RUU PKS Dicabut Dari Prolegnas 2020, Empati Kosong Wakil Rakyat?

Kamis, 09 Juli 2020 - 15:37 WIB
Data tersebut baru data yang tercatat di Komnas Perempuan sepanjang tahun 2019. Di tahun 2020, menurut data dari SIMFONI PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak), dari Januari hingga 19 Juni lalu terdapat kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dewasa sebanyak 329 kasus dan 1.849 kasus kekerasan seksual terhadap anak perempuan maupun laki-laki.

SIMFONI PPA merupakan sistem aplikasi pencatatan dan pelaporan kekerasan perempuan dan anak yang dikembangkan dan dikelola oleh Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan dapat diakses oleh semua unit layanan penanganan korban kekerasan perempuan dan anak.

Konstruk sosial masyarakat Indonesia yang masih patriarkis seringkali tidak mendengar dari sisi perempuan sebagai korban, sehingga tidak jarang korban kekerasan seksual mengalami reviktimisasi.Kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak perempuan yang semakin meningkat, serta tidak adanya peraturan yang mengakomodir hak korban, maka RUU PKS menjadi harapan satu-satunya untuk menjawab permasalahan yang ada. RUU PKS merupakan terobosan di bidang hukum dalam hal mengakomodir kepentingan dan kebutuhan para korban. Saat ini, banyak kasus kekerasan seksual tidak dapat diproses secara hukum karena pengaturan tentang kekerasan seksual dalam hukum yang ada saat ini masih sangat terbatas, terutama yang berkaitan dengan korban. Mau sampai kapan DPR RI mengulur waktu pengesahan RUU PKS ini? Angka korban kekerasan semakin tinggi, dan payung hukum untuk korban sangat urgen dibutuhkan. Tidak hanya hukuman bagi pelaku, tapi mengakomodir hak dan kepentingan korban juga harus diatur secara sistemik.

DPR RI harus mengakomodir dan mendukung hak dan kepentingan korban dengan jalan kembali membahas dan mengesahkan RUU PKS ini. Terlebih DPR RI periode ini memiliki pimpinan perempuan untuk pertama kalinya, yang seharusnya lebih mengerti dan memahami isu yang berkaitan dengan perempuan, Puan Maharani. Puan Maharani selaku pucuk pimpinan tertinggi DPR RI harus jadi momentum untuk menelurkan payung hukum yang pro terhadap perlindungan perempuan. Agar kami para perempuan Indonesia tidak merasa sia-sia memiliki Pimpinan DPR RI dari unsur sesama perempuan.Oleh karena itu, penulis menilai RUU PKS harus kembali dimasukkan ke dalam Prolegnas Prioritas 2020. Para wakil rakyat di Senayan juga harus segera mengesahkannya agar dapat menjadi payung hukum perlindungan perempuan dan anak di seluruh pelosok nusantara.
(ras)
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More