update Corona Bertambah 2.657 Kasus, Positif Mencapai 70.736 Orang)
Menurut Irwan, seharusnya pemerintah fokus menghadapi tantangan backlog sebesar 13,5 juta unit dengan skema bantuan pembiayaan yang sudah berjalan seperti MLT BPJS, Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP), Subsidi Bantuan uang Muka (SBUM) dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) untuk segera diselesaikan targetnya.
Bukan menambah skema lagi tanpa penyelesaian masalah sebelumnya. "Maka dari itu, kenapa Tapera ini cenderung dipaksakan. kalau skema sebelumnya belum clear. Ini dikhawatirkan menambah beban baru baik kepada masyarakat atau pemerintah," tegas politikus asal Kalimantan Timur ini.
Dari skema terdahulunya, Irwan melanjutkan, upaya pemerintah masih dirasa belum signifikan dalam mengatasi permasalahan penyediaan rumah untuk rakyat. Data tahun 2019 menunjukkan bahwa realisasi penyaluran FLPP dan SSB sudah mencapai jumlah 917.562 unit, dan penyaluran SBUM mencapai 682. 958 unit.
"Berdasarkan data Bappenas yang menunjukkan saat ini baru 40,05% rumah tangga di Indonesia yang menghuni Rumah Layak. Terus skema terdahulu belum berjalan signifikan. Kok muncul skema baru seperti tapera," tukasnya.
Kemudian dia melanjutkan, beberapa pengusaha properti juga pada akhirnya terdampak akibat skema baru Tapera ini. Mereka banyak membangun rumah tapi tidak terisi karena syarat kredit rumit bagi rakyat berpenghasilan rendah.
Selain itu, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat ini menambahkan, rakyat sudah cukup sulit bertahan di tengah situasi ekonomi akibat pandemi Covid-19, tetapi pemerintah terus mengambil uang rakyat untuk program-program yang menyangkut kepentingan rakyat, seperti penyediaan perumahan bagi MBR ini.
"Seharusnya tidak ada lagi (beban iuran ke rakyat), Kewajiban negara untuk memenuhinya tetapi masih menggunakan uang masyarakat untuk pendanaannya. Ini kritik saya," pungkasnya.
(maf)
tulis komentar anda