RUU PPSK, OJK dan Koperasi
Jum'at, 18 November 2022 - 16:58 WIB
Hal ini berbeda dengan badan usaha lain seperti perusahaan perseorangan, firman, perseroan komanditer, perseroan terbatas, perusahaan umum dan lainnya. Jika pemilik perusahaan-perusahan ini adalah orang per orang, maka koperasi dimiliki para anggota yang dijalankan dengan prinsip-prinsip keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka, pengelolaan dilakukan secara demokratis, pembagian sisa hasil usaha (SHU) yang dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota, pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal, kemandirian, pendidikan perkoperasian, dan kerja sama antarkoperasi.
Prinsip-prinsip itu juga tentunya berlaku bagi Koperasi Simpan Pinjam (KSP), objek yang diperdebatkan dalam pembahasan RUU PPSK.KSP dan unit simpan pinjam di dalam koperasi, atau di berbagai negara disebut juga sebagai credit union atau koperasi keuangan, bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan anggota koperasi, melalui sisa hasil usaha yang dibagikan setiap tahun atau dikontribusikan untuk bantuan atau inisiatif lainnya kepada anggota. Kenapa?Karena anggota merupakan pemilik dari koperasi. Berbeda dengan bank atau lembaga keuangan lain.PP No 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi pun menggariskan bahwa KSP dan unit simpan pinjam ditumbuhkan dan dikembangkan. Selain tentunya menjalankan usahanya dengan memperhatikan aspek permodalan, likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas guna menjaga kesehatan usaha dan menjaga kepentingan semua pihak yang terkait.
Hal itu juga yang menjadikan Indonesia memilih memisahkan koperasi dari system jasa keuangan. Jasa keuangan kemudian memiliki UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah dan UU No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, termasuk UU No.9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penananganan Krisis Sistem Keuangan, serta UU No.24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Sedangkan koperasi memiliki undang-undangnya tersendiri yaitu UU No25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian sebagai pengganti dari UU No 17 Tahun 2012 yang dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK).
Baik dalam UU No.21 Tahun 2011 maupun UU No 23 Tahun 1999 terlihat sangat menghindari untuk memuat koperasi di dalamnya, bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam tata perekonomian nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Pasal 6 UU No.21 Tahun 2011 tentang OJK menggariskan OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap: a. kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan; b. kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan c. kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. UU ini memberikan defisini Lembaga Jasa Keuangan sebagai lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. Sementara yang dimaksud Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, menurut UU ini adalah pergadaian, lembaga penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan lembaga yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, meliputi penyelenggara program jaminan sosial, pensiun, dan kesejahteraan, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai pergadaian, penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, serta lembaga jasa keuangan lain yang dinyatakan diawasi oleh OJK berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Artinya tidak ada koperasi atau spesifiknya Koperasi Simpan Pinjam tertulis di sana sebagai bagian dari apa yang kita sebut sebagai Lembaga Jasa Keuangan.Kenapa?Karena koperasi berkait erat dengan nilai-nilai masyarakat.Koperasi merupakan bangun persekutuan yang mengimplementasikan prinsip yang memandu usaha bersama dan hasil dari tujuan bersama serta bertujuan memajukan kesejahteraan umum dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Seperti yang disampaikan Bung Hatta, Bapak Koperasi kita bahwa koperasi sebagai perwujudan asas kekeluargaan yang melandasi perekonomian Indonesia.Asas kekeluargaan itu adalah istilah dari Taman Siswa, untuk menunjukkan bagaimana guru dan murid-murid yang tinggal pada padanya hidup sebagai satu keluarga.Itu pula hendaknya corak koperasi Indonesia.
Solusi
Sesuai dengan jalan pikiran di atas, saya tetap berharap koperasi secara keseluruhan, termasuk KSP dan unit simpan pinjam diatur dalam UU Perkoperasian yang diharapkan juga dituntaskan oleh DPR dan Pemerintah pada periode pemerintahan ini.Jadi bukan dengan melemparkannya ke RUU PPSK. Kita berharap koperasi tetap di area KementerianKoperasi dan UKM karena kementerian ini jauh lebih memahami koperasi daripada kementerian/ lembaga lain.
