Subvarian Omicron XBB Muncul, Pemerintah Perlu Genjot Vaksin Booster
Kamis, 10 November 2022 - 12:09 WIB
Koordinator Koalisi, Hamid Abidin mengatakan, melihat situasi ini, maka pemberian booster tidak bisa ditunda lagi. Utamanya masyarakat adat dan kelompok rentan di berbagai wilayah terpencil di luar Pulau Jawa. Masih cukup banyak dari mereka yang belum mendapatkan vaksin Covid-19, baik dosis pertama maupun kedua. "Mereka tentu tidak bisa mendapatkan vaksin booster kalau belum dapat vaksin dosis 1 dan 2," katanya.
Jika dua kelompok rentan ini mendapat booster, Hamid yakin subvarian XBB dapat dihalau menjalari wilayah terpencil atau menyerang kelompok rentan. "Sebab, selama ini untuk vaksin dosis umum dua kelompok ini masih tertinggal. Jika mereka kena subvarian baru, Indonesia akan makin lama bebas dari Covid-19," ujarnya.
Menurutnya, vaksinasi penting dalam upaya perlindungan dari penularan dan kematian karena Covid-19. Hal ini sesuai dengan pernyataan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin bahwa 84% korban meninggal karena Covid-19 belum menerima booster.
Ketua Umum Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Maulani A Rotinsulu menambahkan, pemberian vaksin booster perlu digalakkan di kalangan penyandang disabilitas. Pasalnya, selama ini mereka tidak bisa mengakses vaksin secara aktif seperti masyarakat pada umumnya. Sebagai perbandingan, penerima booster pada masyarakat umum per 9 November adalah 65,58 juta atau 27,95% dari 234,66 juta sasaran.
"Pemberian bisa dilakukan dengan jemput bola atau menggandeng komunitas penyandang disabilitas," ujarnya.
Dengan melibatkan komunitas penyandang disabilitas, maka keluarga atau pemandu kaum difabel dapat ikut mengomunikasikan pentingnya menjalankan prosedur kesehatan di kalangan disabilitas. Pelibatan ini juga dapat mengambil bentuk penyebaran informasi tentang booster.
Ini untuk merespons kenyataan bahwa kalangan disabilitas kesulitan mengakses informasi yang sesuai dengan kondisi mereka. Bahkan, ada di antara mereka yang menganggap kondisinya sebagai komorbid sehingga merasa tidak perlu vaksinasi. Pelibatan komunitas diharapkan dapat meningkatkan literasi tentang vaksin dan COVID-19 di kalangan penyandang disabilitas.
Pada masyarakat adat atau di kawasan terpencil, literasi tentang vaksin juga masih lemah. Kepala Sekretariat Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) Gita Syahrani menjelaskan, tidak semua orang di wilayah terpencil siap divaksinasi karena minimnya edukasi. Umumnya mereka belum paham tentang COVID-19 dan vaksinnya.
"Mereka takut karena terpengaruh hoaks yang kadung tersebar," ujar Gita. Untuk itu, LTKL bekerja sama dengan guru, tokoh adat atau agama, serta dinas terkait untuk membantu program vaksinasi.
LTKL juga melakukan pendekatan yang selaras dengan kehidupan masyarakat adat. Misalnya saja, untuk meningkatkan imunitas dibutuhkan perilaku hidup bersih dan pangan cukup.
Jika dua kelompok rentan ini mendapat booster, Hamid yakin subvarian XBB dapat dihalau menjalari wilayah terpencil atau menyerang kelompok rentan. "Sebab, selama ini untuk vaksin dosis umum dua kelompok ini masih tertinggal. Jika mereka kena subvarian baru, Indonesia akan makin lama bebas dari Covid-19," ujarnya.
Menurutnya, vaksinasi penting dalam upaya perlindungan dari penularan dan kematian karena Covid-19. Hal ini sesuai dengan pernyataan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin bahwa 84% korban meninggal karena Covid-19 belum menerima booster.
Ketua Umum Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Maulani A Rotinsulu menambahkan, pemberian vaksin booster perlu digalakkan di kalangan penyandang disabilitas. Pasalnya, selama ini mereka tidak bisa mengakses vaksin secara aktif seperti masyarakat pada umumnya. Sebagai perbandingan, penerima booster pada masyarakat umum per 9 November adalah 65,58 juta atau 27,95% dari 234,66 juta sasaran.
"Pemberian bisa dilakukan dengan jemput bola atau menggandeng komunitas penyandang disabilitas," ujarnya.
Dengan melibatkan komunitas penyandang disabilitas, maka keluarga atau pemandu kaum difabel dapat ikut mengomunikasikan pentingnya menjalankan prosedur kesehatan di kalangan disabilitas. Pelibatan ini juga dapat mengambil bentuk penyebaran informasi tentang booster.
Ini untuk merespons kenyataan bahwa kalangan disabilitas kesulitan mengakses informasi yang sesuai dengan kondisi mereka. Bahkan, ada di antara mereka yang menganggap kondisinya sebagai komorbid sehingga merasa tidak perlu vaksinasi. Pelibatan komunitas diharapkan dapat meningkatkan literasi tentang vaksin dan COVID-19 di kalangan penyandang disabilitas.
Pada masyarakat adat atau di kawasan terpencil, literasi tentang vaksin juga masih lemah. Kepala Sekretariat Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) Gita Syahrani menjelaskan, tidak semua orang di wilayah terpencil siap divaksinasi karena minimnya edukasi. Umumnya mereka belum paham tentang COVID-19 dan vaksinnya.
"Mereka takut karena terpengaruh hoaks yang kadung tersebar," ujar Gita. Untuk itu, LTKL bekerja sama dengan guru, tokoh adat atau agama, serta dinas terkait untuk membantu program vaksinasi.
LTKL juga melakukan pendekatan yang selaras dengan kehidupan masyarakat adat. Misalnya saja, untuk meningkatkan imunitas dibutuhkan perilaku hidup bersih dan pangan cukup.
tulis komentar anda