Profil Ahmad Sanusi, Ulama Perumus Bentuk Negara RI yang Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional
Jum'at, 04 November 2022 - 15:49 WIB
Lima tahun belajar agama di Mekkah, Ahmad Sanusi lalu pulang ke kampung halamannya di Cantayan, Sukabumi. Ia kemudian didatangi Presiden Sarekat Islam Cabang Sukabumi, H Sirdo dan diminta menjadi penasihat organisasi.
Ahmad Sanusi hanya sebentar bergabung dengan Sarekat Islam, sekitar 10 bulan. Setelah itu, ia didaulat menjadi Ketua Al-Ittihadiyat al Islāmiyyah (AII) oleh para pengikutnya. Organisasi keagamaan dan kemasyarakatan itu berkembang hingga memiliki kantor pusat di Tanah Tinggi No 191, Kramat, Batavia.
Organiasasi AII terus berkembang hingga memiliki pesantren, sekolah, rumah sakit, yayasan anak yatim piatu, koperasi, toko, hingga bait al-mal. Bahkan AII mempunyai 26 cabang yang tersebar di Jawa Barat. AII juga menerbitkan majalah bulanan Attabligh al-Islām dan majalah Al-Hidāyat al-Islāmiyah.
Pada 1927, Ahmad Sanusi sempat dipenjara oleh pemerintah Hindia Belanda karena dituduh merusak jaringan telepon. Akibat tuduhan tanpa bukti itu, Ahmad Sanusi harus mendekam di hotel prodeo selama 9 bulan atau hingga Mei 1928.
Selama menjalani hukuman penjara dan diasingkan, Ahmad Sanusi memanfaatkannya untuk menulis kitab. Kebanyakan kitab yang ditulis adalah permintaan masyarakat yang membahas dan mengkaji permasalahan saat itu.
Menjelang kemerdekaan, Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dibentuk pada 29 April 1945. Total jumlah anggotanya 67 orang, terdiri dari 60 tokoh Indonesia serta 7 orang anggota Jepang dan minoritas non Indonesia tanpa hak suara.
Pada sidang kedua tanggal 10-17 Juli, Jepang menambah 6 orang anggota bangsa Indonesia. Ahmad Sanusi diangkat oleh Jepang sebagai wakil residen di Bogor dan kemudian diangkat menjadi anggota BPUPKI. Ia menempati kursi nomor 36 bersebelahan dengan R Soekardjo Wirjopranoto.
Keberadaan Ahmad Sanusi di BPUPKI tidak sebatas duduk dan mendengarkan para pemimpin bangsa melontarkan ide tentang negara Indonesia merdeka. Ia juga ikut berbicara.
Ketika sidang BPUPKI digelar pada 10 Juli 1945, salah satu anggota BPUPKI Mr Soesanto mengusulkan agar bentuk Negara itu berbentuk Kerajaan. Usulan ini di tentang oleh Prof Muhammad Yamin dari kelompok Nasionalis yang menghendaki negara berbentuk Republik.
Ahmad Sanusi lalu ikut bicara untuk menengahi kedua pengusul tersebut dengan menjelaskan kelebihan dan kekurangan bentuk kerajaan dan republik dari perspektif Al-Qur'an. Ia berpendapat bahwa sebaiknya Negara Indonesia ini berbentuk Imamat yang dipimpin oleh imam, dengan kata lain adalah berbentuk Republik yang dipimpin oleh seorang presiden. Usulan ini kemudian disetujui masih diterapkan hingga hingga saat ini.
Ahmad Sanusi hanya sebentar bergabung dengan Sarekat Islam, sekitar 10 bulan. Setelah itu, ia didaulat menjadi Ketua Al-Ittihadiyat al Islāmiyyah (AII) oleh para pengikutnya. Organisasi keagamaan dan kemasyarakatan itu berkembang hingga memiliki kantor pusat di Tanah Tinggi No 191, Kramat, Batavia.
Organiasasi AII terus berkembang hingga memiliki pesantren, sekolah, rumah sakit, yayasan anak yatim piatu, koperasi, toko, hingga bait al-mal. Bahkan AII mempunyai 26 cabang yang tersebar di Jawa Barat. AII juga menerbitkan majalah bulanan Attabligh al-Islām dan majalah Al-Hidāyat al-Islāmiyah.
Pada 1927, Ahmad Sanusi sempat dipenjara oleh pemerintah Hindia Belanda karena dituduh merusak jaringan telepon. Akibat tuduhan tanpa bukti itu, Ahmad Sanusi harus mendekam di hotel prodeo selama 9 bulan atau hingga Mei 1928.
Selama menjalani hukuman penjara dan diasingkan, Ahmad Sanusi memanfaatkannya untuk menulis kitab. Kebanyakan kitab yang ditulis adalah permintaan masyarakat yang membahas dan mengkaji permasalahan saat itu.
Menjelang kemerdekaan, Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dibentuk pada 29 April 1945. Total jumlah anggotanya 67 orang, terdiri dari 60 tokoh Indonesia serta 7 orang anggota Jepang dan minoritas non Indonesia tanpa hak suara.
Pada sidang kedua tanggal 10-17 Juli, Jepang menambah 6 orang anggota bangsa Indonesia. Ahmad Sanusi diangkat oleh Jepang sebagai wakil residen di Bogor dan kemudian diangkat menjadi anggota BPUPKI. Ia menempati kursi nomor 36 bersebelahan dengan R Soekardjo Wirjopranoto.
Keberadaan Ahmad Sanusi di BPUPKI tidak sebatas duduk dan mendengarkan para pemimpin bangsa melontarkan ide tentang negara Indonesia merdeka. Ia juga ikut berbicara.
Ketika sidang BPUPKI digelar pada 10 Juli 1945, salah satu anggota BPUPKI Mr Soesanto mengusulkan agar bentuk Negara itu berbentuk Kerajaan. Usulan ini di tentang oleh Prof Muhammad Yamin dari kelompok Nasionalis yang menghendaki negara berbentuk Republik.
Ahmad Sanusi lalu ikut bicara untuk menengahi kedua pengusul tersebut dengan menjelaskan kelebihan dan kekurangan bentuk kerajaan dan republik dari perspektif Al-Qur'an. Ia berpendapat bahwa sebaiknya Negara Indonesia ini berbentuk Imamat yang dipimpin oleh imam, dengan kata lain adalah berbentuk Republik yang dipimpin oleh seorang presiden. Usulan ini kemudian disetujui masih diterapkan hingga hingga saat ini.
tulis komentar anda