Pakar Imbau Indonesia Jangan Terburu-buru Akhiri Status Pandemi Covid-19
Kamis, 01 Desember 2022 - 15:13 WIB
JAKARTA - Indonesia diharapkan jangan terburu-buru dalam mengakhiri status pandemi Covid-19 menjadi endemi. Pasalnya, mengakhiri status pandemi hanya bisa tercapai asalkan jumlah kasus positif Covid-19 tidak mengalami pelonjakan.
Pandangan tersebut disampaikan oleh epidemiolog dari Griffith University Australia sekaligus peneliti Keamanan dan Ketahanan Kesehatan Global, Dicky Budiman.
Tak hanya itu saja kata Dicky, Pemerintah Indonesia sebaiknya terlebih dahulu memastikan cukup atau tidaknya suplai vaksin booster yang tersedia di berbagai daerah. Belum lagi, edukasi tentang pentingnya vaksinasi kepada masyarakat juga masih menjadi PR besar hingga saat ini.
"Sampai sekarang, capaian vaksinasi Covid-19 dosis pertama hanya 87,5 persen dan vaksinasi dosis kedua 73,41 persen. Adapun masyarakat yang sudah mendapat vaksin doksis ketiga atau booster baru 28,21 persen, yang mana masih jauh dari target vaksinasi untuk mengakhiri status pandemi," ungkap Dicky Budiman.
Sementara epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Riris Andono Ahmad mengatakan, akhir dari status pandemi ini bukan berarti virus Covid-19 tidak ada sama sekali.
"Akan tetap ada di tengah masyarakat. Hanya saja, tingkat keparahannya tidak lagi menjadi ancaman kesehatan yang serius," ucap Riris.
Oleh karena itu, instruksi Presiden Jokowi yang meminta Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin untuk berkonsultasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengenai status pandemi Covid-19 pada bulan Oktober lalu dianggap terlalu terburu-buru.
Hingga saat ini, kebijakan mitigasi Covid-19 dan juga perilaku masyarakat Indonesia masih dinilai kurang siap untuk menyambut berakhirnya status pandemi Covid-19.
"Masyarakat belum sepenuhnya disiplin dalam melakukan 5M (mencuci tangan dengan sabun, memakai masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas). Oleh karena itu, pemerintah hendaknya menerapkan kebijakan agar masker bisa menjadi budaya baru di masyarakat," jelasnya.
"Jika masyarakat dibiasakan untuk tetap memakai masker, terutama di ruang tertutup, maka risiko penularan virus Covid-19 dan penyakit saluran pernapasan lainnya dapat berkurang hingga 75%. Membiasakan diri untuk rajin mencuci tangan dan menghindari keramaian jika tidak terlalu diperlukan juga sama pentingnya," tambahnya.
Pandangan tersebut disampaikan oleh epidemiolog dari Griffith University Australia sekaligus peneliti Keamanan dan Ketahanan Kesehatan Global, Dicky Budiman.
Baca Juga
Tak hanya itu saja kata Dicky, Pemerintah Indonesia sebaiknya terlebih dahulu memastikan cukup atau tidaknya suplai vaksin booster yang tersedia di berbagai daerah. Belum lagi, edukasi tentang pentingnya vaksinasi kepada masyarakat juga masih menjadi PR besar hingga saat ini.
"Sampai sekarang, capaian vaksinasi Covid-19 dosis pertama hanya 87,5 persen dan vaksinasi dosis kedua 73,41 persen. Adapun masyarakat yang sudah mendapat vaksin doksis ketiga atau booster baru 28,21 persen, yang mana masih jauh dari target vaksinasi untuk mengakhiri status pandemi," ungkap Dicky Budiman.
Sementara epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Riris Andono Ahmad mengatakan, akhir dari status pandemi ini bukan berarti virus Covid-19 tidak ada sama sekali.
"Akan tetap ada di tengah masyarakat. Hanya saja, tingkat keparahannya tidak lagi menjadi ancaman kesehatan yang serius," ucap Riris.
Oleh karena itu, instruksi Presiden Jokowi yang meminta Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin untuk berkonsultasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengenai status pandemi Covid-19 pada bulan Oktober lalu dianggap terlalu terburu-buru.
Hingga saat ini, kebijakan mitigasi Covid-19 dan juga perilaku masyarakat Indonesia masih dinilai kurang siap untuk menyambut berakhirnya status pandemi Covid-19.
"Masyarakat belum sepenuhnya disiplin dalam melakukan 5M (mencuci tangan dengan sabun, memakai masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas). Oleh karena itu, pemerintah hendaknya menerapkan kebijakan agar masker bisa menjadi budaya baru di masyarakat," jelasnya.
"Jika masyarakat dibiasakan untuk tetap memakai masker, terutama di ruang tertutup, maka risiko penularan virus Covid-19 dan penyakit saluran pernapasan lainnya dapat berkurang hingga 75%. Membiasakan diri untuk rajin mencuci tangan dan menghindari keramaian jika tidak terlalu diperlukan juga sama pentingnya," tambahnya.
(maf)
Lihat Juga :
tulis komentar anda