Pers, Dulu Dikekang, Sekarang Dikendalikan
Rabu, 08 Juli 2020 - 17:14 WIB
JAKARTA - Pers di masa Orde Baru dikekang. Bahkan, seorang Bintara Pembina Desa (Babinsa) pada masa itu bisa mendatangi kantor redaksi media massa untuk mencopot sebuah berita.
Hal tersebut diungkapkan oleh Pengantar Diskusi Dhia Prekasha Yudha, dalam Webinar Gerakan Alumni UI4NKRI bertajuk "Masihkah Pers Menjadi Pilar Ke-4 Demokrasi?", Rabu (8/7/2020). "Dulu semasa pra reformasi khususnya era Pak Harto Orde Baru, zaman Dwi fungsi ABRI, pers itu dikekang," ujar Dhia Prekasha Yudha.
Menurutnya, pers di masa itu atas nama stabilitas yang dinamis menjadi jurnalisme pembangunan atau pers Pancasila. ( )
"Prinsipnya media itu dikekang. Bahkan saking konyolnya, Babinsa pada tingkat desa aja bisa datangi kantor redaksi untuk nyopot satu berita jangan ditayangkan, itu saking gilanya pada saat itu," ungkapnya.
Kemudian, saat Presiden Soeharto lengser, ada kebebasan pers di era reformasi. "Yang jadi masalah semasa era reformasi ini, sadar atau tidak sadar. Kebebasan pers itu dikendalikan, dimainkan, sehingga menelikung demokrasi," katanya.
Akibatnya, lanjut dia, sebagai pilar keempat demokrasi, Pers mengacaukan pilar pertama, kedua dan ketiga. "Sekarang ini apakah pers masih menjadi pilar ke-4, saya meragukan," katanya.( )
Hal tersebut diungkapkan oleh Pengantar Diskusi Dhia Prekasha Yudha, dalam Webinar Gerakan Alumni UI4NKRI bertajuk "Masihkah Pers Menjadi Pilar Ke-4 Demokrasi?", Rabu (8/7/2020). "Dulu semasa pra reformasi khususnya era Pak Harto Orde Baru, zaman Dwi fungsi ABRI, pers itu dikekang," ujar Dhia Prekasha Yudha.
Menurutnya, pers di masa itu atas nama stabilitas yang dinamis menjadi jurnalisme pembangunan atau pers Pancasila. ( )
"Prinsipnya media itu dikekang. Bahkan saking konyolnya, Babinsa pada tingkat desa aja bisa datangi kantor redaksi untuk nyopot satu berita jangan ditayangkan, itu saking gilanya pada saat itu," ungkapnya.
Kemudian, saat Presiden Soeharto lengser, ada kebebasan pers di era reformasi. "Yang jadi masalah semasa era reformasi ini, sadar atau tidak sadar. Kebebasan pers itu dikendalikan, dimainkan, sehingga menelikung demokrasi," katanya.
Akibatnya, lanjut dia, sebagai pilar keempat demokrasi, Pers mengacaukan pilar pertama, kedua dan ketiga. "Sekarang ini apakah pers masih menjadi pilar ke-4, saya meragukan," katanya.( )
(abd)
tulis komentar anda