Menurut data BPS tahun 2021, ada 127 846 unit koperasi di Indonesia.Dari jumlah itu, KSP mencapai 7.823 unit, atau hanya sekitar 6% dari jumlah total koperasi. Dan dari jumlah unit KSP yang ada 8 KSP yang bermasalah atau hanya 0,1%. Kita tidak ingin mengecilkan masalah, namun kita ingin melihat ini sebagai tantangan pengawasan namun bukan sekadar memindahkan pengawasannya ke OJK.Jangan juga kesalahan 1-2 koperasi kemudian ditanggungkan kepada ribuan bahwa ratusan ribu koperasi.
Prinsip-prinsip itu juga tentunya berlaku bagi Koperasi Simpan Pinjam (KSP), objek yang diperdebatkan dalam pembahasan RUU PPSK.KSP dan unit simpan pinjam di dalam koperasi, atau di berbagai negara disebut juga sebagai credit union atau koperasi keuangan, bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan anggota koperasi, melalui sisa hasil usaha yang dibagikan setiap tahun atau dikontribusikan untuk bantuan atau inisiatif lainnya kepada anggota. Kenapa?Karena anggota merupakan pemilik dari koperasi. Berbeda dengan bank atau lembaga keuangan lain.PP No 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi pun menggariskan bahwa KSP dan unit simpan pinjam ditumbuhkan dan dikembangkan. Selain tentunya menjalankan usahanya dengan memperhatikan aspek permodalan, likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas guna menjaga kesehatan usaha dan menjaga kepentingan semua pihak yang terkait.
Hal itu juga yang menjadikan Indonesia memilih memisahkan koperasi dari system jasa keuangan. Jasa keuangan kemudian memiliki UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah dan UU No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, termasuk UU No.9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penananganan Krisis Sistem Keuangan, serta UU No.24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Sedangkan koperasi memiliki undang-undangnya tersendiri yaitu UU No25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian sebagai pengganti dari UU No 17 Tahun 2012 yang dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK).
Baik dalam UU No.21 Tahun 2011 maupun UU No 23 Tahun 1999 terlihat sangat menghindari untuk memuat koperasi di dalamnya, bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam tata perekonomian nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Pasal 6 UU No.21 Tahun 2011 tentang OJK menggariskan OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap: a. kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan; b. kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan c. kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. UU ini memberikan defisini Lembaga Jasa Keuangan sebagai lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. Sementara yang dimaksud Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, menurut UU ini adalah pergadaian, lembaga penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan lembaga yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, meliputi penyelenggara program jaminan sosial, pensiun, dan kesejahteraan, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai pergadaian, penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, serta lembaga jasa keuangan lain yang dinyatakan diawasi oleh OJK berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Artinya tidak ada koperasi atau spesifiknya Koperasi Simpan Pinjam tertulis di sana sebagai bagian dari apa yang kita sebut sebagai Lembaga Jasa Keuangan.Kenapa?Karena koperasi berkait erat dengan nilai-nilai masyarakat.Koperasi merupakan bangun persekutuan yang mengimplementasikan prinsip yang memandu usaha bersama dan hasil dari tujuan bersama serta bertujuan memajukan kesejahteraan umum dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Seperti yang disampaikan Bung Hatta, Bapak Koperasi kita bahwa koperasi sebagai perwujudan asas kekeluargaan yang melandasi perekonomian Indonesia.Asas kekeluargaan itu adalah istilah dari Taman Siswa, untuk menunjukkan bagaimana guru dan murid-murid yang tinggal pada padanya hidup sebagai satu keluarga.Itu pula hendaknya corak koperasi Indonesia.
Solusi
Sesuai dengan jalan pikiran di atas, saya tetap berharap koperasi secara keseluruhan, termasuk KSP dan unit simpan pinjam diatur dalam UU Perkoperasian yang diharapkan juga dituntaskan oleh DPR dan Pemerintah pada periode pemerintahan ini.Jadi bukan dengan melemparkannya ke RUU PPSK. Kita berharap koperasi tetap di area KementerianKoperasi dan UKM karena kementerian ini jauh lebih memahami koperasi daripada kementerian/ lembaga lain.
Menurut data BPS tahun 2021, ada 127 846 unit koperasi di Indonesia.Dari jumlah itu, KSP mencapai 7.823 unit, atau hanya sekitar 6% dari jumlah total koperasi. Dan dari jumlah unit KSP yang ada 8 KSP yang bermasalah atau hanya 0,1%. Kita tidak ingin mengecilkan masalah, namun kita ingin melihat ini sebagai tantangan pengawasan namun bukan sekadar memindahkan pengawasannya ke OJK.Jangan juga kesalahan 1-2 koperasi kemudian ditanggungkan kepada ribuan bahwa ratusan ribu koperasi.
tulis komentar anda